Kewajiban jihad tetap akan berlangsung hingga hari akhir, dan pada hari ini jihad merupakan fardhu ‘ain (kewajiban setiap muslim) menurut kemampuan masing-masing.
Namun demikian, jihad memiliki kaidah-kaidah, pedoman-pedoman, serta aturan-aturan. Hukumnya pun bisa berbeda-beda. Begitu pula dengan lawan, yang dalam jihad juga harus teridentifikasikan secara jelas. Perang dapat diarahkan kepada pihak-pihak yang menurut syari’at diperbolehkan untuk dilancarkan, bukan asal disebut musuh. Yang jelas, tidak setiap perlawanan yang dimobilisasi atau terorganisir bisa disebut jihad.
Sebagaimana amalan-amalan lain dalam Islam, jihad juga merupakan amalan syar’i, dan merupakan salah satu ibadah paling afdhal (utama). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya : “Amal perbuatan apakah yang paling afdhal?”. Beliau menjawab :”Iman kepada Allah dan RasulNya.” (Dalam riwayat Muslim, tanpa “RasulNya”). Ditanyakan lagi kepada Beliau : “Kemudian apa?”. Beliau bersabda :”Jihad di jalan Allah”. Beliau ditanya lagi : “Kemudian apa?”. Beliau bersabda : ”Haji yang mabrur”. (Muttafaq ‘Alaih)
Jika demikian halnya, maka jihad memiliki ketentuan-ketentuan yang rujukannya adalah syari’at Allah, bukan hawa nafsu, dan bukan pemaksaan kehendak dari kelompok tertentu manapun.
Jihad bukan persoalan sederhana yang hanya membutuhkan keberanian dan tidak takut mati. Jihad adalah ibadah yang memiliki konsekuensi hukum amat luas dan beresiko tinggi, bahkan bisa fatal.
Jika sasarannya orang-orang kafir saja, status mereka juga harus jelas, apakah mereka termasuk orang-orang yang boleh diperangi ataukah tidak. Sebab, pada sekelompok orang-orang kafir tersebut ada kafir harbi, kafir dzimmi atau kafir mu’ahad. Begitu juga di kalangan mereka ada wanita, anak-anak dan orang-orang lanjut usia.
Untuk menetapkan, apakah orang kafir tersebut harbi atau tidak, dan apakah peperangan kepada mereka dibenarkan atau tidak, khususnya pada zaman sekarang ini, tentu persoalannya memerlukan kajian serius dan tidak bisa digeneralisir. Apalagi jika persoalannya adalah sasaran jihad itu ditujukan kepada sekelompok kaum muslimin.
Maka dalam hal ini umat Islam pada umumnya dan mujahidin pada khususnya sangat memerlukan bimbingan para ulama yang shalih dan terkenal kelurusannya, bukan tokoh-tokoh yang berhaluan Khawarij, Murji’ah atau Mu’tazilah, atau orang-orang majhul yang belum dikenal keilmuannya dan belum diketahui kelurusan akidah dan manhajnya.
Dan hari ini dalam kancah jihad Syam, kaum muslimin dibuat bingung oleh perselisihan yang terjadi di kalangan mujahidin, khususnya perselisihan antara jamaah Daulah Islam Iraq dan Syam (ISIS) dengan jamaah-jamaah mujahidin lainnya. Padahal mereka masih memiliki para ulama yang tsiqah (terpercaya), yang bersih aqidahnya, lurus manhajnya, dan nyata amalnya serta ilmunya menjadi rujukan bagi kaum muslim di berbagai belahan dunia.
Maka kami bawakan disini sedikit perkataan mereka, untuk menjadi penerang ditengah gelapnya kezhaliman. Diantara mereka adalah Syaikh Ayman Az-Zhawahiri, Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi, Syaikh Abu Qatadah Al-Fillisthini, Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-’Ulwan, Syaikh Abu Bashir Ath-Thurtusi, dan Syaikh Abdul Aziz At-Thuraifi. Selamat menyimak…
![]() |
Syaikh Ayman Az-Zhawahiri |
“Daulah Iislam Iraq dan Syam dihapus dan Al-Baghdadi kembali ke Iraq. Tanzhim-tanzhim jihad di bumi Syam adalah saudara-saudara kami yg mana kami tidak rela mereka digelari “murtad, kafir dan keluar dari islam”. Dan kalian mengetahui bahwa kami telah mengajak, dan akan terus mengajak semua faksi jihad untuk mengupayakan tegaknya pemerintahan Islam di Syam bumi ribath, dan memilih orang yang pada dirinya terpenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai penguasa mereka, dan pilihan mereka adalah pilihan kami, dan kita tidak menghendaki ada seseorang yg memaksakan dirinya (jadi penguasa) bagi mereka karena kita sedang berusaha mengembalikan khilafah rasyidah”. -Syaikh Ayman Az-Zhawahiri
![]() |
Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi |
![]() |
Syaikh Abu Qatadah Al-Fillisthin |
![]() |
Syaikh Abu Bashir Ath-Thurthusi |
![]() |
Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-‘Ulwan |
![]() |
Syaikh Abdul Aziz Ath-Thuraifi |
![]() |
Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar