Rabu, 07 Januari 2015

Meninggalkan Perkara Syubhat

Yang dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah halal atau haram. Jika kita menemukan perkara semacam ini, maka lebih utama untuk ditinggalkan. Semacam seseorang mendapati perselisihan ulama, apakah mengambil foto diri itu dibolehkan atau tidak dalam keadaan non-darurat. Jika dalam masalah ini, kita tidak bisa menguatkan salah satu pendapat karena kuatnya dalil yang dibawakan dari pihak yang melarang dan pihak yang membolehkan, maka sikap wara’ dan hati-hati adalah tidak mengambil foto diri kecuali dalam keadaan darurat. Namun bagi yang sudah jelas baginya hukum setelah menimbang dalil, maka tidak masalah ia mengambil pendapat yang ia yakini. Pembahasan kali ini masih ada sangkut pautnya dengan pembahasan kita kemarin mengenai sikap wara’.
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Ada Tiga Pembagian Hukum
Ada pelajaran penting yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah. Beliau mengatakan, “Hukum itu dibagi menjadi tiga macam dan pembagian seperti ini benar. Karena sesuatu bisa jadi ada dalil tegas yang menunjukkan adanya perintah dan ancaman keras jika ditinggalkan. Ada juga sesuatu yang terdapat dalil untuk meninggalkan dan terdapat ancaman jika dilakukan. Ada juga sesuatu yang tidak ada dalil tegas apakah halal atau haram. Yang pertama adalah perkara halal yang telah jelas dalilnya. Yang kedua adalah perkara haram yang telah jelas dalilnya. Makna dari bagian hadits “halal itu jelas”, yang dimaksud adalah tidak butuh banyak penjelasan dan setiap orang sudah memahaminya. Yang ketiga adalah perkara syubhat yang tidak diketahui apakah halal atau haram.” (Fathul Bari, 4: 291).
Jadi intinya, ada tiga hukum yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu (1) halal, (2) haram, dan (3) syubhat.
Sedangkan masalah (problema) dibagi menjadi empat macam:
1-      Yang memiliki dalil bolehnya, maka boleh diamalkan dalil bolehnya.
2-      Yang memiliki dalil pengharaman, maka dijauhi demi mengamalkan dalil larangan.
3-      Yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus. Maka inilah masalah mutasyabih (yang masih samar). Menurut mayoritas ulama, yang dimenangkan adalah pengharamannya.
4-      Yang tidak terdapat dalil boleh, juga tidak terdapat dalil larangan, maka ini kembali ke kaedah hukum asal. Hukum asal ibadah adalah haram. Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh.
Demikian pembagian dari Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawiyah Al Mukhtashor, hal. 64.
Perkara Syubhat, Ada yang Tahu dan Ada yang Tidak Tahu
Yang dimaksud di sini adalah perkara tersebut masih samar (syubhat) menurut sebagian orang karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ‘kebanyakan orang tidak mengetahui perkara tersebut’.  Perkaran syubhat ini sering ditemukan oleh para ulama dalam bab jual beli karena perkara tersebut dalam jual beli amatlah banyak. Perkara ini juga ada sangkut pautnya dengan nikah, buruan, penyembelihan, makanan, minuman dan selain itu. Sebagian ulama sampai-sampai melarang penggunaan kata halal dan haram secara mutlak kecuali pada perkara yang benar-benar ada dalil tegas yang tidak butuh penafsiran lagi. Jika dikatakan kebanyakan orang tidak mengetahuinya, maka ini menunjukkan bahwa sebagian dari mereka ada yang tahu. Demikian kami ringkaskan dari perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 4: 291.
Guru kami, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau- mengatakan, “Perkara yang syubhat (samar) itu muncul pasti ada beberapa sebab, bisa jadi karena kebodohan, atau tidak adanya penelusuran lebih jauh mengenai dalil syar’i, begitu pula bisa jadi karena tidak mau merujuk pada perkataan ulama yang kokoh ilmunya.” (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, hal. 63).
Orang Awam dalam Menghadapi Perselisihan Ulama
Menjauhi syubhat bisa jadi dalam masalah yang terdapat perselisihan ulama.
Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menjelaskan, “Kesamaran (perkara syubhat) bisa saja terjadi pada perselisihan ulama. Hal ini ditinjau dari keadaan orang awam. Namun kaedah syar’iyah yang wajib bagi orang awam untuk mengamalkannya ketika menghadapi perselisihan para ulama setelah ia meneliti dan mengkaji adalah ia kuatkan pendapat-pendapat yang ada sesuai dengan ilmu dan kewara’an,  juga ia bisa memilih pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Karena pendapat kebanyakan ulama itu lebih dekat karena seperti syari’at. Dan perkataan orang yang lebih berilmu itu lebih dekat pada kebenaran karena bisa dinilai sebagai syari’at. Begitu pula perkataan ulama yang lebih wara’ (mempunyai sikap kehati-hatian), itu lebih baik diikuti karena serupa dengan syari’at.“ Lihat penjelasan beliau dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 65.
Kata guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau, ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan, “Jika terdapat suatu masalah yang terdapat perselisihan ulama. Sebagian menfatwakan boleh, sebagian lagi mengharamkannya. Kedua fatwa tersebut sama-sama membawakan dalil, maka perkara ini dianggap sebagai syubhat karena tidak diketahui sisi halal dan haramnya. Perkara tersebut ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian dan wara’ sampai jelas akan hukum masalah tersebut. Jika akhirnya diketahui perkara tersebut adalah haram, maka ia segera tinggalkan. Jika diketahui halal, maka ia silakan ambil (manfaatkan). Adapun perkara yang tidak jelas, masih syubhat, maka sikap hati-hati dan wara’ adalah meninggalkannya.” (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 105).
Intinya, kalau orang awam tidak bisa menguatkan pendapat ketika menghadapi perselisihan ulama, maka hendaknya ia tinggalkan perkara yang masih samar tersebut. Jika ia sudah yakin setelah menimbang-nimbang dan melihat dalil, maka ia pilih pendapat yang ia yakini.
Dua Faedah Besar Karena Meninggalkan Syubhat
Dalam hadits yang kita kaji di atas, ada dua faedah besar jika seseorang meninggalkan perkara syubhat, yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” Ini menunjukkan ada dua faedah besar di sini yaitu meninggalkan perkara syubhat dapat mensucikan (menjaga) agama kita, dan juga menjaga kehormatan kita. Dari dua faedah ini Syaikhuna, Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan, “Dari sini menunjukkan bahwa janganlah kita tergesa-gesa sampai jelas suatu perkara.” Lihat Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 106.
Syubhat Bisa Menjerumuskan dalam Keharaman
Dalam hadits di atas disebutkan, “Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang bermudah-mudahan dan seenaknya saja memilih yang ia suka padahal perkara tersebut masih samar hukumnya, maka ia bisa jadi terjerumus dalam keharaman.
Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan bahwa orang yang terjerumus dalam syubhat bisa terjatuh pada yang haram dilihat dari dua sisi: (1) barangsiapa yang tidak bertakwa pada Allah lalu ia mudah-mudahan memilih suatu yang masih syubhat (samar), itu bisa mengantarkannya pada yang haram, (2) kebanyakan orang yang terjatuh dalam syubhat, gelaplah hatinya karena hilang dari dirinya cahaya ilmu dan cahaya sifat wara’, jadinya ia terjatuh dalam keharaman  dalam keadaan ia tidak tahu. Bisa jadi ia berdosa karena sikapnya yang selalu meremehkan. Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, penjelasan Ibnu Daqiq Al ‘Ied, hal. 49.
Namun catatan yang perlu diperhatikan, sebagian orang mengatakan bahwa selama masih ada khilaf (perselisihan ulama), maka engkau boleh memilih pendapat mana saja yang engkau suka. Kami katakan, “Tidak demikian”. Khilaf ulama tidak menjadikan kita seenaknya saja memilih pendapat yang kita suka. Namun hendaknya kita pilih mana yang halal atau haram yang kita yakini. Karena jika sikap kita semacam tadi, dapat membuat kita terjatuh dalam keharaman. Lihat penjelasan yang amat baik dari Syaikh Sholih Al Fauzan dalam Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 107.
Jauhi Perkara Syubhat
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Jika perkaranya syubhat (samar), maka sepatutnya ditinggalkan. Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram, maka ia berarti telah berlepas diri. Jika ternyata halal, maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu. Karena asalnya, perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya.” (Fathul Bari, 4: 291)
Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan, “Sebagaimana pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya, maka demikian pula manusia. Ia tidak mampu mengendalikan dirinya dari terjerumus pada keharaman jika hal itu masih syubhat (hukumnya samar). Permisalan yang Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampaikan dalam hadits ini adalah permisalan yang begitu jelas dan mudah dicerna. Hadits ini menunjukkan wajibnya kita menjauhi perkara syubhat supaya tidak membuat kita terjatuh pada keharaman.” (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 108).
Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk memiliki cahaya ilmu dan sikap wara’. Wallahul muwaffiq.

Referensi:
Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H.
Fathul Bari, Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i, terbitan Darul Ma’rifah, tahun 1379 H.
Syarh Al Arba’in An Nawawiyah fiil Ahadits Ash Shohihah An Nabawiyah, Al Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan kedelapan, tahun 1423 H.
Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Penyakit Syubhat Dan Syahwat



Syaithan merupakan musuh nyata manusia. Dia selalu berusaha menjerumuskan manusia kedalam jurang kekafiran, kesesatan dan kemaksiatan. Di dalam menjalankan aksinya itu syaithan memiliki dua senjata ampuh yang telah banyak makan korban. Dua senjata itu adalah syubhat dan syahwat. Dua penyakit yang menyerang hati manusia dan merusakkan perilakunya.

Syubhat artinya samar, kabur, atau tidak jelas. Penyakit syubhat yang menimpa hati seseorang akan merusakkan ilmu dan keyakinannya. Sehingga jadilah “perkara ma’ruf menjadi samar dengan kemungkaran, maka orang tersebut tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Bahkan kemungkinan penyakit ini menguasainya sampai dia menyakini yang ma’ruf sebagai kemungkaran, yang mungkar sebagai yang ma’ruf, yang sunnah sebagai bid’ah, yang bid’ah sebagai sunnah, al-haq sebagai kebatilan, dan yang batil sebagai al-haq”. [Tazkiyatun Nufus, hal: 31, DR. Ahmad Farid]

Penyakit syubhat ini misalnya: keraguan, kemunafikan, bid’ah, kekafiran, dan kesesatan lainnya.

Syahwat artinya selera, nafsu, keinginan, atau kecintaan. Sedangkan fitnah syahwat (penyakit mengikuti syahwat) adalah mengikuti apa-apa yang disenangi oleh hati/nafsu yang keluar dari batasan syari’at.

Fitnah syahwat ini akan menyebabkan kerusakan niat, kehendak, dan perbuatan orang yang tertimpa penyakit ini.

Penyakit syahwat ini misalnya: rakus terhadap harta, tamak terhadap kekuasaan, ingin populer, mencari pujian, suka perkara-perkara keji, zina, dan berbagai kemaksiatan lainnya.

KEKHAWATIRAN RASULULLAH TERHADAP PENYAKIT SYUBHAT DAN SYAHWAT
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan fitnah (kesesatan) syahwat dan fitnah syubhat terhadap umatnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ

Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan. [HR. Ahmad dari Abu Barzah Al-Aslami. Dishahihkan oleh Syaikh Badrul Badr di dalam ta’liq Kasyful Kurbah, hal: 21]

Syahwat mengikuti nafsu perut dan kemaluan adalah fitnah syahwat, sedangkan fitnah-fitnah yang menyesatkan adalah fitnah syubhat.

Kedua fitnah ini sesungguhnya juga telah menimpa orang-orang zaman dahulu dan telah membinasakan mereka. Allah berfirman.

كَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالاً وَأَوْلاَدًا فَاسْتَمْتَعُوا بِخَلاَقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُم بِخَلاَقِكُمْ كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِن قَبْلِكُم بِخَلاَقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا أَوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

(Keadaan kamu hai orang-oang munafik dan musyirikin adalah) seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah nikmati bagianmu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagian mereka, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu, amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi. [At Taibah :69]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Allah menggabungkan antara “menikmati bagian” dengan “mempercakapkan (hal yang batil)”, karena kerusakan agama itu kemungkinan:

• terjadi pada keyakinan yang batil dan mempercakapkannya (hal yang batil)
• atau terjadi pada amalan yang menyelisihi i’tiqad yang haq.

Yang pertama adalah bid’ah-bid’ah dan semacamnya. Yang kedua adalah amalan-amalan yang fasiq. Yang pertama dari sisi syubhat-syubhat. Yang kedua dari sisi syahwat-syahwat.

Oleh karena itulah Salafush Shalih dahulu menyatakan: “Waspadalah kamu dari dua jenis manusia: Pengikut hawa-nafsu yang telah disesatkan oleh hawa-nafsunya (inilah fitnah syubhat-pen), pemburu dunia yang telah dibutakan oleh dunianya (ini fitnah syahwat-pen)”.

Mereka juga menyatakan: “Waspadailah kesesatan orang ‘alim (ahli ilmu) yang durhaka (karena terkena fitnah syahwat-pen), dan kesesatan ‘abid (ahli ibadah) yang bodoh (karena terkena fitnah syubhat-pen), karena kesesatan keduanya itu merupakan kesesatan tiap-tiap orang yang tersesat.”

