Rabu, 17 September 2014

hadits-hadits tentang keutamaan surat al waqiah, ( dlaif dan palsu)


Surat Al-Waqi’ah adalah salah satu surat Al-Quran yang dikenal sebagai surat penuh berkah dan memiliki banyak khasiat dan keutamaan yang besar. Oleh karenanya, sebagian kaum muslimin bersemangat menjadikan surat Al-Waqi’ah sebagai surat primadona dan favorit yang dibaca secara rutin pada setiap hari dan malam. Apalagi bagi sebagian orang yang hati dan pikirannya telah dikuasai oleh nafsu dunia, atau menjadi hamba dunia.

Diantara keutamaan dan khasiat membaca surat Al-waqi’ah yang telah beredar di tengah kaum muslimin melalui media cetak maupun elektronik dan diyakini oleh mereka akan kebenaran dan kedahsyatannya ialah sebagi berikut:
 
1. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah, ia akan dicatat tidak tergolong dalam barisan orang-orang yang lalai.

2. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah, ia tidak akan tertimpa kefakiran atau kemiskinan selama- lamanya.



3. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah pada malam Jum’at, ia akan dicintai oleh Allah, dicintai oleh manusia, tidak melihat kesengsaraan, kefakiran, dan penyakit dunia.

4. Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah sebelum tidur, ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan wajahnya bercahaya seperti bulan purnama.

5. Surat al-Waqi’ah adalah surat kekayaan.

6. Dan keutamaan-keutamaan lainnya.

Namun sayangnya, keutamaan-keutamaan dan khasiat membaca surat Al-Waqi’ah tersebut dijelaskan di dalam hadits-hadits yang derajatnya TIDAK SHOHIH dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebagian hadits-hadits tersebut derajatnya DHO’IF (Lemah) dan sebagian lainnya PALSU.
Berikut ini kami akan sebutkan beberapa contoh hadits yang menjelaskan tentang keutamaan dan khasiat membaca surat Al-Waqi’ah beserta penjelasan para ulama hadits tentang sisi cacatnya.

(*) HADITS PERTAMA:

Imam Ad-Dailami rahimahullah meriwayatkan dari jalan Ahmad bin Umar Al-Yamami dengan sanadnya hingga Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, (bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda) :
من قرأ سورة الواقعة كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا، ومن قرأ كل ليلة {لا أقسم بيوم القيامة} لقي الله يوم القيامة ووجهه في صورة القمر ليلة البدر
“Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah setiap malam maka dia tidak akan ditimpa kemiskinan selamanya. Dan barangsiapa setiap malam membaca Surat Al-Qiyamah, maka dia akan berjumpa dengan Allah pada hari Kiamat sedangkan wajahnya bersinar layaknya rembulan di malam purnama.”
(Dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari jalan Ahmad bin Umar Al Yamami dengan sanadnya sampai Ibnu ‘Abbas radliallahu ’anhuma, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Iraqi di dalam kitab Tanzih asy-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Akhbar asy-Syani’ah al-Maudhu’ah I/301, dan disebutkan oleh Al Imam As-Suyuthi dalam Dzailul Ahadits al-Maudhu’ah no. 177).

(*) DERAJAT HADITS:

Hadits ini derajatnya Maudhu’ (PALSU), karena di dalam sanadnya ada seorang perawi Pemalsu hadits yang bernama Ahmad bin Umar Al-Yamami.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Ahmad bin Umar al-Yamami adalah seorang perawi hadits yang pendusta.”
Dan syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menilai hadits ini maudhu’ (PALSU) di dalam kitab Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah wa Al-Maudhu’ah no.290).

(*) HADITS KEDUA:

Abu Asy-Syaikh meriwayatkan dari jalan Abdul Quddus bin Habib, dari Al-Hasan, dari Anas secara marfu’ (sanadnya tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallm, pent):
من قرأ سورة الواقعة وتعلمها لم يكتب من الغافلين ، ولم يفتقر هو وأهل بيته
“Barangsiapa membaca surat Al-Waqi’ah dan mempelajari (tafsir)nya, maka ia tidak dicatat (oleh Allah) termasuk orang-orang yang lalai, dan ia sekeluarga tidak akan mengalami kemiskinan.”
(Hadits ini disebutkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam Dzail Al-Ahadits Al-Maudhu’ah nomor hadits: 277).

(*) DERAJAT HADITS:

Hadits ini derajatnya Maudhu’ (PALSU), karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Abdul Quddus bin Habib, ia pernah memalsukan hadits, sebagaimana dinyatakan oleh sebagian ulama hadits.
Ibnu Hibban rahimahullah berkata tentangnya: “Dia pernah memalsukan hadits dengan mengatasnamakan para perawi yang tsiqoh (terpercaya). Oleh karenanya, TIDAK BOLEH mencatat dan meriwayatkan hadits darinya.” (Lihat kitab Al-Majruhin II/131).
Imam Adz-Dzahabi menyebutkan perkataan Abdur-Razzaq tentangnya: “Aku tidak pernah melihat (Abdullah) bin Al-Mubarak memberikan penilaian Kadzdzaab (seorang pendusta) dengan jelas kecuali kepada Abdul Quddus (bin Habib).” (Lihat Mizan Al-I’tidal II/643 no.5156).

(*) HADITS KETIGA:

Diriwayatkan dari Abdullah bin Wahb, ia berkata; telah menceritakan kepadaku As-Sary bin Yahya, ia berkata; bahwa Syuja’ (Abu Syuja’) menceritakan kepadanya dari Abu Thoyyibah (Abu Zhobiyyah), dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من قرأ سورة الواقعة في كل ليلة لم تصبه فاقة
“Barangsiapa membaca surat Al Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan tertimpa kemiskinan.”
(Dikeluarkan oleh Ibnu Al-Jauzi rahimahullah di dalam kitab Al-‘Ilal Al-Mutanahiyyah Fi Al-Ahadits Al-Wahiyah I/112 no.151).

(*) HADITS KEEMPAT:

Al-Harits bin Abu Usamah berkata: telah menceritakan kepada kami Al-Abbas bin Al-FadhL, ia berkata; telah menceritakan kepada kami As-Sary bin Yahya, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Syuja’ (Abu Syuja’), dari Abu Thoyyibah, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من قرأ سورة الواقعة في كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا
“Barangsiapa membaca surat Al-Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya.”
(Dikeluarkan oleh Al-Harits bin Abu Usamah di dalam Musnadnya II/729 no.721. dikeluarkan pula oleh Ibnu Sunniy di dalm kitab ‘Amal al-Yaumi wal Lailah, no. 680, dikeluarkan juga oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman II/491 no.2499, dan selainnya. Semuanya berasal dari jalan Abu Syuja’ dari Abu Thoyyibah dari Abdullah bin Mas’ud radliallahu’anhu).

(*) HADITS KELIMA:

Imam Al-Baihaqi berkata: telah memberitahukan kepada kami Abul Husain bin Al-FadhL Al-Qoththon, ia berkata; telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Ja’far, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Sufyan, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, ia berkata; telah menceritakan kepada kami As-Sariy bin Yahya Asy-Syaibani Abul Haitsam, dari Syuja’, dari Abu Fathimah, ia berkata:
أن عثمان بن عفان – رضى الله عنه – عاد ابن مسعود فى مرضه فقال : ما تشتكي ؟ قال : ذنوني قال : فما تشتهي ؟ قال : رحمة ربى قال : ألا ندعوا لك الطبيب ؟ قال : الطبيب أمرضنى قال : ألا آمر لك بعطائك ؟ قال : منعتنيه قبل اليوم ، فلا حاجة لى فيه قال : فدعه لأهلك وعيالك قال : إنى قد علمتهم شيئا إذا قالوه لم يفتقروا ، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ( من قرأ الواقعة كل ليلة لم يفتقر
“Bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu anhu pernah menjenguk Abdullah (bin Mas’ud) ketika ia menderita sakit, lalu Utsman bin ‘Affan bertanya: “Apa yang kau rasakan?” Abdullah berkata,”Dosa-dosaku.” Utsman bertanya: ”Apa yang engkau inginkan?” Abdullah menjawab: ”Rahmat Tuhanku.” Utsman berkata: ”Apakah aku datangkan dokter untukmu.”. Abdullah menjawab: ”Dokter membuatku sakit.” Utsman berkata: ”Apakah aku datangkan kepadamu pemberian (harta) ?” Abdullah menjawab: ”Aku tidak membutuhkannya.” Utsman berkata: ”(Mungkin) harta itu engkau berikan kepada istri dan anak-anakmu (sepeninggalmu, pent).” Abdullah menjawab: ”Sesungguhnya aku telah mengajarkan kepada keluargaku suatu (bacaan) yang apabila mereka membacanya niscaya mereka tidak akan mengalami kemiskinan. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ”Barangsiapa yang membaca surat al-Waqi’ah pada setiap malam maka dirinya tidak akan ditimpa kemiskinan (selama-lamanya, pent).”
(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’ab Al-Iman).

