Rabu, 26 Juni 2013

BENTUK-BENTUK KEMUSYRIKAN DI INDONESIA




1.      Mencela Waktu.

                  Dalam kepercayaan jawa terdapat hari, bulan atau waktu tertentu yang memiliki pantangan, dilarang bekerja, menikah, bercocok tanam dan lain sebagainya. Kalau di langgar maka akan mendapat celaka. Kepercayaan semacam ini meyakini bahwa waktulah yang menyebabkan selamat atau celakanya seseorang. Ini adalah sebuah kesyirikan yang besar.
Di dalam hadits qudsi di jelaskan :



قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” HR. Muslim no. 6000
Dalam lafadz yang lain, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَقُولُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَإِنِّى أَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ فَإِذَا شِئْتُ قَبَضْتُهُمَا
Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mengatakan ’Ya khoybah dahr’ [ungkapan mencela waktu, pen]. Janganlah seseorang di antara kalian mengatakan ’Ya khoybah dahr’ (dalam rangka mencela waktu, pen). Karena Aku adalah (pengatur) waktu. Aku-lah yang membalikkan malam dan siang. Jika suka, Aku akan menggenggam keduanya.”  HR. Muslim no. 6001
         An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim (7/419) mengatakan bahwa orang Arab dahulu biasanya mencela masa (waktu) ketika tertimpa berbagai macam musibah seperti kematian, kepikunan, hilang (rusak)-nya harta dan lain sebagainya sehingga mereka mengucapkan Ya khoybah dahr (ungkapan mencela waktu, pen) dan ucapan celaan lainnya yang ditujukan kepada waktu.
             Setelah dikuatkan dengan berbagai dalil di atas, jelaslah bahwa mencela waktu adalah sesuatu yang telarang. Kenapa demikian? Karena Allah sendiri mengatakan bahwa Dia-lah yang mengatur siang dan malam. Apabila seseorang mencela waktu dengan menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan sial atau bulan ini selalu membuat celaka, maka sama saja dia mencela Pengatur Waktu, yaitu Allah ’Azza wa Jalla.
             Perlu diketahui bahwa mencela waktu bisa membuat kita terjerumus dalam dosa bahkan bisa membuat kita terjerumus dalam syirik akbar (syirik yang mengekuarka pelakunya dari Islam). Perhatikanlah rincian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Al Qoulul Mufid ’ala Kitabit Tauhid berikut :
Mencela waktu itu terbagi menjadi tiga macam :
Pertama
              Jika dimaksudkan hanya sekedar berita dan bukanlah celaan, kasus semacam ini diperbolehkan. Misalnya ucapan, ”Kita sangat kelelahan karena hari ini sangat panas” atau semacamnya. Hal ini diperbolehkan karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada perkataan Nabi Luth ’alaihis salam.

Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit. QS. Huud : 77

Kedua
             Jika menganggap bahwa waktulah pelaku yaitu yang membolak-balikkan perkara menjadi baik dan buruk, maka ini bisa termasuk syirik akbar. Karena hal ini berarti kita meyakini bahwa ada pencipta bersama Allah yaitu kita menyandarkan berbagai kejadian pada selain Allah. Barangsiapa meyakini ada pencipta selain Allah maka dia kafir. Sebagaimana seseorang meyakini bahwa ada sesembahan selain Allah, maka dia juga kafir.
Ketiga
          Jika mencela waktu karena waktu adalah tempat terjadinya perkara yang dibenci, maka ini adalah haram dan tidak sampai derajat syirik. Tindakan semacam ini termasuk tindakan bodoh (alias ’dungu’) yang menunjukkan kurangnya akal dan agama. Hakikat mencela waktu, sama saja dengan mencela Allah karena Dia-lah yang mengatur waktu, di waktu tersebut Dia menghendaki adanya kebaikan maupun kejelekan. Maka waktu bukanlah pelaku. Tindakan mencela waktu semacam ini bukanlah bentuk kekafiran karena orang yang melakukannya tidaklah mencela Allah secara langsung. –Demikianlah rincian dari beliau rahimahullah yang sengaja kami ringkas-
           Maka perhatikanlah saudaraku, mengatakan bahwa waktu tertentu atau bulan tertentu adalah bulan sial atau bulan celaka atau bulan penuh bala bencana, ini sama saja dengan mencela waktu dan ini adalah sesuatu yang terlarang. Mencela waktu bisa jadi haram, bahkan bisa termasuk perbuatan syirik. Hati-hatilah dengan melakukan perbuatan semacam ini. Oleh karena itu, jagalah selalu lisan ini dari banyak mencela. Jagalah hati yang selalu merasa gusar dan tidak tenang ketika bertemu dengan satu waktu atau bulan yang kita anggap membawa malapetaka. Ingatlah di sisi kita selalu ada malaikat yang akan mengawasi tindak-tanduk kita.



 Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. QS. Qaaf  : 16-17
          Dalam kepercayaan di jawa terkait dengan waktu, rata-rata kepercayaan tersebut dilandasi karena waktu memiliki sesuatu yang dapat membuat baik dan buruknya seseatu urusan tertentu.

2.      Mencari Hari Baik Untuk Walimahan.

          Dalam setiap tahun jawa berjumlah delapan, ada bulan-bulan yang baik dan jelek untuk keperluan hajat nikah dilaksanakan pada bulan baik dan menghindari bulan jelak. Bulan jelek dalam perhitungan di jawa tidak boleh untuk hajat bikah, namun bulan-bulan itu memiliki derajat yang berbeda. Ada yang sama sekali tidak boleh dilanggar.
Hari jelek untuk menikah :
Bulan jumadilakir, rejeb dan ruwah harunya jum’at
Bulan besar, suro dan sapar harinya senin dan selasa.
Bulan Rabiulawal, rabiulakir dan jumadilawa harinya rabu dan kamis.

      Ada hari-hari yang dianggap jelek dalam tradisi jawa karena diyakini merupakan hari para nabi mengalami hal jelek.

3.      Selamatan Untuk Wanita Yang Hamil
        Selamatan kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan, tidak ada dalam ajaran Islam. Itu termasuk perkara baru dalam agama, dan semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ


Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah.


Kemudian, jika selamatan kehamilan tersebut disertai dengan keyakinan akan membawa keselamatan dan kebaikan, dan sebaliknya jika tidak dilakukan akan menyebabkan bencana atau keburukan, maka keyakinan seperti itu merupakan kemusyrikan. Karena sesungguhnya keselamatan dan bencana itu hanya di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Allah berfirman:

قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا واللهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَليِمُ


Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa'at?". Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS Al Maidah : 76.


Demikian juga dengan pembacaan diba’ pada saat pereyaan tersebut, ataupun lainnya, tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Karena pada di zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, diba itu tidak ada. Diba’ yang dimaksudkan ialah Maulid Ad Daiba’ii, buku yang berisi kisah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan pujian serta sanjungan kepada Beliau. Banyak pujian tersebut yang ghuluw (berlebihan, melewati batas). Misalnya seperti perkataan:

فَجْرِيُّ الْجَبِيْنِ لَيْلِيُّ الذَّوَآئِبِ * اَلْفِيُّ الْأََنْفِ مِيْمِيُّ الْفَمِ نُوْنِيُّ الْحَاجِبِ *

سَمْعُهُ يَسْمَعُ صَرِيْرَ الْقَلَمِ بَصَرُهُ إِليَ السَّبْعِ الطِّبَاقِ ثَاقِبٌ *

Dahi Beliau (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ) seperti fajar, rambut depan Beliau seperti malam, hidung Beliau berbentuk (huruf) alif, mulut Beliau berbentuk (huruf) mim, alis Beliau berbentuk (huruf) nun, pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir), pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi).
             Kalimat “pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir)”, jika yang dimaksudkan pada saat mi’raj saja, memang benar, sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits-hadits tentang mi’raj. Namun jika setiap saat, maka ini merupakan kalimat yang melewati batas. Padahal nampaknya, demikian inilah yang dimaksudkan, dengan dalil kalimat berikutnya, yaitu kalimat “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”. Dan kalimat kedua ini juga pujian ghuluw (melewati batas). Karena sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara ghaib. Yang mengetahui perkara ghaib hanyalah Allah Azza wa Jalla . Allah berfirman:

قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ


Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. QS. An Naml : 65.


‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah menerima tuduhan keji pada peristiwa “haditsul ifk”. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui kebenaran tuduhan tersebut, sampai kemudian turun pemberitaan dari Allah dalam surat An Nuur yang membersihkan ‘Aisyah dari tuduhan keji tersebut. Dan buku Maulid Ad Daiba’ii berisi hadits tentang Nur (cahaya) Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang termasuk hadits palsu.

Dalam peristiwa Bai’atur Ridhwan, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui hakikat berita kematian Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu 'anhu , sehingga terjadilah Bai’atur Ridhwan. Namun ternyata, waktu itu Utsman Radhiyallahu 'anhu masih hidup. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan RasulNya untuk mengumumkan:

قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ


Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib”. QS Al An’am : 50


Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bagaimana mungkin seseorang boleh mengatakan “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”?

Semoga jawaban ini cukup bagi kita. Kesimpulan yang dapat kita ambil, bahwa selamatan kehamilan dan pembacaan diba’ termasuk perbuatan maksiat, karena termasuk bid’ah.


PERHATIAN

Mitoni/Telonan dan tingkepan (tujuh bulanan) yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat adalah termasuk tradisi agama hindu (ini kesaksian mantan Pendeta Hindu yang masuk Islam).

Upacara ini dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada dalam rahim (kandungan). Upacara ini biasa disebut GARBA WEDANA. Garba artinya perut, Wedana artinya yang lagi mengandung.

Selama bayi dalam kandungan di buatkan TUMPENG selamatan telonan, tingkepan. Ini terdapat dalam kitab UPADESA halaman 46.

Adapun intisari sesajinya antara lain :

a. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip)
b. Sambutan, yaitu acara pembetulan letak cabang bayi
c. Janganan, yaitu suguhan terhadap EMPAT SAUDARA yang menyertai kelahiran sang bayi. yaitu : Darah, Air (ketuban), barah dan ari-ari (masyimah/tembuni)


4.      Ruwatan.

               Ruwatan dan aneka kemusyrikan (perbuatan dosa terbesar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam dan kekal di neraka bila sampai matinya tidak bertaubat) sampai kini dimuncul-munculkan oleh para perusak aqidah.               Kesesatan dan penyesatan itu diberi nama macam-macam, dan atas nama tradisi. Sehingga masyarakat sangat tertipu dengannya namun tidak terasa.
              Bila para ulama dan juru da’wah diam saja, maka terkena dosanya, dan akan dimintai tanggung jawabnya di akherat kelak. Lebih-lebih penguasa yang menyelenggarakan dan menghidup-hidupkan  kemusyrikan yang sebenarnya sudah terkubur itu.
              Berikut ini dua berita tentang acara kemusyrikan, dan di bagian bawah sorotan tentang acara kemusyrikan itu disertai penjelasan dan dalilnya, betapa bahayanya acara-acara kemusyrikan itu bagi manusia. Karena akan mengakibatkan haram masuk surga dan kekal di neraka.