Maka yang itu (orang ‘alim yang durhaka) menyerupai (orang-orang Yahudi) yang dimurkai, orang-orang yang mengetahui al-haq, tetapi tidak mengikutinya. Sedangkan yang ini (‘abid yang bodoh) menyerupai (orang-orang Nashara) yang sesat, orang-orang yang beramal tanpa ilmu.” [Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 55, tahqiq Syaikh Khalid Abdul Lathif As-Sab’ Al-‘Alami]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata: “Firman Allah Azza wa Jalla : “kamu telah nikmati bagianmu” mengisyaratkan pada mengikuti hawa-nafsu syahwat, ini merupakan penyakit para pelaku maksiat. Dan firman Allah: “Dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya” mengisyaratkan pada mengikuti syubhat-syubhat, ini merupakan penyakit para pelaku bid’ah, pengikut hawa-nafsu, dan perdebatan-perdebatan. Dan sangat sering keduanya (penyakit itu) berkumpul. Maka jarang engkau dapati orang yang aqidahnya ada kerusakan, kecuali hal itu nampak pada lahiriyahnya.” [Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 55]

JENIS-JENIS FITNAH SYUBHAT
1. Di antara fitnah syubhat terbesar adalah kekafiran. Karena sesungguhnya orang-orang kafir itu berada di dalam kesesatan tetapi mereka menyangka berada di atas kebenaran dan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً {103} الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا {104} أُوْلَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالَهُمْ فَلاَنُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا {105}

Katakanlah:"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya". Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. [Al Kahfi : 103 - 105]

Lihatlah orang-orang kafir tersebut! Amalan mereka terhapus dan sia-sia, tetapi mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya!! Alangkah ruginya mereka!!!

2. Di antara fitnah syubhat yang tak kalah dahsyat adalah kemunafikan.
Simaklah firman Allah Azza wa Jalla.

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضُُ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذّابٌ أَلِيمُ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ {10} وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ {11}

Dalam hati mereka (orang-orang munafik) ada penyakit (syubhat; keraguan), lalu Allah menambah penyakit itu; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi," mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." [Al Baqarah : 10-11]

Perhatikanlah orang-orang munafik ini, mereka nyata-nyata berbuat kerusakan, tetapi mereka menyangka mengadakan perbaikan!

3. Di antara bentuk fitnah syubhat yang lain adalah fitnah bid’ah dan mengikuti hawa-nafsu. Fitnah ini menyebabkan umat terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.

Imam Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata: “Adapun fitnah syubuhat (syubhat-syubhat), maka telah diriwayatkan dari Nabi dengan banyak jalan bahwa umat beliau akan berpecah-belah menjadi lebih dari 70 kelompok, sesuai dengan perbedaan riwayat-riwayat jumlah kelebihan dari 70 (yang shahih dan terpilih 73 kelompok-pen), dan bahwa seluruh kelompok tersebut di dalam neraka kecuali satu saja, yaitu kelompok yang berada di atas apa yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya ada padanya”. [Kasyful Kurbah, hal: 19]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ

Ketahuilah, sesungguhnya Ahlul Kitab sebelum kamu telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-belah menjadi 73 agama. 72 di dalam neraka, dan sati di dalam sorga, yaitu Al-Jama’ah. (Di dalam hadits Ibnu ‘Amr dan Yahya ada tambahan:) Dan sesungguhnya akan muncul beberapa kaum dari kalangan umatku yang hawa-nafsu menjalar pada mereka sebagaimana virus rabies menjalar pada tubuh penderitanya. Tidak tersisa satu urat dan persendian kecuali sudah dijalarinya. [HR. Abu Dawud, Ahmad, Darimi, Ibnu Abi Ashim. Al-Hakim, dan lainnya. Dishahihkan oleh Al-Hakim, disetujui Adz-Dzahabi, juga Syeikh Al-Albani di dalam Dzilalul Jannah I/7]

Perhatikanlah firqah-firqah yang ada di kalangan umat Islam ini, mereka semua mengaku di atas al-haq, sedangkan mereka saling menyatakan sesat terhadap kelompok yang lain. Alangkah besarnya syubhat yang ditanamkan syaithan ini!

JENIS-JENIS FITNAH SYAHWAT
Macam-macam fitnah syahwat ini sumbernya terangkum dalam “kenikmatan kehidupan dunia” sebagaimana Allah Azza wa Jalla firmankan:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ {14}

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). [Ali Imran :14]

Maka di antara fitnah syahwat adalah:
a). Fitnah Wanita.
Inilah fitnah pertama dan terbesar serta paling berbahaya bagi laki-laki! Rasulullah sudah memperingatkan hal ini di dalam sabda beliau:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Tidaklah aku menginggalkan fitnah, setelah aku (wafat), yang lebioh berbahaya terhadap laki-laki daripada wanita. [HR. Bukhari no: 5096, Muslim no: 2740, dan lainnya, dari Usamah bin Zaid]

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari hadits ini dengan perkataan: “Hadits ini menunjukkan bahwa fitnah yang disebabkan wanita merupakan fitnah terbesar daripada fitnah lainnya. Hal itu dikuatkan firman Allah: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita…” (Ali-Imran:14), yang Allah menjadikan wanita termasuk “hubbu syahawat” (kecintaan perkara-perkara yang diingini), bahkan Dia menyebutkannya pertama sebelum jenis-jenis yang lain sebagai isyarat bahwa wanita-wanita merupakan pokok hal itu”. [Fathul Bari]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Kebanyakan yang merusakkan kekuasaan dan negara adalah mentaati para wanita”. [Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, hal: 25

Merealisasikan tauhid secara keseluruhan dan bergantung secara penuh kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.