(*) DERAJAT HADITS KETIGA, KEEMPAT DAN KELIMA:

Hadits-hadits ini derajatnya DHO’IF (Lemah), karena Di dalam sanadnya ada seorang perawi DHO’IF (Lemah), yaitu Syuja’ (atau Abu Syuja’).
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: ”Abu Syuja’ adalah seorang yang majhul (tidak dikenal jati dirinya dan tidak diketahui kredibilitasnya). Demikian juga ia meriwayatkan dari Abu Thayyibah, siapa Abu Thayyibah itu?” (maksudnya dia adalah perawi yang tidak dikenal juga).

SEBAB DHO’IFNYA HADITS KETIGA, KEEMPAT DAN KELIMA:

Hadits-hadits ini dinilai derajatnya DHO’IF (Lemah) oleh para ulama hadits karena memiliki beberapa cacat dari beberapa sisi, yaitu:
Pertama, sanadnya terputus sebagaimana yang dijelaskan al-Daaruquthni, Ibnu Abi Hatim dalam ‘Ilal-nya yang dinukil dari bapaknya.
Kedua, Terjadi kemungkaran dalam matannya sebagaimana yang dijelaskan imam Ahmad.
Ketiga, para perawinya berstatus lemah sebagaimana yang disebutkan Ibnul Jauzi,
Keempat, terjadi kekacauan dalam pembacaan nama perawi.
Beberapa ulama telah bersepakat dalam melemahkan hadits ini di antaranya: Imam Ahmad, Abu Hatim dan anaknya, al-Daaruquthni, al-Baihaqi, dan Ibnul Jauzi. Pada ringkasnya, hadits ini memiliki cacat sehingga menjadi tidak shahih.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi’ah pada setiap malam, maka ia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya.” Apa makna kalimat Al-Faaqah (kemiskinan tsb)? Apakah hadits ini shahih?”
Beliau menjawab: “Hadits ini tidak kami ketahui memiliki jalur yang shahih, kami tidak mengetahui ia memiliki jalur yang shahih. Maka tidak boleh menyandarkan kepadanya. Tetapi hendaknya ia membaca Al-Qur’an untuk mendalami (ajaran) agama Islam dan memperoleh kebaikan. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat kepada para ahlinya (maksudnya, orang2 yg rajin membaca, mempelajari, menghafal n mengamalkan hukum2nya, pent).” (HR. Muslim)

Dan beliau bersabda pula: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan tersebut dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” Maka hendaknya seseorang (muslim/ah) membaca Al-Qur’an (dengan niat n tujuan) agar memperoleh keutamaan membacanya dan mendapat kebaikan (pahala), bukan untuk mendapatkan kekayaan dunia.” selesai.
Demikian beberapa hadits Dho’if dan Palsu yang menerangkan tentang keutamaan dan khasiat membaca surat Al-Waqi’ah yang dapat kami sebutkan. Semoga Allah melindungi kita semua dari bahaya hadits dho’if dan palsu dalam menjalankan ajaran agama-Nya yang haq ini.

Selasa, 16 September 2014

Fitnah Dunia



Fitnah dunia telah sedemikian hebatnya mengganas, menyerang dan menguasai pikiran mayoritas umat manusia. Fitnah itu mengkristal menjadi  ideologi yang banyak dianut manusia, yaitu materialisme. Rasulullah saw., pada 14 abad lalu telah memprediksinya dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits Wahn, ”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan.


Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu ? Rasul saw. bersabda,” Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat,” Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw ? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud).

Dunia dengan segala isinya adalah fitnah yang banyak menipu manusia. Dan Rasulullah saw., telah memberikan peringatan kepada umatnya dalam berbagai kesempatan, beliau bersabda dalam haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita”(HR Muslim) (At-Taghaabun 14-15).

Macam-macam Fitnah Dunia

Secara umum fitnah kehidupan dunia dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu: wanita, harta dan kekuasaan.




Fitnah Wanita

Dahsyatnya fitnah wanita telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan surat ‘Ali Imran 14 menempatkan wanita sebagai urutan pertama yang banyak dicintai oleh manusia dan pada saat yang sama menjadi fitnah yang paling berbahaya untuk manusia. Rasulullah saw. bersabda, ” Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar bagi kaum lelaki melebihi fitnah wanita” (HR Bukhari dan Muslim).

Fitnah wanita dapat menimpa siapa saja dari seluruh level tingkatan manusia baik dari kalangan pemimpin maupun rakyat biasa. Sejarah telah membuktikan kenyataan tersebut. Banyak para pemimpin dunia yang jatuh karena faktor fitnah wanita. Dan fitnah wanita juga dapat menimpa para dai dan pemimpin dai. Bahkan salah satu hadits yang paling terkenal dalam Islam, yaitu hadits niat, sebab keluarnya karena ada salah seorang yang hijrah ke Madinah untuk menikahi wanita yang bernama Ummu Qois. Maka dikenallah dengan sebutan Muhajir Ummu Qois.

Banyak sekali bentuk fitnah wanita, jika wanita itu istri maka banyak para istri dapat memalingkan suaminya dari ibadah, dakwah dan amal shalih yang prioritas lainnya. Jika wanita itu wanita selain istrinya, maka fitnah dapat berbentuk perselingkuhan dan perzinahan. Fitnah inilah yang sangat dahsyat yang menimpa banyak umat Islam.

Ada banyak cerita masa lalu baik yang terjadi di masa Bani Israil maupun di masa Rasululullah saw yang menyangkut wanita yang dijadikan obyek fitnah. Kisah seorang rahib yang membakar jari-jari tangannya untuk mengingatkan diri dari azab neraka ketika berhadapan dengan wanita yang sangat siap pakai, kisah penjual minyak wangi yang mengotori dirinya dengan kotoran dirinya agar wanita yang menggodanya lari, dan cerita nabi Yusuf a.s. yang diabadikan Al-Qur’an. Itu kisah-kisah mereka yang selamat dari fitnah wanita. Sedangkan kisah mereka yang menjadi korban fitnah wanita lebih banyak lagi. Kisah rahib yang mengobati wanita kemudian berzina sampai hamil dan membunuhnya, sampai akhirnya musyrik karena menyembah setan. Kisah raja Arab dari Bani Umayyah yang meninggal dalam pelukan wanita dan banyak lagi kisah-kisah lainnya.

Fitnah Harta

Fitnah dunia termasuk bentuk fitnah yang sangat dahsyat yang dikhawatirkan Rasulullah saw, “Dari Amru bin Auf al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw. mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah datang dari bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi saw. tatkala selesai dan hendak pergi mereka mendatangi Rasul saw., dan beliau tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda,”Saya yakin kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu?” Mereka menjawab, ”Betul wahai Rasulullah”. Rasul saw. bersabda, ”Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pada saat dimana dakwah sudah memasuki wilayah negara, maka fitnah harta harus semakin diwaspadai. Karena pintu-pintu perbendaharaan harta sudah sedemikian rupa terbuka lebar. Dan fitnah harta, nampaknya sudah mulai menimpa sebagian aktifitas dakwah. Aromanya sudah sedemikian rupa tercium menyengat. Kegemaran main dan beraktivitas di hotel, berganti-ganti mobil dan membeli mobil mewah, berlomba-lomba membeli rumah yang mewah dan berlebih-lebihan dengan perabot rumah tangga, lebih asyik bertemu dengan teman yang memiliki level sama dan para pejabat lainnya adalah beberapa fenomena fitnah harta.

Yang paling parah dari fitnah harta bagi para dai adalah menjadikan dakwah sebagai dagangan politik. Segala sesuatu mengatasnamakan dakwah. Berbuat untuk dakwah dengan berbuat atas nama dakwah bedanya sangat tipis. Menerima hadiah atas nama dakwah, menerima dana dan sumbangan musyarokah atas nama dakwah. Mendekat kepada penguasa dan menjilat pada mereka atas nama dakwah dan sebagainya.

Dalam konteks ini Rasulullah saw. dan para sahabatnya pernah ditegur keras oleh Allah karena memilih mendapatkan ghonimah dan tawanan perang, padahal itu semua dengan pertimbangan dakwah dan bukan atas nama dakwah. Kejadian ini diabadikan Al-Qur’an surat Al-Anfaal (8): 67-68, “Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)…”

Fitnah Kekuasaan

Fitnah kekuasaan biasanya menimpa kalangan elit dan level tertentu dalam tubuh umat. Fitnah inilah yang menjadi pemicu fitnah kubra di masa sahabat, antara Ali r.a. dengan siti Aisyah r.a. dalam perang Jamal, antara Ali r.a. dengan Muawiyah r.a. dalam perang Siffin, antara Ali r.a. dengan kaum Khawarij.