Tradisi Maeso Suroan Digelar di Lereng Semeru
              Desa Sumber Mujur, Lumajang, Jawa Timur, di lereng Gunung Semeru menggelar tradisi Maeso Suroan, baru-baru ini. Dalam tradisi itu mereka menanam kepala sapi di hutan bambu untuk para leluhur.
           Tradisi Maeso Suroan diawali dengan iring-iringan kesenian reog, tumpeng, dan kepala sapi yang diarak keliling desa. Acara tersebut memang digelar untuk menyambut datangnya tanggal satu Suro.
          Tumpeng dan kepala sapi selanjutnya dibawa ke hutan bambu di bawah lereng Semeru. Benda tersebut diletakkan di atas sumber mata air kehidupan atau sumber delling. Tak lama kemudian, tumpeng dilarung ke sumber mata air. Tujuannya agar sumber mata air itu selalu mengairi sawah warga yang berada di empat desa.
           Ritual dilanjutkan dengan menanam kepala sapi dan rebutan aneka macam hasil bumi. Warga meyakini aneka hasil bumi yang diarak keliling desa tersebut akan membawa berkah. Mereka juga berharap terhindar dari segala musibah, terutama dari bencana Semeru.
           Ritual tahunan ini juga menyedot perhatian para pengunjung yang sedang berlibur di hutan bambu. Sejumlah wisatawan mancanegara juga hadir menyaksikan acara tersebut.

Ruwatan, Tradisi Tolak Bala
                Meski sudah memasuki era globalisasi, tradisi ruwatan masih tetap tumbuh subur di masyarakat Jawa. Tradisi ini bertujuan membebaskan seseorang dari pengaruh bahaya atau kutukan.
               Prosesi ruwatan biasa diawali dengan sungkeman peserta ruwat kepada orangtua atau orang yang sudah dituakan. Dengan mengenakan kain putih yang sudah diikatkan pada bagian tubuh, para peserta dimandikan dengan air yang berasal dari tujuh mata air seperti mata air dari Jolotundo, Trawas, dan Sendang Rejenu di Kota Kudus.
             Hingga kini, tradisi ruwatan yang biasa digelar pada bulan Suro ini, masih sering dijumpai terutama pada masyarakat Jawa. Mereka percaya ruwatan ini mampu membebaskan seseorang dari marabahaya atau kutukan. Meski tradisi ini merupakan tradisi Jawa, banyak pula peserta yang bukan merupakan masyarakat Jawa.
             Ada beberapa kategori seorang anak yang harus diruwat antara lain ontang anting atau anak tunggal, kedono kedini atau anak kembar beda jenis, pendawa atau lima orang bersaudara laki laki semua. Usai diruwat, para peserta berebut tumpeng sebagai lambang limpahan rezeki dan berkah.

                Berikut ini penjelasan tentang ruwatan dan bahayanya bagi aqidah Islamiyah (keyakinan Islam):
Ruwatan, Kemusyrikan yang Dihidupkan Kembali Oleh Kiyai Liberal
             Para ulama, muballigh dan tokoh Islam sudah berupaya meredam kemusyrikan, dosa terbesar berupa menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Di antara kemusyrikan yang sudah diredam adalah ruwatan, yaitu upacara kemusyrikan, percaya kepada Betoro Kolo, hingga meyakini dengan diadakan ruwatan maka terhindar dari dimangsa Betoro Kolo dan terbuanglah sialnya. Padahal sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah Ta’ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya, dan bukan dengan cara-cara yang tidak diajarkan Allah Ta’ala
         Ruwatan itu sendiri tidak terdengar di masyarakat sejak dilarangnya PKI tahun 1965. Namun mulai terdengar lagi sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul terang-terangan bahkan praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan dan membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia)

Apa itu ruwatan?