  • Inilah jalan terbaik untuk keluar dari seluruh kesulitan di dunia dan kerugian di akhirat. Karena itulah Allah menciptakan makhluk, mengutus utusan dan menurunkan Al Kitab (al-Qur’an). Beribadah kepada Allah berarti pengabdian secara total dan kecintaan yang tulus kepada Allah yang mengandung ketaatan dan ketundukan kepada-Nya.
    Allah tidak rela kecuali pengabdian yang seperti itu, sebagaimana firman Allah:
    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
    “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyat: 56).
    Dan bagian dari ibadah hati adalah mahabbah (mencintai) Allah secara sempurna. Maka barangsiapa memalingkan sedikit saja kecintaan tersebut dari Allah maka dia telah kafir, sebab Allah berfirman:
    وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ) )
    “Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: “Jika kamu memperse-kutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az Zumar 65).
    Bahkan surga diharamkan baginya, seperti firman Allah:
    إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ))
    “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga.” (Al Maidah: 72).
    Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
    مَنْ تَعَلّقَ شَيْئًا وُكِّلَ إِلَيْهِ.
    “Barangsiapa menggantungkan sesuatu maka ia akan bergantung kepadanya.”
    Wahai remaja putri yang telah terjangkit penyakit kagum dan telah mengakar dalam jiwa, sebenarnya kamu memiliki teladan dan idola sejati, seorang nabi mulia yang telah diuji oleh Allah dengan tidak dikaruniai anak dalam waktu yang lama, maka beliau terus berdoa memohon kepada Allah agar dikaruniai anak, maka Allah mengabulkannya. Karena terlalu cintanya kepada anak yang menyebabkan beliau bergantung kepadanya, maka Allah subhanahu wata’aala menguji kecintaan tersebut dengan diperintahkan untuk menyembelih anaknya agar kecintaan kepada kekasih utamanya yaitu Allah menjadi tulus. Perintah menyembelih anak merupakan ujian berat dan cobaan besar yang harus dilaksanakan oleh Ibrahim alaihis salam, bukan hanya sekedar ujian menyembelih anak akan tetapi menyembelih ketergantungan hati kepada kecintaan terhadap anak agar hati Ibrahim hanya murni bergantung kepada Allah. Setelah Nabi Ibrahim khalilullah bersegera memenuhi panggilan Allah dan mendahulukan cinta Allah daripada cinta anak, maka tujuan utamanya tercapai dan penyembelihan diganti Allah dengan sembelihan kibas (domba) yang sangat besar, sebagaimana firman Allah:
    “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab:”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar.” (As Shaffaat: 102-107).
    Wahai remaja putri yang sedang kagum kepada seorang idola dan figur yang terfitnah, sebenarnya ada figur dan idola idaman dan sosok panutan yaitu nabi yang mulia Ibrahim alaihis salam, renungkanlah keutamaan tauhid dan ikhlas.
    Suatu contoh Nabi Yusuf disekap dalam fitnah besar, dengan fitnah kecintaan dan harta serta kedudukkan. Beliau mendapat rayuan dan ajakan keji dari seorang isteri raja dengan segala fasilitas yang serba lengkap, tetapi beliau berlindung dari ajakan kotor dan keji tersebut di belakang benteng yang sangat kuat, maka perhatikan bagaimana pengaruh sikap ikhlas sebagaimana firman Allah:
    وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
    “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.” (Yusuf: 24).
    Yang dimaksud dengan hamma (hendak melakukan) berasal dari bisikan dan godaan syaithan dalam jiwanya, maka lihatlah pengaruh keikhlasan pada diri Yusuf, bagaimana hal itu ternyata menjadi kunci kesuksesan sehingga ia menjadi manusia terpilih, bersih, suci dan mulia di sisi Allah dan renungkanlah bagaimana keberuntungan yang diraih Yusuf setelah keluar dari penjara akibat menolak hal yang haram.
    Jadi, barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan mengganti dengan sesuatu yang lebih baik, dengan menahan diri dari perbuatan haram maka Allah memberi karunia isteri yang shalihah dan anak-anak cucu yang salih berbahagia di dunia dan di akhirat.
    Barangsiapa mencintai seseorang lebih atau sama seperti mencintai Allah, berarti ia telah menjadikan sekutu bagi Allah, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    يَخْرُجُ عُنُقٌ مِنْ النَّار يَوْمَ القِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ تُبْصِرَانِ وَلَهُ أُذُنَانِ تَسْمَعَانِ وَلِسَانٌ يَنْطِقٌ يَقُوْلُ إِنّيِ وُكِلْتُ بِثَلاثَةٍ بِمَنْ جَعَلَ مَعَ الله إِلَهاً آخَرَ وَبِكُلِّ جَباَرٍ عَنِيْدٍ وَبِاْلمُصَوِّرِين.
    “Akan keluar dari neraka pada hari Kiamat leher ber-kepala yang memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki dua telinga yang bisa mendengar, memiliki lisan yang bisa berbicara dan berkata: Sesungguhnya aku dipasrahi mengurusi tiga orang, yaitu orang yang menyekutukan Allah dengan tuhan selain-Nya, orang yang diktator dan sombong dan orang yang suka menggambar (gambar yang bernyawa).”
  • Muraqabatullah (selalu merasa diawasi Allah).
    Terkadang Allah menunda murka-Nya dan terkadang tidak, maka hendaklah hati-hati terhadap kecemburuan Allah, seperti hadits dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    لاَ أَغْيَرَ مِنَ اللهِ تَعَالىَ.
    “Tiada yang lebih ghirah (cemburu) daripada Allah.” (dishahihkan oleh Al-Albany)
    Dan dalam sabda lain:
    أَنَّ الله لَيَغَارُ وَإِنَّ غَيْرتَهُ أَنْ تُؤتَى مَحارِمُه.
    “Sesungguhnya Allah lebih cemburu dan cemburunya Allah adalah pada saat dilanggar perkara yang diharamkan-Nya.”
    Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam :
    أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ وَاللهِ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّي وَمِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ الله حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْها ومَا بَطَنَ.
    “Adakah kalian heran terhadap ghirah (cemburunya) Sa’ad? demi Allah aku lebih pencemburu daripada dia dan Allah lebih pencemburu daripada aku oleh karena Allah cemburu maka Dia mengharamkan kekejian, baik yang zhahir maupun batin.”
    Perhatikanlah siksaan Allah yang menimpa orang-orang yang menentang perintah-Nya dan melanggar apa yang diharamkan-Nya, sebagaimana firman Allah:
    وَلَقَدْ رَاوَدُوهُ عَن ضَيْفِهِ فَطَمَسْنَآ أَعْيُنَهُمْ فَذُوقُواْ عَذَابِى وَنُذُرِ . وَلَقَدْ صَبَّحَهُم بُكْرَةً عَذَابٌ مُّسْتَقِرٌّ
    “Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa adzab yang kekal.” (Al Qamar: 37-38).
    Oleh sebab itu malaikat membawa dua perintah kepada Nabi Luth ‘alaihis salam, hendaklah membawa pergi keluarganya pada akhir malam dan tidak boleh seorang pun dari mereka menoleh tatkala mendengar suara adzab Allah menimpa kaumnya, maka Allah berfirman:
    فَلَمَّا جَآءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عاليها سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنْضُودٍ . مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ وَمَا هِىَ مِنَ الظالمين بِبَعِيدٍ
    “Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zhalim.” (Huud: 82-83)
    Imam Ibnu Katsir rahimahullah menuturkan bahwa Jibril menjebol bumi dengan salah satu sayapnya dan bumi yang terkoyak hancur sebanyak tujuh kota beserta manusia dan berbagai macam hewan-hewannya. Perhatikanlah pengaruh dan akibat buruk yang ditimbulkan oleh maksiat; membuat beberapa kota dan tempat tinggal hancur berantakan, suara jeritan dan ratapan tangis sampai ke langit hingga para malaikat mendengar suara ayam, anjing dan yang lain sedang menjerit histeris, kemudian Allah membalik permukaan bumi. Imam Mujahid berkata bahwa yang pertama kali hancur berantakan adalah balkon mereka lalu Allah menurunkan hujan batu dari langit yang panas membara siap membakar datang bertubi-tubi dan masing-masing batu tertulis nama pemiliknya dan batu itu menghantam kepala mereka hingga hancur. Setelah itu Allah mengubah daerah itu menjadi danau luas yang berbau busuk, airnya dan apa yang ada di sekitarnya tidak bermanfaat dan tanaman tidak bisa tumbuh serta hewan tidak bisa hidup di tempat tersebut begitu pula perahu tidak bisa berlabuh di danau itu, sehingga tempat tersebut menjadi peringatan, pelajaran dan tanda-tanda kebesaran serta kekuasaan Allah serta betapa hebatnya siksaan Allah bagi orang yang menentang perintah-Nya.