Fitnah kekuasaan ini juga dapat menimpa gerakan dakwah dan memang telah banyak menimpa gerakan dakwah. Para aktifis gerakan dakwah termasuk para pemimpin gerakan dakwah adalah manusia biasa yang tidak ma’shum dan tidak terbebas dari dosa dan fitnah. Yang terbebas dari fitnah dan kesalahan adalah manhaj Islam. Sehingga fitnah kekuasaan dapat menimpa mereka kecuali yang dirahmati Allah. Kecintaan untuk terus memimpin dan berkuasa baik dalam wilayah publik maupun struktur suatu organisasi adalah bagian dari fitnah kekuasaan.

Fitnah kekuasaan yang paling dahsyat menimpa aktifis dakwah adalah perpecahan, saling menjatuhkan, saling memfitnah bahkan saling membunuh. Dan semua itu pernah terjadi dalam sejarah Islam. Semoga kita semua diselamatkan dari semua bentuk fitnah ini.

Untuk mengantisipasi semua bentuk fitnah dunia ini, maka kita harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung dari keburukan fitnah dunia. Mengokohkan pribadi kita sehingga menjadi jiwa rabbani bukan jiwa maadi (materialis) dan juga bukan jiwa rahbani (jiwa pendeta yang suka kultus). Disamping itu kita harus mengokohkan pemahaman kita tentang hakekat dunia, risalah manusia dan keyakinan tentang hisab dan hari akhir.

1. Hakekat Harta dan Dunia
• Dunia adalah permainan dan senda gurau. [QS. Al-Ankabuut (29): 64]
• Kesenangan yang menipu. [QS. Ali Imran (3): 185]
• Kesenangan yang terbatas dan sementara. [QS. Ali Imran (3): 196-197]
• Jalan atau jembatan menuju akhirat, Rasulullah saw bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR Bukhari dari Ibnu Umar)

Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin yang harus memakmurkan bumi. Maka mereka harus menguasai dunia atau harta bukan dikuasai oleh harta. Sebagaimana doa yang diungkapkan oleh Abu Bakar r.a., ”Ya Allah jadikanlah dunia di tanganku, bukan masuk ke dalam hatiku.” Seperti itulah seharusnya seorang pemimpin. Memberi teladan tentang pengorbanan total dengan segala harta yang dimiliki, bukan malah mencontohkan kepada pengikutnya mengelus-elus mobil mewah dengan hati penuh harap bisa memiliki.

2. Meyakini hari Hisab dan Pembalasan.

Manusia harus mengetahui dan sadar bahwa kekayaan yang mereka miliki akan dihisab dan dibalas di akhirat kelak. Bahkan semua yang dimiliki dan dinikmati manusia baik kecil maupun besar akan dicatat dan dipertanggungjawabkannya. Oleh karenanya mereka harus berhati-hati dalam mencari harta kekayaan dan dalam membelanjakannya.

3. Sadar dan menyakini bahwa kenikmatan di akhirat jauh lebih nikmat dan abadi.

Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Begitulah, kenikmatan paling nikmat yang Allah berikan di dunia hanyalah satu bagian saja dari rahmat Allah swt sedangkan sisanya Allah tahan dan hanya akan diberikan kepada orang-orang beriman di surga.

Dan kesimpulannya agar kita terbebas dari fitnah dunia, maka kita harus membentuk diri kita menjadi karaktersitik rabbaniyah bukan madiyah dan juga bukan rahbaniyah. Jiwa inilah yang selalu mendapat bimbingan Allah karena senantiasa berintraksi dengan Al-Qur’an baik dengan cara mempelajarinya maupun dengan cara mengajarkannya. Wallahu a’lam



Dari Amru bin Auf al-Anshari ra bahwa Rasulullah SAW mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah datang dari bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi SAW tatkala selesai dan hendak pergi mereka mendatangi Rasul SAW, dan beliau tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda:”Saya yakin kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu ?”. Mereka menjawab:”Betul wahai Rasulullah”. Rasul SAW bersabda:” Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda:”Celakalah hamba dinar (emas), dirham (perak), pakaian dan pakaian sutra. Jika diberi ia suka dan jika tidak ia tidak suka” Dalam riwayat Bukhari yang lain :” Jika diberi ia suka dan jika tidak ia murka, celakalah dan semoga celaka dan jika terkena duri tidak ada yang mengeluarkannya. Berbahagialah bagi seorang hamba Allah yang mengambil kendali kudanya di jalan Allah kepalanya acak-acakan dan kakinya berdebu, jika ia disuruh berjaga maka berjaga dan jika disuruh didepan maka ia didepan. Jika ia minta izin tidak diizinkan dan jika minta pesan tidak dikabulkan” (HR Bukhari)

ٌDari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda:”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka thati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil disebabkan wanita” (HR Muslim)

Harta dengan segala macamnya pada dasarnya adalah kenikmatan yang diberikan Allah swt kepada hambanya. Dan manusia harus menjadikannya sebagai sarana ibadah dalam hidupnya. Tetapi yang sering terjadi dan menimpa manusia ialah bahwa harta berubah menjadi fitnah dan bencana yang merugikan dirinya di dunia maupun akhirat. Sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an yang artinya:

”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar” (At-Taghaabun 14-15).

Allah Swt berfirman yang artinya:”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”(At-Takaatsur 1-8)

Manusia yang mestinya menjadikan harta sebagai sarana tetapi mereka menjadikannya tujuan hidup bahkan banyak yang menghambakan hidupnya pada harta. Sehingga celakalah mereka. Oleh karenanya agar manusia tidak terfitnah dengan harta dan tidak jatuh pada fitnahnya hendaknya mereka mengetahui beberapa hal berikut:

1.      Hakekat Harta dan Dunia
Dunia adalah permainan dan senda gurau. Allah swt berfirman yang artinya: ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”(QS Al-Ankabuut 64).

Kesenangan yang menipu. Allah swt berfirman yang artinya: Artinya:”Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”(QS Ali Imran 185).

Kesenangan yang terbatas dan sementara, Firman-Nya; Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”(QS Ali Imran 196-197)

Jalan atau jembatan menuju akhirat, Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir (HR Bukhari dari Ibnu Umar) Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah menambahkan:” Posisikan dirimu bahwa engkau termasuk ahli kubur”.

2.      Mengetahui Kedudukan Manusia
Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin yang harus memakmurkan bumi. Maka mereka harus menguasai dunia atau harta bukan dikuasai oleh harta. Sebagaimana do’a yang diungkapkan oleh Abu Bakar ra:”Ya Allah jadikanlah dunia ditanganku bukan masuk kedalam hatiku”. Kedudukan manusia lebih mulia dari dunia dan seisinya maka jangan sampai diperbudak oleh dunia atau harta benda. Manusia memang harus memakmurkan dunia tetapi jangan sampai hal itu melalaikan dirinya dari visi dan misi mereka.

3.      Mengetahui bahwa segala yang dimiliki manusia berupa harta kekayaan akan dihisab. Manusia harus mengetahui dan sadar bahwa kekayaan yang mereka miliki akan diperhitungkan di akhirat kelak. Bahkan semua yang dimiliki dan di’nimati manusia baik kecil maupun besar akan dicatat dan dipertanggungjawabkannya. Oleh karenanya mereka harus berhati-hati dalam mencari harta kekayaan dan dalam membelanjakannya. Jangan sampai mencarinya dengan cara yang diharamkan Allah dan membelanjakannya pada sesuatu yang dihramkan Allah. Lebih jauh lagi manusia harus menjauhkan diri dari diperbudak oleh harta.

4.      Sadar bahwa keni’matan diakhirat jauh lebih ni’mat dan abadi. Seluruh bentuk keni’matan Allah yang diberikan hamba-Nya didunia hanyalah sebagian kecil saja. Rasulullah saw bersabda yang artinya: Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya” (Muttafaqun ‘alaihi).

Begitulah, kenikmatan paling nikmat yang Allah berikan di dunia hanyalah satu bagian saja dari rahmat Allah swt sedangkan sisanya Allah tahan dan hanya akan diberikan kepada orang-orang beriman di surga. Oleh karena itu dalam kesempatan lain Rasulullah saw bersabda tentang dunia bagi orang beriman yang artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata rasulullah saw bersabda: ”Dunia adalah penjara bagi mu’min dan surga bagi orang kafir”. (HR Muslim).