                   Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai ritual membuang sial yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari marabahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni Batoro Guru.
                  Batoro Kolo, menurut kepercayaan kemusyrikan ini, adalah raksasa buruk jelmaan dari mani (sperma) Batoro Guru yang berceceran di laut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap.
                   Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri “dengan sang waktu” (kolo) maka mani yang tercecer di laut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia. Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu.
               Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan. Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowo limo (5 anak pria semua). Dan lain sebagainya.
               Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan dari cerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo. Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/kena, jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia.
              Hanya saja anak yang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia. Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnya juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi. Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dan sebagainya.
                Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang akademisi disebut ruwatan bangsa, penyelenggaraannya diketuai Mayjen (purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat itu adalah Prof. Sayogya, Prof Kunto Wibisono, Dr Hariadi Darmawan, Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono, Ny Mubyarto, Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin, Ken Sularto, Amir Sidharta, dan Wirawanto.
              Sebelas orang yang diruwat itu bersarung putih. Kumis dan jenggotnya dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan air kembang.
            Sementara itu di luar Gedung UGM telah berlangsung demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut.
            Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara seperti itu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa. Di UGM itu wayangan dengan lakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul Hadiprayitno.
Kemusyrikan
                Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai kepercayaan, itu sudah langsung haram apabila bukan termasuk dalam Islam.
              Adat yang boleh contohnya blangkon (tutup kepala) untuk orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam. Tetapi kemben, pakaian wanita yang hanya sampai dada bawah leher, itu haram, karena tidak menutup aurat. Tetapi kalau dilengkapi dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala, maka tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya bukan kemben lagi tapi busana Muslimah atau jilbab, kalau jelas-jelas sudah menutup aurat secara Islam.
           Adat yang boleh, seperti blangkon tersebut pun, kalau disamping sebagai adat masih pula diyakini bahwa akan terkena bahaya apabila tidak memakai blangkon (yang kaitannya dengan kekuatan ghaib) maka sudah menyangkut keyakinan/kepercayaan, hingga hukumnya dilarang atau haram, karena tidak sesuai dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang diajarkan oleh Islam.
               Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.
            Sedang keyakinan adanya bala’ akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik, menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka terbesar dosanya. Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ada ketegasan bahwa meyakini nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan Allah SWT; dosa terbesar.
         Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
   Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud ra:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْك،ٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” HR. Abu Daud
             Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan I, 1416H/1995, halaman 150.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ « أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ».
       Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik.” Para sahabat bertanya, ”Lalu apakah sebagai tebusannya?” Beliau menjawab, ”Supaya mengucapkan,
اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.

Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau.”
HR Ahmad
             Sedangkan meminta perlindungan kepada Batoro Kolo agar tidak dimangsa dengan upacara ruwatan dan wayangan itu termasuk kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur’an:
”Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” QS. Yunus : 106.
 “…maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” Artinya sesungguhnya kamu apabila mendoa kepada selain-Nya adalah termasuk orang-orang musyrik yang mendhalimi kepada diri-diri mereka sendiri.
Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya…” .QS. Yunus : 107
Kesimpulan
1.   Ruwatan Mendatangkan Dosa Terbesar
2.   Ruwatan itu kepercayaan non Islam berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak Batoro Guru/raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk jelmaan dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut, setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan.
               Itulah kepercayaan musyrik/menyekutukan Allah SWT yang berlandaskan cerita wayang penuh takhayyul, khurofat, dan tathoyyur (menganggap sesuatu sebagai alamat sial dsb).
Upacara ruwatan itu bermacam-macam:
·         ada yang dengan mengubur sekujur tubuh selain kepala,
·         atau menyembunyikan anak/orang yang diruwat,
·         ada yang dimandikan dengan air kembang dan sebagainya.
             Biasanya ruwatan itu disertai sesaji dan wayangan untuk menghindarkan agar Betoro Kolo tidak memangsa.
3.   Ruwatan itu dari segi keyakinannya termasuk tathoyyur, satu jenis kemusyrikan yang sangat dilarang Islam, dosa terbesar. Sedang dari segi upacaranya termasuk menyembah/memohon perlindungan kepada selain Allah, yaitu ke Betoro Kolo, satu jenis upacara kemusyrikan, dosa terbesar pula. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Thiyaroh (tathoyyur) adalah syirik/menyekutukan Allah, thiyaroh adalah syirik, thiyaroh adalah syirik , (diucapkan) tiga kali. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Majah dari hadits Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah saw).
4.   Merasa sial karena sesuatu atau alamat-alamat yang dianggap mendatangkan sial, termasuk perbuatan kemusyrikan. Nabi saw bersabda yang :
"Barangsiapa yang tidak jadi melakukan keperluannya karena merasa sial, maka ia telah syirik. Maka para sahabat RA bertanya, Lalu bagaimana kafarat dari hal tersebut wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi SAW, Katakanlah : Allahumma laa khaira illaa khairaka walaa thiyara illa thiyaraka walaa ilaha ghairaka." Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikanMu, dan tidak ada kesialan kecuali kesialan (dari)Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu. HR.Ahmad dari Abdullah bin Umar dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.
Allah SWT berfirman :
 Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik)”. QS. Yunus : 106.
5.  Sudah jelas, Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat melarang kemusyrikan. Dan bahkan mengancam dengan adzab, baik di dunia maupun di akherat. namun kini kemusyrikan itu justru dinasionalkan. Maka perlu dibisikkan ke telinga-telinga mereka, bahwa sebenarnya lakon mereka tu menghadang/menantang datangnya adzab dan murka Allah SWT, di dunia maupun di akherat.
           Masyarakat pun sebenarnya sudah dijelaskan bahwa ruwatan itu adalah kemusyrikan, di antaranya ada media yang memuat wawancara sebagai berikut:
            Bencana dan musibah yang bertubi-tubi datang merupakan adzab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada bangsa Indonesia. Mengapa ini terjadi? Karena bangsa yang mayoritas muslim ini masih mempraktekkan kemusyrikan dalam kehidupan sehari-hari.
           Bentuk kemusyrikan itu di antaranya adalah ruwatan, sedekah bumi, dan larung laut. Semua ini merupakan bentuk kemusyrikan.          
             Kemusyrikan yang sudah terpendam itu dihidupkan kembali. Ruwatan itu sebenarnya salah satu bentuk kemusyrikan. Sebab dalam ruwatan tersebut terdapat bentuk perdukunan, klenik, takhayyul, bid’ah, khurafat dan keyakinan-keyakinan sesat lainnya.
             Sejak itu dilakukan, maka ruwatan kembali semarak dan dihidup-hidupkan secara nasional. Bahkan saat ini acara semacam itu didukung oleh berbagai instansi pemerintah. Kalau mau tahu lebih banyak bukalah situs-situs di internet. Di sana terlihat beberapa instansi pemerintah mengadakan berbagai ruwatan.
               Sebagai bentuk syukur mereka mengadakan upacara larung laut yang diberi nama dengan Larung Buto ke Laut Kidul. Upacara yang penuh dengan kemusyrikan itu juga diikuti oleh beberapa partai Islam. Mereka menganggap bahwa kesialan harus dibuang ke laut dan meminta berkah kepada Nyai Roro Kidul.
              Bentuk kemusyrikan lainnya adalah upacara sedekah bumi yang marak dilakukan di berbagai pelosok desa. Dalam upacara itu juga digelar sesaji untuk arwah leluhur. Ini jelas-jelas bentuk kemusyrikan.
             Di samping itu juga marak praktek-prektek perdukunan. Masyarakat negeri ini memang mayoritas Muslim, tapi ada sebagian dari mereka yang senang mengikuti perintah yang diberikan oleh dukun-dukun. Padahal mereka itu muslim, tetapi meminta sesuatu itu melalui dukun bukan langsung kepada Allah. Perdukunan itu juga termasuk bentuk kemusyrikan.

Jadi bencana dan musibah ini adzab Allah?

             Ya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan azab kepada kaum yang tidak mengikuti ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul Allah.
           Ada yang diazab dengan hujan batu, banjir, gempa dan aneka macam azab lainnya. Bahkan Bani Israel pun dirubah menjadi monyet dan babi karena mereka melanggar perintah Allah yang disampaikan oleh Nabi Musa Alaihis Salam.
             Jadi, musibah dan bencana akhir-akhir ini terjadi merupakan azab dari Allah kepada bangsa ini. Sebab saya melihat banyak masyarakat, terutama umat Islam percaya kepada dukun-dukun, klenik dan jimat-jimat. Bahkan ramai-ramai membesar-besarkan acara ruwatan yang jelas-jelas sangat penuh dengan kemusyrikan.