    Begitu juga siksaan Allah yang hebat akan menimpa orang-orang yang menentang dan melanggar apa yang diharamkan Allah, yaitu akan muncul berbagai wabah dan penyakit yang belum pernah menimpa umat-umat terdahulu, sebagaimana dalam riwayat hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    خَمْسُ خِصَالٍ إنِ ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَنَزَلَتْ بِكُمْ وَأَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ لَمْ تَظْهَرِ الفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطٌ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إلاَّ فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمْ … الحديث.
    “Lima bencana yang akan menguji kalian dan pasti akan turun kepada kalian, aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak menemuinya, tidaklah perzinahan merajalela dalam suatu kaum dan mereka lakukan terang-terangan melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka berbagai tha’un dan wabah penyakit yang tidak pernah menimpa pada umat terdahulu.”
    Imam Ibnu Katsir rahimahullah menuturkan riwayat dalam tafsirnya dari Ubay bin Ka’ab berkata; “Aku telah mendengar beberapa perkara yang akan terjadi pada umat ini saat mendekati hari Kiamat antara lain, wanita menikah dengan wanita padahal itu termasuk perbuatan haram yang paling dimurkai Allah dan Rasul-Nya, shalat mereka tidak dianggap selagi masih melakukan perbuatan itu hingga bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”.
  • Sibuk dengan amal shalih.
    Di antara cara mengobati penyakit kagum adalah menyibukkan diri dengan ibadah sebagaimana tujuan Allah menciptakan manusia untuk beribadah dan taat kepada Allah serta meninggalkan seluruh apa yang menjadi larangan-Nya. Allah berfirman:
    والذين جاهدوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ الله لَمَعَ المحسنين
    Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69).
    Dan Allah berfirman:
    واعبد رَبَّكَ حتى يَأْتِيَكَ اليقين
    “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al Hijr: 99).
    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda bahwa Allah berfirman:
    إذَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِيْ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وإذَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وإذَا أتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً.
    “Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku satu jengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa dan bila ia mendatangi (perintah)-Ku dengan berjalan biasa maka Aku akan mendatanginya dengan lari-lari kecil.”
    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.
    ”Mayit akan dihantarkan oleh tiga perkara, dihantarkan keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka dua perkara akan kembali dan yang ikut menetap bersamanya hanya satu; keluarga dan hartanya akan kembali dan amalnya akan tetap bersamanya.”
    حافظوا عَلَى الصلوات والصلاوة ا لْوُسْطَى
    Amalan yang paling penting setelah tauhid adalah shalat, oleh karena itu Allah berfirman:
    “Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wustha.” (Al Baqarah: 238).
    Dan Allah berfirman:
    إِنَّ الصلاة تنهى عَنِ الفحشاء والمنكر
    “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al Ankabuut: 45).
    Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata “Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam amal apa yang paling utama? Beliau bersabda, “Shalat pada waktunya”.
    Dan juga sabda beliau kepadanya:
    عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُجُوْدِ فَإِنَّكَ لَنْ تَسْجُدَ للهِ سَجْدَةً إلاَّ رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً وحُطَّ عَنْكَ خَطِيْئَةً.
    “Perbanyaklah kamu bersujud, sesungguhnya tidaklah kamu bersujud kepada Allah sekali saja melainkan Allah akan mengangkatmu dengannya satu derajat dan menghapus darimu satu kesalahan.”
    Berusahalah untuk selalu qiyamul lail, karena Allah berfirman:
    تتجافى جُنُوبُهُمْ عَنِ المضاجع يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعًا
    “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya, dengan rasa takut dan harap.” (As Sajdah 16).
    Dan Allah juga berfirman:
    كَانُواْ قَلِيلاً مّن اليل مَا يَهْجَعُون
    “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” (Adz Dzariyaat: 17).
    Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوْا السَّلاَمَ وأَطْعِمُوْا الطَعَامَ وصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوْا اْلجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
    “Wahai manusia sebarkanlah salam, berilah makan (kepada fakir miskin) dan shalatlah pada malam hari sementara orang-orang sedang terlelap tidur maka kalian akan masuk Surga dengan selamat.”
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمضَانَ شَهْرُ اللهِ اْلمُحَرَّمُ وأَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ.
    “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulannya Allah yaitu Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat pada malam hari.”
    Dari Abu Said Al Khudhri radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ إلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذَلِكَ اليَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفَا.
    “Tiadalah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari Neraka tujuh puluh tahun karena puasa seharinya tersebut.”
    Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    صَوْمُ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ.
    “Puasa tiga hari setiap bulan sama halnya puasa satu tahun penuh.”
    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ يُكْتَبْ لَهُ شَيْءٌ فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ عَلَيْهِ سَيَّئَةٌ وَاحِدَةٌ.
    “Barangsiapa hendak melakukan satu kebaikan tapi belum dikerjakan, maka akan dicatat baginya satu kebaikan dan bila dikerjakan maka dicatat baginya sepuluh kebaikan. Dan barangsiapa hendak melakukan satu keburukan tapi belum dikerjakan maka tidak dicatat baginya suatu apapun dan bila dikerjakan maka akan dicatat baginya satu kejelekan.”
    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda bahwasanya Allah berfirman:
    مَنْ آذَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ اسْتَحَلَّ مُحَارَبَتِي وَمَا تَقَرَّب إِليَّ عَبْدِي بِمِثْلِ أدَاءِ فَرِيْضَتِي وإنَّ عَبْدِي لَيَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ عَيْنُهُ الَّتِي يُبْصِرُ بِهَا وَيَدُهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا ورِجْلُهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَفُؤَادُهُ الَّذِي عَقَلَ بِهِ وَلِسَانُهُ الَّذِي يَتَكَلَّمُ بِهِ وَإِنْ دَعَانِي أَجَبْتُهُ وَإِنْ سَأَلَنِي أَعْطَيْتُهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ مَوْتِهِ وَذَلِكَ أَنَهُّ يَكْرَهُ المَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مُسَاءَتَهُ.