Bahkan Rasulullah saw suatu saat dalam perjalanan bersama sahabat dan melewati pasar, disana ada seekor kambing yang mati dan cacat. Maka Rasulullah saw memegang telinganya dan berkata: ”Siapakah yang mau membeli kambing ini satu dirham?” Sahabat berkata: ”Kami tidak suka sedikitpun, dan untuk apa kambing itu?”. Rasulullah saw melanjutkan: ”Maukah ini untukmu?”, sahabat menjawab: ”Demi Allah jika masih hidup kambing ini cacat, apalagi kambing sudah jadi bangkai!”. Maka Rasulullah bersabda: ”Demi Allah dunia untukmu lebih hina dari kambing ini di hadapan Allah”. Allah swt berfirman yang artinya:
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir”(QS At-Taubah 55)

Na’uzubillah semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari fitnah dunia, maka bagi kalian yang masih disibukan dengan urusan dunia apakah kalian hanya mengejar kesenangan sementara tanpa memikirkan kesenangan yang kekal di akhirat kelak.
- See more at: http://abu-haifa.blogspot.com/2012/01/hadits-fitnah-dunia.html#sthash.ScXyfY1T.dpuf

Dari Amru bin Auf al-Anshari ra bahwa Rasulullah SAW mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah datang dari bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi SAW tatkala selesai dan hendak pergi mereka mendatangi Rasul SAW, dan beliau tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda:”Saya yakin kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu ?”. Mereka menjawab:”Betul wahai Rasulullah”. Rasul SAW bersabda:” Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda:”Celakalah hamba dinar (emas), dirham (perak), pakaian dan pakaian sutra. Jika diberi ia suka dan jika tidak ia tidak suka” Dalam riwayat Bukhari yang lain :” Jika diberi ia suka dan jika tidak ia murka, celakalah dan semoga celaka dan jika terkena duri tidak ada yang mengeluarkannya. Berbahagialah bagi seorang hamba Allah yang mengambil kendali kudanya di jalan Allah kepalanya acak-acakan dan kakinya berdebu, jika ia disuruh berjaga maka berjaga dan jika disuruh didepan maka ia didepan. Jika ia minta izin tidak diizinkan dan jika minta pesan tidak dikabulkan” (HR Bukhari)

ٌDari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda:”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka thati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil disebabkan wanita” (HR Muslim)

Harta dengan segala macamnya pada dasarnya adalah kenikmatan yang diberikan Allah swt kepada hambanya. Dan manusia harus menjadikannya sebagai sarana ibadah dalam hidupnya. Tetapi yang sering terjadi dan menimpa manusia ialah bahwa harta berubah menjadi fitnah dan bencana yang merugikan dirinya di dunia maupun akhirat. Sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an yang artinya:

”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar” (At-Taghaabun 14-15).

Allah Swt berfirman yang artinya:”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”(At-Takaatsur 1-8)

Manusia yang mestinya menjadikan harta sebagai sarana tetapi mereka menjadikannya tujuan hidup bahkan banyak yang menghambakan hidupnya pada harta. Sehingga celakalah mereka. Oleh karenanya agar manusia tidak terfitnah dengan harta dan tidak jatuh pada fitnahnya hendaknya mereka mengetahui beberapa hal berikut:

1.      Hakekat Harta dan Dunia
Dunia adalah permainan dan senda gurau. Allah swt berfirman yang artinya: ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”(QS Al-Ankabuut 64).

Kesenangan yang menipu. Allah swt berfirman yang artinya: Artinya:”Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”(QS Ali Imran 185).

Kesenangan yang terbatas dan sementara, Firman-Nya; Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”(QS Ali Imran 196-197)

Jalan atau jembatan menuju akhirat, Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir (HR Bukhari dari Ibnu Umar) Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah menambahkan:” Posisikan dirimu bahwa engkau termasuk ahli kubur”.

2.      Mengetahui Kedudukan Manusia
Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin yang harus memakmurkan bumi. Maka mereka harus menguasai dunia atau harta bukan dikuasai oleh harta. Sebagaimana do’a yang diungkapkan oleh Abu Bakar ra:”Ya Allah jadikanlah dunia ditanganku bukan masuk kedalam hatiku”. Kedudukan manusia lebih mulia dari dunia dan seisinya maka jangan sampai diperbudak oleh dunia atau harta benda. Manusia memang harus memakmurkan dunia tetapi jangan sampai hal itu melalaikan dirinya dari visi dan misi mereka.

3.      Mengetahui bahwa segala yang dimiliki manusia berupa harta kekayaan akan dihisab. Manusia harus mengetahui dan sadar bahwa kekayaan yang mereka miliki akan diperhitungkan di akhirat kelak. Bahkan semua yang dimiliki dan di’nimati manusia baik kecil maupun besar akan dicatat dan dipertanggungjawabkannya. Oleh karenanya mereka harus berhati-hati dalam mencari harta kekayaan dan dalam membelanjakannya. Jangan sampai mencarinya dengan cara yang diharamkan Allah dan membelanjakannya pada sesuatu yang dihramkan Allah. Lebih jauh lagi manusia harus menjauhkan diri dari diperbudak oleh harta.

4.      Sadar bahwa keni’matan diakhirat jauh lebih ni’mat dan abadi. Seluruh bentuk keni’matan Allah yang diberikan hamba-Nya didunia hanyalah sebagian kecil saja. Rasulullah saw bersabda yang artinya: Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya” (Muttafaqun ‘alaihi).

Begitulah, kenikmatan paling nikmat yang Allah berikan di dunia hanyalah satu bagian saja dari rahmat Allah swt sedangkan sisanya Allah tahan dan hanya akan diberikan kepada orang-orang beriman di surga. Oleh karena itu dalam kesempatan lain Rasulullah saw bersabda tentang dunia bagi orang beriman yang artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata rasulullah saw bersabda: ”Dunia adalah penjara bagi mu’min dan surga bagi orang kafir”. (HR Muslim).

Bahkan Rasulullah saw suatu saat dalam perjalanan bersama sahabat dan melewati pasar, disana ada seekor kambing yang mati dan cacat. Maka Rasulullah saw memegang telinganya dan berkata: ”Siapakah yang mau membeli kambing ini satu dirham?” Sahabat berkata: ”Kami tidak suka sedikitpun, dan untuk apa kambing itu?”. Rasulullah saw melanjutkan: ”Maukah ini untukmu?”, sahabat menjawab: ”Demi Allah jika masih hidup kambing ini cacat, apalagi kambing sudah jadi bangkai!”. Maka Rasulullah bersabda: ”Demi Allah dunia untukmu lebih hina dari kambing ini di hadapan Allah”. Allah swt berfirman yang artinya:
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir”(QS At-Taubah 55)

Na’uzubillah semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari fitnah dunia, maka bagi kalian yang masih disibukan dengan urusan dunia apakah kalian hanya mengejar kesenangan sementara tanpa memikirkan kesenangan yang kekal di akhirat kelak.
- See more at: http://abu-haifa.blogspot.com/2012/01/hadits-fitnah-dunia.html#sthash.ScXyfY1T.dpuf

Dari Amru bin Auf al-Anshari ra bahwa Rasulullah SAW mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah datang dari bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi SAW tatkala selesai dan hendak pergi mereka mendatangi Rasul SAW, dan beliau tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda:”Saya yakin kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu ?”. Mereka menjawab:”Betul wahai Rasulullah”. Rasul SAW bersabda:” Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda:”Celakalah hamba dinar (emas), dirham (perak), pakaian dan pakaian sutra. Jika diberi ia suka dan jika tidak ia tidak suka” Dalam riwayat Bukhari yang lain :” Jika diberi ia suka dan jika tidak ia murka, celakalah dan semoga celaka dan jika terkena duri tidak ada yang mengeluarkannya. Berbahagialah bagi seorang hamba Allah yang mengambil kendali kudanya di jalan Allah kepalanya acak-acakan dan kakinya berdebu, jika ia disuruh berjaga maka berjaga dan jika disuruh didepan maka ia didepan. Jika ia minta izin tidak diizinkan dan jika minta pesan tidak dikabulkan” (HR Bukhari)

ٌDari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda:”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka thati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil disebabkan wanita” (HR Muslim)

Harta dengan segala macamnya pada dasarnya adalah kenikmatan yang diberikan Allah swt kepada hambanya. Dan manusia harus menjadikannya sebagai sarana ibadah dalam hidupnya. Tetapi yang sering terjadi dan menimpa manusia ialah bahwa harta berubah menjadi fitnah dan bencana yang merugikan dirinya di dunia maupun akhirat. Sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an yang artinya:

”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar” (At-Taghaabun 14-15).