Ruwatan itu kan sebenarnya upacara adat.

             Ruwatan itu sebenarnya kepercayaan non-Islam yang berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo—raksasa pemakan manusia, anak Batoro Guru atau raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk rupa jelmaan dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan. Makanan Batoro Kolo adalah manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu, seperti kelahiran yang menurut perhitungan klenik akan mengalami menderita (sukerto), juga yang lahir dalam keadaan tunggal (ontang-anting), kembang sepasang (kembar), sendang apit pancuran (laki, perempuan, laki) dan lain-lain.
              Itu kepercayaan musyrik, menyekutukan Allah yang berlandaskan cerita wayang penuh takhayyul, khurofat dan tathoyyur atau menganggap sesuatu sebagai alamat sial dan sebagainya. Biasanya ruwatan disertai dengan sesaji dan wayangan untuk menghindarkan diri agar Botor Kolo tidak memangsa.

Apa yang harus dilakukan umat agar bencana ini tidak terus terjadi?
              Hal pertama yang dilakukan adalah menyadarkan umat Islam bahwa bencana dan musibah ini benar-benar azab dari Allah atas maraknya kemusyrikan dan kemaksiatan di tengah-tengah kehidupan mereka. Itu yang harus dilakukan dahulu. Setelah itu, umat harus melakukan tobat nasuha, tobat yang sebenar-benarnya tobat. Masyarakat harus meninggalkan segera hal-hal yang berbau musyrik. Sebab kemusyrikan itu merupakan puncak dari kedzaliman.
              Kemudian para ulama harus berani bicara bahwa bencana yang bertubi-tubi ini merupakan adzab dari Allah kepada manusia. Sayangnya para ulama tidak ada yang berani bicara, padahal ayatnya sangat banyak dalam Al-Qur’an.
            Para ulama juga harus berani menegur umat dan pemerintah. Sebab pemerintah secara khusus memberikan lampu hijau maraknya kemaksiatan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Bahkan pemerintah lewat Dinas Pariwisata dibantu dengan media massa membesar-besarkan upacara adat yang jelas-jelas penuh dengan kemusyrikan

5.      Kembar Mayang.

                Kembar mayang adalah dua buah rangkaian hiasan yang terdiri dari godongan (dedaunan) terutama daun kelapa (janur) yang ditancapkan ke sebuah potongan batang pisang. Daun kelapa tersebut dirangkai dalam bentuk gunung, keris, cambuk, paying, belalang, burung. Selain janur dilengkapi pula dengan daun-daun lain seperti daun beringin, puring, dadap srep dan juga dlingo bengle.

                Makna dari kembar mayang adalah untuk membuang sial/mbucal sengkolo ( tolak bala) pada pengantin pria.

             Menurut Abdul Aziz (Muallaf dari agama Hindu, asal Blitar masuk Islam tahun 1994)
Kembar Mayang dalam Hindu disebut “Kuade”.
”Kuade merupakan hasil karya dan sebagai simbol pada manusia atas kemurahan para Dewa-Dewa. Sedang kembar mayang berfungsi sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran”.

                Didalam pernikahan MC juga mengatakan “….kembar mayang bade kabucal wonten ing prosekawan kagem mbucal sengkala (pen: untuk membuang sial)”

                Dalam fakta kehidupan banyak orang Jawa yang takut untuk tidak memakai kembar mayang ketika menikahkan anaknya. Hal demikian membuktikan bahwa menggunakan kembar mayang bukan sekedar tradisi belaka dengan berbagai argumentasi filosofi simboliknya, tetapi telah menjadi tradisi yang bermuatan keyakinan yang diikat kuat didalam hati (menjadi aqidah). maka tertanamlah di hati masyarakat rasa tidak tenang, was-was dan takut akan terjadi bahaya (sesuatu yang tidak baik) jika tidak menggunakannya.Hanya sedikit orang Jawa muslim yang telah tercerahkan yang kemudian dengan percaya diri meninggalkan kembar mayang.
Bagi yang telah tercerahkan, maka segala keselamatan itu adalah milik Allah. Dan Allah telah memberikan jalan keselamatan (Al-Qur'an).