    “Barangsiapa menyakiti wali-Ku maka ia telah menghalalkan perang dengan-Ku dan tiadalah taqarrub seorang hamba-Ku sepadan dengan menunaikan kewajiban-Ku. Sesungguhnya seorang hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan perkara yang nafilah hingga Aku akan mencintainya, bila Aku mencintainya maka Aku sebagai matanya tatkala melihat, sebagai tangannya pada saat memegang, sebagai kakinya pada saat berjalan, sebagai hatinya pada saat berfikir dan Aku sebagai lisannya pada saat berbicara. Bila dia berdoa maka Aku akan kabulkan dan bila meminta Aku akan memberinya, Aku tidak ragu-ragu dari melakukan sesuatu yang aku sendiri melakukannya seperti keragu-raguan-Ku dari mematikannya, sebab dia benci dari kematian dan Aku pun tidak mau mengganggunya.”
    Amalan baik selanjutnya adalah membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah, karena Allah berfirman:
    قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدًى وَشِفَاءٌ
    “Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (Fushshilaat: 44).
    Dan Allah berfirman:
    وَنُنَزّلُ مِنَ القرءان مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظالمين إَلاَّ خَسَارًا
    “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (Al Israa’: 82).
    Diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    اِقْرَأُوا الْقُرْآنَ فإِنَّه يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابهِ.
    “Bacalah kamu sekalian Al-Qur’an karena sesungguhnya ia datang di hari kiamat memberikan syafaat kepada pembacanya.”
    Dari Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    يُؤْتَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالقُرْآنِ وأَهْلِهِ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ بِهِ فِي الدُّنْيَا تُقَدِّمُهُ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ تَحَاجَّانِ عَنْ صَاحِبِهِمَا.
    “Didatangkan pada hari Kiamat dengan Al-Qur’an dan ahlinya yang selalu mengamalkan di dunia, maka majulah surat Al Baqarah dan Ali Imran membela para ahlinya.”
    Dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam mengabarkan tentang surat yang paling agung dan beliau bersabda:
    الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ الْفَاتِحَةُ وَهِيَ السَّبْعُ اْلمَثَانِي وَالقُرْآنُ الْعَظِيْمُ الَّذِي أُوْتِيْتُهُ.
    “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, surat Al Fatihah adalah sab’ul matsani dan Al-Qur’anul Adzim yang telah diberikan kepadaku dengannya.”
    Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Tahukah kamu ayat-ayat yang turun pada malam hari ini tidak ada yang sepadan dengannya sama sekali, (yaitu) Qul a’udzu birabbil falaq dan Qul a’udzu birabbin naas.”
    Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al Badri radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    مَنْ قَرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سَوْرَةِ البَقَرَةِ كَفَتَاهُ.
    “Barangsiapa membaca dua ayat dari akhir surat Al Baqarah maka cukuplah baginya.”
    Yaitu dicukupkan dari hal-hal yang di benci pada malam itu atau di cukupkan dari Qiyamul lail.
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    لاَ تَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إنَّ الشَيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ البَقَرَةِ وَأَخْذُهَا بَرَكَةٌ وتَرْكُهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيْعُهَا الْبَطَلَةُ.
    “Janganlah jadikan rumah kalian laksana kuburan, karena syaithan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al Baqarah karena mengambilnya suatu keberkahan dan meninggalkan suatu kerugian serta syaithan tidak mampu menembusnya.”
    Hendaklah kamu menyibukkan diri dengan dzikrullah karena dzikir merupakan modal utama untuk mengusir syaithan, sebab penyakit batin yang kamu derita saat sekarang hanya imbas dari makar dan tipu daya syaithan terhadapmu agar kamu lalai dari dzikir kepada Allah dan tidak ada yang mampu mengusir syaithan kecuali dzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an, karena Allah berfirman:
    فاذكرونى أَذْكُرْكُمْ
    “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Al Baqarah: 152).
    Dan Allah berfirman:
    وَلَذِكْرُ الله أَكْبَرُ
    “Dan sesungguhnya mengingat Allah (Shalat) adalah lebih besar.” (Al Ankabuut: 45).
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ فيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عِدْلُ عَشْرِ رِِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ ومُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزاً مِنَ الشَيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ إلاَّ رَجُلٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْهُ.
    “Barangsiapa membaca : “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan pujian, Dialah Maha kuasa atas segala sesuatu”, dalam satu hari seratus kali maka baginya seperti membebaskan sepuluh orang budak, ditulis baginya seratus kebaikan dan dihapuskan darinya seratus keburukan serta baginya akan mendapat perlindungan dari syaithan pada hari itu hingga sore hari, dan tiada seorangpun yang membawa pahala lebih baik kecuali orang yang melakukan lebih banyak darinya.”
  • Menjaga semua indra dari apa yang diharamkan oleh Allah.
    Karena Allah berfirman:
    حتى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وأبصارهم وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ .
    وَقَالُواْ لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا قَالُواْ أَنطَقَنَا الله الذى أَنطَقَ كُلَّ شَىْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
    “Sehingga apabila mereka sampai ke Neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab, “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Fushshilaat 20-21).
    Dan Allah berfirman:
    وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السمع والبصر والفؤاد كُلُّ أولئك كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
    “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al Israa’: 36).
    Dan Allah berfirman:
    وَقُل للمؤمنات يَغْضُضْنَ مِنْ أبصارهن وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
    “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya’.” (An Nur: 31).
    Tidak diragukan lagi bahwa yang menjadi penyebab utama segala macam bencana adalah pendengaran dan penglihatan sebagai bias dari pencemaran hati yang sakit kemudian timbul fitnah, semoga Allah melindungi kita. Mendengar suara yang haram baik berupa musik, nyanyian atau syair-syair gila dan murahan bisa membuat hati sakit sehingga akan menjadi mangsa segala macam ketergantungan yang diharamkan.
    Ibnu Qayyim berkata, “Di antara tipu daya dan jeratan iblis atas orang yang memiliki bagian sedikit dari ilmu, kepahaman dan kesadaran agama, hati orang-orang bodoh dan ahli kebatilan, adalah ketertarikan dan kegemaran mendengar suara tepuk tangan dan siulan serta nyanyian dengan alat musik yang diharamkan yang bertujuan untuk memalingkan hati dari Al-Qur’an sehingga menjadi terlena dan terbiasa dengan kefasikan dan kemaksiatan. Musik merupakan qur’an syaithan yang menghalangi dari kenikmatan membaca Al-Qur’an dan musik hanya jampi-jampi untuk membangkitkan perbuatan kaum Luth dan zina.”
    Maka bacalah kitab Al-Adillah minal Kitab was Sunnah fi Hurmatil Aghani wal Malahi karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, yang tidak mungkin dijelaskan secara rinci dalam kitab ini. Begitu juga wajib menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan bagaimanapun bentuknya sebab dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    كُتِبَ عَلَى ابْنِْ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالقَلْبُ يَهْوِيْ وَيَتَمَّنَى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ.
    “Setiap anak Adam pasti mendapat bagian dari zina yang tidak terelakkan, kedua mata berzina dan zinanya adalah memandang, kedua telinga berzina dan zinanya adalah mendengar, lisan berzina dan zinanya adalah berbicara, tangan dan zinanya adalah memegang, kaki dan zinanya adalah berjalan dan hati berkeinginan dan berangan-angan lalu kemaluan membenarkan atau mendustakan itu.”