Allah Swt berfirman yang artinya:”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”(At-Takaatsur 1-8)

Manusia yang mestinya menjadikan harta sebagai sarana tetapi mereka menjadikannya tujuan hidup bahkan banyak yang menghambakan hidupnya pada harta. Sehingga celakalah mereka. Oleh karenanya agar manusia tidak terfitnah dengan harta dan tidak jatuh pada fitnahnya hendaknya mereka mengetahui beberapa hal berikut:

1.      Hakekat Harta dan Dunia
Dunia adalah permainan dan senda gurau. Allah swt berfirman yang artinya: ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”(QS Al-Ankabuut 64).

Kesenangan yang menipu. Allah swt berfirman yang artinya: Artinya:”Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”(QS Ali Imran 185).

Kesenangan yang terbatas dan sementara, Firman-Nya; Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”(QS Ali Imran 196-197)

Jalan atau jembatan menuju akhirat, Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir (HR Bukhari dari Ibnu Umar) Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah menambahkan:” Posisikan dirimu bahwa engkau termasuk ahli kubur”.

2.      Mengetahui Kedudukan Manusia
Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin yang harus memakmurkan bumi. Maka mereka harus menguasai dunia atau harta bukan dikuasai oleh harta. Sebagaimana do’a yang diungkapkan oleh Abu Bakar ra:”Ya Allah jadikanlah dunia ditanganku bukan masuk kedalam hatiku”. Kedudukan manusia lebih mulia dari dunia dan seisinya maka jangan sampai diperbudak oleh dunia atau harta benda. Manusia memang harus memakmurkan dunia tetapi jangan sampai hal itu melalaikan dirinya dari visi dan misi mereka.

3.      Mengetahui bahwa segala yang dimiliki manusia berupa harta kekayaan akan dihisab. Manusia harus mengetahui dan sadar bahwa kekayaan yang mereka miliki akan diperhitungkan di akhirat kelak. Bahkan semua yang dimiliki dan di’nimati manusia baik kecil maupun besar akan dicatat dan dipertanggungjawabkannya. Oleh karenanya mereka harus berhati-hati dalam mencari harta kekayaan dan dalam membelanjakannya. Jangan sampai mencarinya dengan cara yang diharamkan Allah dan membelanjakannya pada sesuatu yang dihramkan Allah. Lebih jauh lagi manusia harus menjauhkan diri dari diperbudak oleh harta.

4.      Sadar bahwa keni’matan diakhirat jauh lebih ni’mat dan abadi. Seluruh bentuk keni’matan Allah yang diberikan hamba-Nya didunia hanyalah sebagian kecil saja. Rasulullah saw bersabda yang artinya: Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya” (Muttafaqun ‘alaihi).

Begitulah, kenikmatan paling nikmat yang Allah berikan di dunia hanyalah satu bagian saja dari rahmat Allah swt sedangkan sisanya Allah tahan dan hanya akan diberikan kepada orang-orang beriman di surga. Oleh karena itu dalam kesempatan lain Rasulullah saw bersabda tentang dunia bagi orang beriman yang artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata rasulullah saw bersabda: ”Dunia adalah penjara bagi mu’min dan surga bagi orang kafir”. (HR Muslim).

Bahkan Rasulullah saw suatu saat dalam perjalanan bersama sahabat dan melewati pasar, disana ada seekor kambing yang mati dan cacat. Maka Rasulullah saw memegang telinganya dan berkata: ”Siapakah yang mau membeli kambing ini satu dirham?” Sahabat berkata: ”Kami tidak suka sedikitpun, dan untuk apa kambing itu?”. Rasulullah saw melanjutkan: ”Maukah ini untukmu?”, sahabat menjawab: ”Demi Allah jika masih hidup kambing ini cacat, apalagi kambing sudah jadi bangkai!”. Maka Rasulullah bersabda: ”Demi Allah dunia untukmu lebih hina dari kambing ini di hadapan Allah”. Allah swt berfirman yang artinya:
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir”(QS At-Taubah 55)

Na’uzubillah semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari fitnah dunia, maka bagi kalian yang masih disibukan dengan urusan dunia apakah kalian hanya mengejar kesenangan sementara tanpa memikirkan kesenangan yang kekal di akhirat kelak.
- See more at: http://abu-haifa.blogspot.com/2012/01/hadits-fitnah-dunia.html#sthash.ScXyfY1T.dpuf

Rabu, 10 September 2014

sebaik-baik manusia



Setiap orang mendambakan menjadi yang terbaik. Sebagai seorang muslim, orientasi hidup untuk menjadi yang terbaik bukanlah dinilai dari ukuran manusia semata, tetapi karena ridha Allah Ta’ala. Inilah cara mudah menjadi orang terbaik dalam konsep Islam.

Pertama, tidak ingkar melunasi hutang

 
 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عن رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أنه فَقَالَ « خَيْرُكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً » متفق عليه
 
Artinya: Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” Muttafaqun ‘alaih

Kedua, belajar Al-Quran dan mengajarkannya

عَنْ عُثْمَانَ – رضى الله عنه- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ» رواه البخاري

Artinya: “Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya.” Hadits riwayat Bukhari.

Ketiga, yang paling diharapkan kebaikannya dan paling jauh keburukannya

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَفَ عَلَى أُنَاسٍ جُلُوسٍ فَقَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ ». قَالَ فَسَكَتُوا فَقَالَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنَا بِخَيْرِنَا مِنْ شَرِّنَا. قَالَ « خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ …» رواه الترمذى

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di hadapan beberapa orang, lalu bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan sebaik-baik dan seburuk-buruk orang dari kalian?” Mereka terdiam, dan Nabi bertanya seperti itu tiga kali, lalu ada seorang yang berkata: “Iya, kami mau wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami sebaik-baik dan buruk-buruk kami,” beliau bersabda: “Sebaik-sebaik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan sedangkan keburukannya terjaga…” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 2603)

Keempat, menjadi suami yang paling baik terhadap keluarganya 

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى. رواه الترمذى

Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berasabda: “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Ash Shahihah (no. 285).
Kelima, yang paling baik akhlaqnya dan menuntut ilmu 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «خَيْرُكُمْ إِسْلاَماً أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقاً إِذَا فَقِهُوا» رواه أحمد

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian islamnya adalah yang paling baik akhlaq jika mereka menuntut ilmu.” Hadits riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3312)

Keenam, yang memberikan makanan 


عَنْ حَمْزَةَ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ رضي الله عنه قَالَ: فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «خَيْرُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ» رواه أحمد

Artinya: “Hamzah bin Shuhaib meriwayatkan dari bapaknya radhiyallahu ‘anhu yang berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang memberikan makanan.” Hadits riwayat Ahmad dan dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3318)

Ketujuh, yang panjang umur dan baik perbuatannya 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رضي الله عنه أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ «مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ» رواه الترمذى
Artinya: “Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa ada seorang Arab Badui berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik manusia?” beliau menjawab: “Siapa yang paling panjang umurnya dan baik amalannya.” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihut Targhib wat Tarhib (no. 3363).

Kedelapan, yang paling bermanfaat bagi manusia

عَنِ جابر، رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ : قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم: خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Jabir radhiyallau ‘anhuma bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” Hadits dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 3289).

Semoga kita di pilih oleh Allah SWT menjadi manusia yang terbaik di dunia sampai akhirat. Aamiin...

Jumat, 05 September 2014

Memilih Tempat Tinggal



Rumah sebagai tempat berlindung bagi manusia adalah nikmat besar dari Allah yang seharusnya direnungkan dan disyukuri keberadaanya.
Betapa tidak? Allah menjadikan fungsi rumah demikian besar dan banyak, sehingga nikmat yang agung ini sangat berperan, dengan izin Allah, dalam menciptakan ketenangan dan kebahagiaan hidup bagi manusia di dunia ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara (bentuk) kebahagiaan (bagi) seorang muslim di dunia adalah (jika dia memiliki): tetangga yang shaleh, tempat tinggal yang lapang dan kendaraan yang nyaman”[1].
Fungsi dan manfaat rumah bukan hanya sebagai tempat berlindung dari panas, dingin atau cuaca buruk lainnya, tapi lebih dari itu, rumah berfungsi untuk menjaga kebaikan agama seorang hamba dan keluarganya, dengan izin Allah.
Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan fungsi rumah sebagai tempat untuk menjaga diri dan keluarga dari berbagai macam keburukan, bahkan sebagai tempat berlindung dari fitnah yang menyesatkan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beruntunglah seorang yang mampu menjaga lisannya, merasa lapang (dengan berada) di rumahnya dan (selalu) menangis atas perbuatan dosanya”[2].
Dalam hadits lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Selamatnya seseorang ketika terjadi fitnah adalah dengan menetapi rumahnya”[3].
Oleh karena itu, nikmat yang agung ini wajib untuk disyukuri dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa yang beliau ucapkan jika hendak tidur: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan, minum, kecukupan dan tempat tinggal bagiku, berapa banyak orang yang tidak memiliki kecukupan dan tempat tinggal”[4].

Pentingnya memilih tempat tinggal dan lingkungan yang baik
    Memilih tempat tinggal yang baik bukan hanya bertujuan untuk kenyamanan diri dan anggota keluarga semata, tapi lebih dari itu, untuk mengusahakan lingkungan pergaulan yang baik bagi anggota kelurga, terutama anak-anak yang sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apapun yang biasa mereka saksikan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Maka untuk tujuan ini, wajib bagi setiap kapala rumah tangga untuk berhati-hati dalam memilih tempat tinggal yang ideal bagi diri dan keluarganya, karena ini termasuk bagian dari tanggung jawabnya untuk menjaga diri dan keluarganya dari segala bentuk keburukan. Allah Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang-orang yang kalian pimpin…Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka, seorang wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya bagi anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka”[5].
Agama Islam sangat menekankan pentingnya memilih tempat tinggal di lingkungan yang baik, karena lingkungan yang baik adalah tempat bermukimnya orang-orang yang shaleh, dan tentu saja dengan tinggal berdekatan dengan mereka akan memudahkan diri dan anggota keluarga kita selalu bergaul dengan mereka dan meneladani sifat-sifat baik mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ}
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)” (Q.S. At Taubah:119).
Makna ayat ini: Bergaullah dengan orang-orang yang benar(jujur), agar kamu menjadi seperti mereka (dalam sifat-sifat baik), karena seseorang itu akan selalu meneladani teman pergaulannya[6].
Dalam hadits shahih yang populer tentang kisah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, yang telah membunuh seratus jiwa manusia, kemudian dia mendatangi seorang yang berilmu (ulama), lalu dia bertanya: Apakah masih ada taubat baginya? Maka ulama itu menjawab: “Ya (masih ada kesempatan taubat bagimu), siapa yang akan menghalangimu dari bertaubat (kepada Allah)? Pergilah kamu ke negeri anu, karena di sana (tempat tinggal) orang-orang (shaleh) yang selalu beribadah kepada Allah, maka beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka, dan jangan kamu kembali ke negeri (tempat tinggal)mu karena negerimu itu adalah tempat yang buruk (banyak dihuni orang-orang yang suka berbuat maksiat)…”[7].
Hadits ini menunjukkan wajibnya mencari lingkungan baik yang dihuni oleh orang-orang shaleh sebagai tempat tinggal, untuk tujuan memperbaiki diri dan mengambil teladan baik dengan selalu bergaul dengan mereka. Sebagaimana hadits ini menunjukkan keharusan berhijrah (berpindah) dari tempat yang banyak perbuatan maksiat padanya, ke tempat yang tidak terdapat maksiat padanya, atau minimal perbuatan maksiatnya lebih sedikit[8].
Dan khusus tentang pengaruh besar yang ditimbulkan dari pergaulan dengan orang-orang yang baik atau buruk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”[9].
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka, sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka[10].

Bergaul dengan orang-orang awam untuk menyeru mereka ke jalan Allah
Di sisi lain, agama Islam sangat menganjurkan dan menekankan keutamaan bergaul dan membaur dengan orang-orang awam (umum), serta bersabar menghadapi sikap-sikap buruk mereka, dengan tujuan untuk mendekati dan menjinakkan hati mereka, agar nantinya mereka mudah menerima kebenaran yang kita serukan.
Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil mengajak manusia ke jalan Allah Ta’ala, dengan izin-Nya, disebabkan pergaulan baik, akhlak terpuji dan kesabaran yang beliau tunjukkan di hadapan mereka? Allah Ta’ala berfirman:
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ}
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar maka tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS Ali-‘Imraan: 159).
Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Tingkah laku yang baik termasuk perkara yang penting dalam agama, untuk memudahkan manusia tertarik (mengikuti) dan mencintai agama Islam, di samping itu, orang yang memilikinya dipuji (oleh Allah) dan mendapatkan pahala yang istimewa (dari-Nya)”[11].
Oleh karena itu, Allah memuji tingginya budi pekerti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bergaul dengan manusia, dalam firman-Nya:
{وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ}
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung” (QS al-Qalam: 4).
Untuk tujuan inilah, seorang hamba yang beriman hendaknya berusaha untuk bergaul dengan masyarakat umum di sekitarnya dan bersikap sabar serta berlapang dada dalam menghadapi kesalahan-kesalahan mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus memuji sikap ini dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
« الْمُؤْمِنُ الَّذِى يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا – وفي رواية: خَيْرٌ – مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِى لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ  »
“Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan (perlakuan buruk) mereka lebih baik (lebih besar pahalanya) dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan (perlakuan buruk) mereka”[12].
Hadits yang agung ini merupakan argumentasi bagi mayoritas ulama yang berpendapat bahwa bergaul dengan manusia untuk menyeru mereka ke jalan Allah Ta’ala lebih utama dari pada menjauhkan diri dari mereka, sebagaimana petunjuk para Nabi’alaihis salam, para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajmain dan orang-orang shaleh sebelum kita, mereka tidak menutup diri dari pergaulan dengan manusia secara umum, sehingga dengan ini mereka mudah mengajak manusia ke jalan Allah [13].
Tinggal di lingkungan orang-orang yang sudah paham agama atau membaur dengan orang awam dengan resiko harus bersabar atas sikap buruk mereka?
Berdasarkan keterangan di atas, seorang muslim yang menghendaki kebaikan bagi diri dan keluarganya, benar-benar harus berhati-hati dalam menentukan pilihan lingkungan sebagai tempat tinggal yang ideal bagi keluarganya. Sebab di satu sisi, dia harus mempertimbangkan lingkungan pergaulan yang baik bagi diri dan anggota keluarganya, di sisi lain, dia juga tidak ingin ketinggalan dalam usaha menyeru/mengajak masyarakat umum ke jalan Allah, yang ini merupakan tugas mulia yang diemban oleh para Nabi dan Rasul ‘alaihis salam, serta orang-orang yang selalu mengikuti petunjuk mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
{قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
“Katakanlah: “Inilah jalan (sunnah)ku, aku dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk)ku menyeru (manusia) ke (jalan) Allah dengan ilmu/argumentasi yang nyata. Maha suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya” (QS Yuusuf: 108).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman tentang keutamaan besar bagi mereka yang selalu mengajak manusia ke jalan-Nya:
{وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ}
“Dan siapakah yang lebih baik ucapannya daripada seorang yang mengajak (manusia) ke (jalan) Allah, dan dia mengerjakan amal shaleh serta berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) ” (QS Fushshilat: 33).
Di samping itu, yang perlu menjadi pertimbangan besar di sini, bahwa meninggalkan tugas dakwah yang mulia ini berarti membiarkan para pelaku maksiat dalam kemaksiatan mereka dan tidak berusaha untuk mengingkari kemungkaran yang mereka lakukan di tengah masyarakat umum, hal ini merupakan sebab besar turunnya azab/bencana dari Allah Ta’ala yang tidak hanya menimpa para pelaku maksiat tersebut, tapi juga orang-orang shaleh yang tidak berusaha menasehati mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ}
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang berbuat zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya” (QS al-Anfaal: 25).
Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran lalu meraka tidak (berusaha) merubahnya (mencegahnya) maka sebentar lagi Allah akan menimpakan siksaan yang merata bagi mereka semua”[14].
Di sinilah, terlihat jelas peran pengetahuan agama yang dimiliki seorang muslim, setelah taufik dari Allah, dalam menentukan sikap yang terbaik dan sesuai dengan keridhaan-Nya terhadap dua perkara yang sepintas terlihat saling kontradiksi ini. Dia harus mempertimbangkan mana yang terbaik dan melihat mana yang resiko keburukannya lebih kecil, untuk kemudian dia memilih hal yang terbaik dan bermanfaat bagi diri dan keluarganya.
Dalam hal ini, salah seorang ulama salaf berkata: “Bukanlah orang yang berakal (berilmu) adalah orang yang (hanya) mengetahui kebaikan dari keburukan, tapi orang yang berakal adalah orang yang mengetahui (mana) yang terbaik (resiko keburukannya paling kecil) dari dua perkara yang buruk”.
Untuk memudahkan kita menentukan sikap yang benar, dengan izin Allah, maka terlebih dahulu kita harus melihat sisi-sisi maslahat (positif) dan mudharat (negatif) dari kedua hal tersebut di atas.
Tinggal di lingkungan orang-orang yang sudah paham agama tentu memiliki banyak maslahat, antara lain:
-          Menciptakan lingkungan pergaulan yang baik bagi diri dan keluarga, utamanya anak-anak
-          Selalu dekat dengan orang-orang shaleh yang bisa dijadikan sebagai figur dan panutan dalam kebaikan
-          Memudahkan untuk saling menasaheti dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan
-          Mudah untuk mendapat teguran dan nasehat ketika sedang lalai atau tatkala iman sedang turun.
Adapun sisi negatifnya, antara lain:
-          Jauh dari orang-orang awam sehingga sulit untuk mendakwahi mereka
-          Cenderung kaku dan kurang berpengalaman ketika suatu saat berhadapan dan bermuamalah dengan mereka
-          Menimbulkan kesan buruk bagi mereka bahwa kita menjauhi mereka karena merasa diri kita suci dan mereka buruk.