  • Memutuskan hubungan dengan teman buruk.
    Masing-masing orang memiliki akhlak dan latar belakang hidup serta pemahaman yang beraneka ragam, di antara mereka ada yang mempunyai akhlak buruk dan pribadinya terjerumus dalam kubangan lumpur syahwat dan kelezatan dunia semata, tiada mengenal dalam kehidupannya kecuali hanya untuk melampiaskan syahwat dan birahi sehingga mereka tidak bisa diharapkan untuk memberi kebaikan dan kemanfaatan kepada masyarakat. Bahkan masyarakat merasa aman dan tenteram bila jauh dan tidak tergantung kepada mereka.
    Allah berfirman:
    وَيَوْمَ يَعَضُّ الظالم على يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِى اتخذت مَعَ الرسول سَبِيلاً . يا وَيْلَتَا لَيْتَنِى لَمْ أَتَّخِذْ فُلاَناً خَلِيلاً . لَّقَدْ أَضَلَّنِى عَنِ الذكر بَعْدَ إِذْ جآءَنِى وَكَانَ الشيطان للإنسان خَذُولاً
    “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia.” (AlFurqan 27-29).
    Dan firman Allah:
    وَلاَ تَرْكَنُواْ إِلَى الذين ظَلَمُواْ فَتَمَسَّكُمُ النار وَمَا لَكُمْ مِّن دُونِ الله مِنْ أَوْلِيآءَ ثُمَّ لاَ تُنصَرُونَ
    “Dan kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (Huud: 113).
    Nabi shallallahu ‘alahi wasallam juga bersabda:
    الرَّجُلُ عَلَي دِيْنِ خَلِيْلهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
    “Seseorang sangat tergantung agama temannya maka lihatlah di antara kamu sekalian siapa orang yang menjadi temannya.”
    إِنَّمَا الْجَلِيْسُ الصَّالِحُ وَالْجَلِيْسُ السُّوْءُ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِحِ الْكِيْرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أنْ يُهْدِيَكَ وَإِماَّ أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً ونَافِخُ الكِيْرِ إمَّا أنْ يَحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإمَّا أنْ تَجِدَ رِيْحًا خَبِيْثَةً.
    “Perumpamaan teman baik dengan teman buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan tukang pandai besi, maka penjual minyak wangi terkadang memberi hadiah kepadamu atau kamu membeli minyak darinya atau kamu mendapat aroma semerbak darinya, dan tukang pandai besi mungkin menjadikan pakaianmu terbakar atau kamu akan mendapatkan darinya bau yang tidak sedap.”
    Maka renungkanlah dampak pergaulan dengan teman yang buruk, karena mereka mampu merusak aqidah. Tidak hanya terjatuh dalam kubangan maksiat, seorang teman bahkan bisa jadi membuat seseorang kekal di Neraka. Suatu contoh Uqbah bin Abu Muith, sangat sering duduk bersama Rasul tetapi dia tidak mengganggu beliau sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang kafir Quraisy sehingga sebagian orang Quraisy menyangka bahwa dia telah masuk Islam. Dia mempunyai teman di daerah Syam, setelah teman tersebut mengajaknya maka sikapnya berubah memusuhi Rasulullah hingga sampai pada kondisi yang sangat buruk, maka akhirnya dia terbunuh pada waktu perang Badar dalam keadaan kafir. Begitu juga Abu Thalib pada saat menghadapi ajal tiba Rasulullah mencoba mengajari tauhid sementara dua temannya, yaitu Abu Jahal dan Abu Umaiyah berada di samping kepalanya membimbing kalimat kekafiran akhirnya mati dalam keadaan kafir.
  • Bersegera menikah.
    Setiap remaja muslimah hendaknya mempunyai gairah dan semangat untuk segera menikah karena menikah bisa membawa banyak kemaslahatan agama dan dunia, antara lain menjaga harga diri dan kesehatan badan serta lahirnya generasi sehingga Allah telah menjunjung kehidupan orang-orang mukmin dalam firman:
    والذين يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أزواجنا وذرياتنا قُرَّةِ أَعْيُنٍ واجعلنا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
    “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anu-gerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Furqan 74).
    Nabi juga bersabda:
    يَا مَعْشَرَ الشَبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإنَّهُ أَغَضُّ للبَصَرِ وأَحْصَنُ للفَرَجِ.
    “Wahai para pemuda barangsiapa di antara kalian mampu menikah, maka hendaklah menikah karena sesungguhnya nikah itu bisa lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.”
    Dan Nabi bersabda:
    إذَا أتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ إلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ.
    “Jika telah datang seorang laki-laki kepada kalian (para wali) yang kamu telah ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia (dengan putrimu) bila tidak maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang berat.”
    Para wanita yang enggan menikah karena sibuk belajar atau sibuk dengan masalah lain, dalam realitas hidup merupakan orang yang paling merugi dan paling bernasib buruk di dunia serta paling riskan terhadap fitnah sehingga terkadang muncul tidak bergairah lagi untuk menikah pada akhirnya dia hidup dalam kesunyian, kehampaan dan sebatang kara sehingga lupa sama sekali berfikir untuk menikah. Pada saat itu dia terhalang dari nikmat, sebagaimana hadits Rasulullah:
    إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ …. منها وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
    “Jika anak Adam meninggal maka terputus amalnya kecuali dari tiga… di antaranya, anak salih yang mendoakan kepadanya.”
    Maka hendaklah merenungkan dan mengenal hakekat dan alasan dalam hadits di atas. dan bahwasannya apa yang saudari rasakan berupa gejolak yang ada di dalam jiwa tidak lain kecuali fitnah, sedangkan Allah berfirman:
    والفتنة أَشَدُّ مِنَ القتل
    “Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan.” (Al Baqarah 191).
    dan firman Allah:
    والفتنة أَكْبَرُ مِنَ القتل
    “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh.” (AlBaqarah 217).
    Imam Ahmad telah menafsiri ayat di atas dengan makna syirik, tetapi manusia yang paling terhormat adalah ibu, dialah orang yang paling berhak dihormati, mungkinkah bisa diterima akal sehat seorang ibu yang terhormat bisa ditukar dengan wanita jalanan, wanita yang berada di tempat maksiat, wanita yang selalu beradu pandang dengan laki-laki hidung belang dan ibu yang selalu diganggu oleh tulisan surat dan deringan telpon. Jikalau kita mengetahui ada seorang wanita yang melakukan hal itu maka kita akan memandang dengan penuh kerendahan dan kehinaan bahkan kita anggap wanita murahan lagi rendah akalnya.
    Padahal ibu adalah orang yang paling berhak mendapat penghormatan dan kasih sayang bahkan Allah memerintahkan agar kita mencurahkan kasih sayang dan penghormatan kepada ibu bahkan hal itu termasuk bagian dari ibadah.
    Oleh sebab itu bagaimana mengungkapkan kekaguman kepada orang yang kita sayangi, kita cintai secara berlebihan hingga membuat lalai untuk mencintai orang yang berhak mendapat curahan kasih sayang yang paling besar setelah Allah. Wahai saudariku, ketahuilah semoga kamu diberkahi Allah, sesungguhnya syaithan tidak mungkin menggoda manusia secara langsung dengan kekafiran bahkan godaan itu secara bertahap suatu contoh mencintai sesuatu yang berawal dengan penuh keterpaksaan lalu berubah menjadi terpaksa harus melayani balasan cinta hingga akhirnya tergantung kepada orang yang dicintai kemudian cinta untuk melebihi cintanya kepada Allah sebagaimana Allah berfirman:
    وَمِنَ الناس مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ الله أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ الله
    “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (Al Baqarah 165).
    Saya tidak ingin mengotori pikiran anda dengan beberapa ungkapan yang ditulis oleh sebagian para pengagum idola yang penuh dengan muatan nilai syirik kepada Allah dan semoga Allah melindungi kita sebagaimana firman Allah:
    رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
    “Ya Tuhan kami janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (Al Imran 8).
  • Takut meninggal dalam keadaan su’ul khatimah.
    Dari Jabir berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى ما مَاتَ عَلَيْهِ.
    “Seorang hamba dibangkitkan di atas amal pada waktu kematian.”
    Ibnu Qayyim berkata: “Sangat jauh kemungkinan orang yang su’ul khatimah untuk bisa masuk Surga karena demikian itu merupakan sanksi atas perbuatan buruknya. Allah akan menjatuhkan sanksi atas keburukan dengan keburukan pula sehingga sanksi semakin berlipat ganda sebagaimana orang baik akan mendapat balasan kebaikannya pula. Jika kita mau memperhatikan kondisi kebanyakan orang (yang perangainya buruk) pada saat menghadapi kematian, ia terhalang dari khusnul khatimah sebagai sanksi atas perbuatan buruknya”.
    Kemudian beliau menyebutkan beberapa contoh su’ul khatimah antara lain:
    Diceritakan bahwa di Mesir ada seorang pemuda yang selalu rajin pergi ke masjid untuk adzan, iqamah dan shalat, padanya ada pancaran sinar ketaatan dan ibadah. Pada suatu saat seperti biasanya dia naik ke atas menara untuk adzan dan di bawah menara tersebut terdapat rumah orang Nasrani, maka iapun melongok ke arah rumah itu maka tiba-tiba terlihat olehnya seorang putri cantik anak pemilik rumah tersebut yang akhirnya dia terfitnah dengan putri pemilik rumah itu kemudian ia meninggalkan adzan dan turun lalu masuk ke rumah perempuan tadi. Maka anak perempuan itu bertanya kepadanya, “Kenapa kamu ke sini dan apa yang kamu inginkan?” Maka ia memberitahu keinginannya untuk menikah dengannya, ia berkata, “Kamu muslim.” Sementara dia adalah wanita Nasrani dan bapaknya menolaknya, maka iapun menyampaikan keinginannya untuk memeluk agama Nasrani, kemudian ia masuk Nasrani dan tinggal bersama keluarga isterinya di rumah tersebut, akhirnya pada tengah hari itu dia naik ke atap rumah lalu terjatuh dan mati.
  • Taubat dan doa.
    Allah berfirman:
    وَلَوْ يُؤَاخِذُ الله الناس بِظُلْمِهِمْ مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِن دَابَّةٍ
    “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezhalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi suatupun dari makhluk yang melata.” (An Nahl: 61).
    Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya anak burung mati di sarangnya akibat kezhaliman orang yang zhalim.”
    Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidaklah bencana turun kecuali akibat dosa dan tidaklah bencana bisa ditolak kecuali dengan taubat.”
    Ketahuilah bahwa dosa dan kezhaliman yang paling besar adalah syirik serta petaka dan bencana yang paling berbahaya adalah musibah yang menimpa aqidah. Wahai remaja puteri yang tertimpa musibah tersebut, bersegeralah taubat kepada Allah dan semoga Allah menerima taubat kita semua, janganlah menunda-nunda taubat dan janganlah berbicara “besok saya akan bertaubat” sebab banyak remaja puteri yang menunda-nunda taubat hingga kematian terlanjur menjemputnya. Kita memohon kepada Allah agar mendapat husnul khathimah, berlakulah jujur dalam niat bersama Allah dan realisasikanlah syarat taubat semoga Allah menyingkap tabir musibah dan kita memohon agar Allah memberi kepada kita semua keselamatan dan keberuntungan.
    Mohonlah pertolongan dari Allah dan lakukan berulang-ulang dalam setiap doa anda karena Allah berfirman:
    وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنّي فَإِنّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الداع إِذَا دَعَانِ
    “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (Al Baqarah 186).
    Allah berfirman:
    وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
    “Dan Tuhanmu berfirman, ”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Al Mukmin: 60).
    Dari Salman radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    لاَ يَرُدُّ القَضَاءَ إلاَّ الدُعَاءُ ولاَ يَزِيْدُ فِي العُمْرِ إلاَّ البِرُّ
    “Tidak ada yang mampu menolak putusan takdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali kebaikan.”
    Penuhilah syarat dan etika berdoa, serta carilah waktu-waktu terkabulnya doa, di antaranya di ujung setiap shalat fardhu, pada waktu sedang dikumandangkan adzan, pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu tengah malam dan akhir saat hari Jum’at. Yakinlah bahwa doa anda pasti dapat terkabulkan.
    Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    اُدْعُوا اللهَ تَعَالىَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَاِفلٍ لاَهٍ.
    “Berdoalah kamu kepada Allah ta’ala sementara kamu yakin akan dikabulkan dan ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai lagi lengah.”
    Bergembiralah pasti Allah akan mengabulkan doa anda.
  • Ingatlah dan bersiaplah menyambut kematian
    Allah berfirman:
    قُلْ إِنَّ الموت الذى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ ملاقيكم ثُمَّ تُرَدُّونَ إلى عالم الغيب والشهادة فَيُنَبّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
    “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerja-kan”. (Al Jumu’ah: 8).
    Dan Allah berfirman:
    وَلَوْ تَرَى إِذِ الظالمون فِى غَمَرَاتِ الموت والملائكة بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ
    “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu.” (Al An’aam 93).
    Syaikh Abdul Aziz bin Salman hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya iblis terlaknat telah menggoda mayit dan orang yang sedang menghadapi kematian dalam masalah dunia dan agamanya, dan telah diri-wayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam selalu berdoa:
    اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الغَرَقِ والحَرَقِ والهَدَمِ وأَعُوْذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَيْطَانُ عِنْدَ المَوْتِ.
    “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari teng-gelam, kebakaran dan tertimpa reruntuhan, dan aku berlindung kepada-Mu dari gangguan syaithan pada saat kematian.”
    Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Iblis sangat bersungguh-sungguh dalam menggoda anak Adam pada saat kematian, dia berkata kepada bala ten-taranya, “Kamu harus berhasil menggoda sekarang ini, bila tidak, maka tidak akan ada kesempatan lagi untuk menggodanya.” Pada saat itu mungkin saja iblis mampu menggoda dan menyesatkan keyakinannya atau mung-kin saja berhasil menguasainya sehingga tidak mampu bertaubat atau dihalangi keluar dari kezhaliman atau putus asa dari rahmat Allah.
    Syaithan membisikkan kepadanya. “Kamu sedang menghadapi sakaratul maut yang sangat dahsyat dan tarikan nyawa yang sangat menyakitkan.” Boleh jadi orang itu gelisah, ketakutan dam terjatuh dalam was-was dan bisikan jahat sehingga berburuk sangka kepada ketentuan Allah. Semoga kita terlindung darinya.
    Setiap wanita muslimah hendaknya paham bahwa pada saat kematian, saat keluarnya roh, saat paling kritis dan genting sehingga sangat dibutuhkan ketaba-han ddan kesabaran serta memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Hidup dan Maha Perkasa untuk bisa mengalahkan musuh terlaknat yang senan-tiasa ingin menyesatkan kita agar kembali dalam kerugian.
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
    إنَّ المُؤْمِنَ لَيُنْضِي شَيَاطِيْنَهُ كَمَا يُنْضِيَ أَحَدُكُمْ بَعِيْرَهُ فِي السَفَرِ.
    “Sesungguhnya orang mukmin membuat kurus syaithannya seperti seorang di antara kalian membuat (kurus, lelah) ontanya dalam keadaan bepergian.”
    Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cobaan paling akhir yang dihadapi oleh seorang mukmin adalah kematian.”