Di lain sisi, tinggal dan berbaur dengan orang-orang juga memiliki beberapa sisi positif, di antaranya:
-          Mudah menasehati dan mengajak mereka ke jalan Allah yang lurus
-          Mudah melakukan pendekatan dalam usaha menarik hati mereka
-          Lebih terbiasa dan bersabar dalam menghadapi perlakuan buruk mereka
-          Menghilangkan keburukan dan maksiat dari diri mereka atau minimal menguranginya.
Adapun sisi negatifnya, antara lain:
-          Pengaruh buruk bergaul dengan mereka bagi diri dan keluarga
-          Menjadikan diri dan keluarga terbiasa menyaksikan perbuatan buruk sehingga sedikit banyak akan mengurangi kebencian terhadap perbuatan maksiat
-          Anak-anak yang mudah terpengaruh dan meniru perbuatan-perbutan buruk yang dilakukan oleh teman-teman bergaul mereka
-          Kehadiran kita di lingkungan mereka bisa disalahartikan dan dianggap merekomendasikan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan.

Nasehat dan Saran
Dengan mempertimbangkan hal-hal tertsebut di atas, maka insya Allah pilihan terbaik yang mengandung maslahat yang lebih besar dan keburukan yang lebih kecil adalah sebagai berikut:
-          Bagi seorang muslim yang mengetahui bahwa diri dan keluarganya mampu insya Allah untuk tetap tegar dan sabar hidup di tengah-tengah masyarakat awam, apalagi jika keberadaannya di tengah-tengah mereka jelas membawa kebaikan karena seruan dakwahnya mudah diterima, maka lebih baik baginya untuk tetap tinggal di lingkungan mereka, tentu dengan catatan dia harus ekstra ketat mengawasi pergaulan anggota keluarganya dan selalu membentengi mereka supaya tidak mudah terpengaruh dengan keburukan di lingkungan mereka. Juga tidak lupa dia harus sering membawa anggota keluarganya ke komunitas orang-orang yang baik untuk mengimbangi pergaulan mereka dengan orang-orang awam di sekitar mereka, baik dengan mengunjungi orang-orang yang shaleh, menghadiri majelis-majelis pengajian, dan lain-lain.
-          Adapun bagi orang yang merasa dirinya lemah, atau anggota keluarganya termasuk orang-orang yang mudah terpengaruh dengan kondisi lingkungan, maka sebaiknya dia memilih tempat tinggal di lingkungan orang-orang yang sudah paham agama, dengan tetap dia meluangkan waktu yang cukup untuk berkunjung ke lingkungan masyarakat umum, dalam rangka medekati dan mengajak mereka ke jalan Allah yang lurus. Dengan ini dia bisa menghimpun dua kebaikan sekaligus; menciptakan lingkungan pergaulan yang baik untuk diri dan keluarganya, dan ikut serta dalam kebaikan mengajak manusia ke jalan Allah.
Kemudian, untuk mengetahui apakah kita termasuk orang kuat atau lemah dalam hal ini, maka setelah taufik dari Allah, insya Allah ini bisa diusahakan dengan berkonsultasi dengan orang yang berilmu atau ustadz yang kita kenal, atau dengan menilai diri sendiri dengan jujur berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dulu pernah dialami. Salah seorang ulama salaf berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang mengetahui nilai (keadaan) dirinya”[15].
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat untuk membimbing kita dalam kebaikan bagi diri dan anggota keluarga kita.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

[1] HR Ahmad (3/407), al-Hakim (4/184) dan al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” (no. 116 dan 457), dinyatakan shahih oleh al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani.
[2] HR ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no. 2340) dan “ash-shagiir” (no. 212), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Shahiihul jaami’ish shagiir” (no. 3929).
[3] HR ad-Dailami dalam “Musnadul firdaus” (2/334), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam “Shahiihul jaami’ish shagiir” (no. 3649).
[4] HSR Muslim (no. 2715).
[5] HSR al-Bukhari (no. 2278) dan Muslim (no. 1829).
[6] Lihat kitab “Ruuhul ma’aani” (11/56).
[7] HSR al-Bukhari (no. 3283) dan Muslim (no. 2766).
[8] Lihat kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/62).
[9] HSR al-Bukhari (no. 5214) dan Muslim (no. 2628).
[10] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (16/178) dan “Faidhul Qadiir” (3/4).
[11] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 154).
[12] HR Ahmad (2/43), at-Timidzi (no. 2507) dan Ibnu Majah (no. 4032), dinyatakan hasan oleh imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam “Fathul Baari” (10/512) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.
[13] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (5/239-240).
[14] HR Ahmad (1/5), Ibnu Majah (no. 4005) dan Ibnu Hibban (no. 305), dinyatakan shahih oleh imam Ibnu Hibban rahimahullah dan Syaikh al-Albani rahimahullah
[15] Dinukil oleh imam al-Qurthubi dalam tafsir beliau rahimahullah (10/79) dan imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam “Madaarijus saalikiin” (2/332).

Hadits-Hadits Tentang Zuhud Terhadap Dunia



Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu diaberkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳِﺠْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﻭَﺟَﻨَّﺔُ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮِ
“Dunia penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 5256)
Dari Mutharrif dari ayahnya radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau tengah membaca, “Bermegah-megahan telah melalaikanmu.”(QS. At Takaatsur: 1).
Lalu beliau bersabda:
ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻣَﺎﻟِﻲ ﻣَﺎﻟِﻲ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﻫَﻞْ ﻟَﻚَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻣِﻦْ
ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺴْﺖَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖَ
ﻓَﺄَﻣْﻀَﻴْﺖَ
“Anak cucu Adam berkata: ‘Hartaku, hartaku’.”
Beliau meneruskan: “Hartamu wahai anak cucu Adam tidak lain adalah yang kau makan lalu
kau habiskan, yang kau kenakan lalu kau usangkan atau yang kau sedekahkan lalu kau habiskan.” (HR. Muslim no. 5258)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻲ ﻣَﺎﻟِﻲ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ
ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ
ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ
“Manusia berkata, ‘Hartaku, hartaku, ‘ sesungguhnya hartanya ada tiga: yang ia makan lalu ia habiskan, yang ia kenakan lalu ia
usangkan atau yang ia berikan (sedekahkan) lalu ia miliki, selain itu akan lenyap dan akan ia
tinggalkan untuk manusia.” (HR. Muslim no.
5259)
Anas bin Malik radhiallahu anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻳَﺘْﺒَﻊُ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٌ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺍﺛْﻨَﺎﻥِ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻣَﻌَﻪُ ﻭَﺍﺣِﺪٌ
ﻳَﺘْﺒَﻌُﻪُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ
ﻋَﻤَﻠُﻪُ
“Mayit diantarar (ke kuburan) oleh tiga hal, yang dua akan kembali sedang yang satu terus menyertainya.
Dia diiringi oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Harta dan keluarganya akan kembali, sedang amalnya akan terus tetap bersamanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6033 dan Muslim no. 5260)
Dari Amr bin Auf radhiallahu anhu dia berkata:
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑَﻌَﺚَ ﺃَﺑَﺎ ﻋُﺒَﻴْﺪَﺓَ
ﺑْﻦَ ﺍﻟْﺠَﺮَّﺍﺡِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَﻳْﻦِ ﻳَﺄْﺗِﻲ ﺑِﺠِﺰْﻳَﺘِﻬَﺎ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻫُﻮَ ﺻَﺎﻟَﺢَ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَﻳْﻦِ
ﻭَﺃَﻣَّﺮَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺍﻟْﻌَﻠَﺎﺀَ ﺑْﻦَ ﺍﻟْﺤَﻀْﺮَﻣِﻲِّ ﻓَﻘَﺪِﻡَ ﺃَﺑُﻮ ﻋُﺒَﻴْﺪَﺓَ ﺑِﻤَﺎﻝٍ
ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَﻳْﻦِ ﻓَﺴَﻤِﻌَﺖْ ﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺭُ ﺑِﻘُﺪُﻭﻡِ ﺃَﺑِﻲ ﻋُﺒَﻴْﺪَﺓَ
ﻓَﻮَﺍﻓَﻮْﺍ ﺻَﻠَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺻَﻠَّﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﺍﻧْﺼَﺮَﻑَ ﻓَﺘَﻌَﺮَّﺿُﻮﺍ ﻟَﻪُ ﻓَﺘَﺒَﺴَّﻢَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺣِﻴﻦَ ﺭَﺁﻫُﻢْ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻇُﻨُّﻜُﻢْ ﺳَﻤِﻌْﺘُﻢْ ﺃَﻥَّ ﺃَﺑَﺎ
ﻋُﺒَﻴْﺪَﺓَ ﻗَﺪِﻡَ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَﻳْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﺃَﺟَﻞْ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺄَﺑْﺸِﺮُﻭﺍ ﻭَﺃَﻣِّﻠُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻳَﺴُﺮُّﻛُﻢْ ﻓَﻮَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﺍﻟْﻔَﻘْﺮَ
ﺃَﺧْﺸَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻜِﻨِّﻲ ﺃَﺧْﺸَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﺗُﺒْﺴَﻂَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ
ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﺑُﺴِﻄَﺖْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ ﻓَﺘَﻨَﺎﻓَﺴُﻮﻫَﺎ ﻛَﻤَﺎ
ﺗَﻨَﺎﻓَﺴُﻮﻫَﺎ ﻭَﺗُﻬْﻠِﻜَﻜُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻫْﻠَﻜَﺘْﻬُﻢْ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengutus Abu Ubaidah bin Al Jarrah ke Bahrain membawa jizyahnya dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membuat perjanjian damai dengan penduduk Bahrain, beliau mengangkat Al Ala` bin Al Had ﺍrami sebagai pemimpin mereka. lalu Abu Ubaidah datang membawa harta dari Bahrain dan kaum Anshar mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah lalu
mereka shalat fajar bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , seusai shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bergegas lalu mereka menghadang beliau, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tersenyum saat melihat mereka, setelah itu beliau bersabda:
“Aku kira kalian mendengar bahwa Abu "Ubaidah datang membawa sesuatu.” Mereka berkata: Benar, wahai Rasulullah.
Beliau bersabda: “Bergembiralah dan berharaplah apa yang menggembirakan kalian, demi Allah bukan kemiskinan yang aku takutkan pada kalian, tapi aku takut dunia dibentangkan untuk kalian seperti halnya dibentangkan pada orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba mengejarnya sebagaimana mereka berlomba
mengejarnya, lalu dunia membinasakan kalian seperti dia telah membinasakan mereka.” (HR.
Al-Bukhari no. 2924 dan Muslim no. 5261)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
ﺍﻧْﻈُﺮُﻭﺍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﺃَﺳْﻔَﻞَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻈُﺮُﻭﺍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ
ﻓَﻮْﻗَﻜُﻢْ ﻓَﻬُﻮَ ﺃَﺟْﺪَﺭُ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺗَﺰْﺩَﺭُﻭﺍ ﻧِﻌْﻤَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
“Pandanglah orang yang berada di bawah kalian, jangan memandang yang ada di atas kalian, itu lebih akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”
(HR. Muslim no.5264)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu dia berkata:
ﺃَﺧَﺬَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﻤَﻨْﻜِﺒِﻲ ﻓَﻘَﺎﻝَ
ﻛُﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻛَﺄَﻧَّﻚَ ﻏَﺮِﻳﺐٌ ﺃَﻭْ ﻋَﺎﺑِﺮُ ﺳَﺒِﻴﻞٍ
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﺑْﻦُ ﻋُﻤَﺮَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻣْﺴَﻴْﺖَ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻨْﺘَﻈِﺮْ ﺍﻟﺼَّﺒَﺎﺡَ
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﺻْﺒَﺤْﺖَ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻨْﺘَﻈِﺮْ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺀَ ﻭَﺧُﺬْ ﻣِﻦْ ﺻِﺤَّﺘِﻚَ
ﻟِﻤَﺮَﺿِﻚَ ﻭَﻣِﻦْ ﺣَﻴَﺎﺗِﻚَ ﻟِﻤَﻮْﺗِﻚَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang pundakku dan bersabda: ‘Jadilah
kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” Ibnu Umar juga berkata;
‘Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu
sebelum matimu.” (HR. Al-Bukhari no. 5937)
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata:  Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﻟَﺎ ﻳَﺰَﺍﻝُ ﻗَﻠْﺐُ ﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮِ ﺷَﺎﺑًّﺎ ﻓِﻲ ﺍﺛْﻨَﺘَﻴْﻦِ ﻓِﻲ ﺣُﺐِّ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ
ﻭَﻃُﻮﻝِ ﺍﻟْﺄَﻣَﻞِ
“Hati orang tua masih akan tetap muda dalam dua perkara, yaitu: Mencintai dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Al-Bukhari no.
5941)
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻟِﺎﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻭَﺍﺩِﻳَﺎﻥِ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻝٍ ﻟَﺎﺑْﺘَﻐَﻰ ﺛَﺎﻟِﺜًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠَﺄُ
ﺟَﻮْﻑَ ﺍﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏُ ﻭَﻳَﺘُﻮﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﺎﺏَ
“Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, niscaya ia akan mengharapkan untuk
mendapatkan bukit yang ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima taubat siapa
saja yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari no. 5956 dan Muslim no. 1737)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
ﻣَﻦْ ﻳَﻀْﻤَﻦْ ﻟِﻲ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﻟَﺤْﻴَﻴْﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺿْﻤَﻦْ ﻟَﻪُ
ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan
di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku
akan menjamin baginya surga.” (HR. Al-Bukhari no. 5993)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﺣُﺠِﺒَﺖْ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﺑِﺎﻟﺸَّﻬَﻮَﺍﺕِ ﻭَﺣُﺠِﺒَﺖْ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻜَﺎﺭِﻩِ
“Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu).” (HR. Al-Bukhari no. 6006)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu menuturkan: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔُ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﺷِﺮَﺍﻙِ ﻧَﻌْﻠِﻪِ ﻭَﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﻣِﺜْﻞُ
ﺫَﻟِﻚَ
“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya, neraka juga seperti itu.” (HR. Al-Bukhari no. 6007)
Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau
bersabda:
ﻣَﻦْ ﺃَﺣَﺐَّ ﻟِﻘَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺣَﺐَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻘَﺎﺀَﻩُ ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺮِﻩَ ﻟِﻘَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﻛَﺮِﻩَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻘَﺎﺀَﻩُ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔُ ﺃَﻭْ ﺑَﻌْﺾُ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻪِ ﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻨَﻜْﺮَﻩُ
ﺍﻟْﻤَﻮْﺕَ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﻴْﺲَ ﺫَﺍﻙِ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺣَﻀَﺮَﻩُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ
ﺑُﺸِّﺮَ ﺑِﺮِﺿْﻮَﺍﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻛَﺮَﺍﻣَﺘِﻪِ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻤَّﺎ
ﺃَﻣَﺎﻣَﻪُ ﻓَﺄَﺣَﺐَّ ﻟِﻘَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺃَﺣَﺐَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻘَﺎﺀَﻩُ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻜَﺎﻓِﺮَ ﺇِﺫَﺍ
ﺣُﻀِﺮَ ﺑُﺸِّﺮَ ﺑِﻌَﺬَﺍﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻋُﻘُﻮﺑَﺘِﻪِ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃَﻛْﺮَﻩَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ
ﻣِﻤَّﺎ ﺃَﻣَﺎﻣَﻪُ ﻛَﺮِﻩَ ﻟِﻘَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻛَﺮِﻩَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻘَﺎﺀَﻩُ
“Barangsiapa mencintai perjumpaan dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya, sebaliknya barangsiapa membenci
perjumpaan dengan Allah, Allah juga membenci perjumpaan dengannya.”
Kontan ‘Aisyah atau sebagian isteri beliau berkomentar ‘kami juga cemas terhadap kematian! ‘ Nabi lantas bersabda: “Bukan begitu maksudnya, namun maksud yang benar, seorang mukmin jika kematian menjemputnya, ia diberi kabar gembira dengan keridhaan Allah dan karamah-Nya, sehingga tak ada sesuatu apapun yang lebih ia cintai daripada apa yang dihadapannya, sehingga ia mencintai berjumpa Allah, dan
Allah pun mencintai berjumpa kepadanya. Sebaliknya orang kafir jika kematian menjemputnya, ia diberi kabar buruk dengan siksa Allah dan hukuman-Nya, sehingga tidak ada yang lebih ia cemaskan daripada apa yang di hadapannya, ia membenci berjumpa Allah,
sehingga Allah pun membenci berjumpa dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6026 dan Muslim no. 4844)