                 Jadi jelaslah bahwa kembar mayang adalah tolak bala (benda yang dianggap bertuah dan dapat menjauhkan bahaya/hal yang tidak baik), itu adalah fakta yang terjadi di masyarakat, hal semacam itu oleh Nabi SAW disebut “tamiimah”. Maka kembar mayang adalah perkara yang bathil dan menggunakannya berarti telah berbuat syirik.

Diterangkan dalam hadits marfu’, “Uqbah bin ‘Aamir radhiallaahu ‘anhu berkata, “aku mendengar Rasulullaah Shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa menggantungkan tamiimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya; dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (sejenis jimat), semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” HR. Ahmad Rahimahullaah no. 16763.

Dan dalam riwayat yang lain:
“Barangsiapa menggantungkan ( memakai/menggunakan) tamimah, maka dia telah berbuat syirik.” HR. Ahmad Rahimahullaah no. 16781 dan dalam sebuah hadits ‘Imran bin Husain radhiallaahu ‘anhu, menuturkan bahwa Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya: “Apakah ini?” Orang itu menjawab: “penangkal kelemahan” Nabipun bersabda: “Lepaskanlah itu, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; HR. ibnu majah Rahimahullaah no. 3522. dan riwayat lain dengan tambahan: “sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.“ HR. Ahmad. no. 19149.

6.      Kelahiran Dan Selapanan
              Setelah bayi lahir biasanya diadakan melek-melek (begadang sampai pagi) hal in untuk menjaga agar bayi tersebut selamat dari marabahaya yang datang pada malam hari, namun tradisi ini mulai hilang di masayrakat perkotaan.

               Beberapa hri setelah tali pusar putus maka dilakukan selamatan dengan membuat nasi urap yang dibagi-bagikan tetangga sebagai ucapan syukur karena bayinya selamat. Acara ini dilanjutkan pada hari ke 35 atau yang biasa disebut selapanan. Tujuannya untukmemebri nama si jabang bayi. Upacara in biasanya diiringi dengan bacaan barzanji dziba,, pada saat asyraqal si jabang bayi digendong keliling, setiap orang dianjurkan menggunting ujung rambut dan mengolesi madu pada bibir atau kening.

7.      Menginjak Telur.


             Bulan besar merupakan bulan yang penuh dengan berkah bagi umat islam apalagi bagi orang Jawa, pada bulan ini biasanya para pemuda-pemudi di pulau ini mengadakan suatu acara yang sangat penting bagi kehidupan mereka, dan masih banyak dari mereka yang menggunakan adat-istiadat orang jawa kuno.

             Adat istiadat ini terkadang disalah artikan oleh sebagian orang-orang yang terlalu fanatik pada adat tersebut dan orang-orang yang membenci adat dan mengatakan bid'ah pada suatu adat di sebuah daerah.

             Salah satu adat jawa dalam sebuah pernikahan adalah "Injak Telur" sering kali kita lihat setelah akad nikah berlangsung kedua mempelai dipertemukan dan melakukan upacara adat sederhana tersebut, tapi masih sangat minim pengetahuan kita tentang apa sebenarnya arti dari Injak Telur tersbut.

   Apa sebenarnya "Injak telur" itu?

              Injak Telur adalah sebuah upacara yang dilakukan dalam pernikahan adat jawa sesudah/sebelum dilaksanakannya akad nikah. Dalam kasus ini sang pria yang menginjak telur yang kemudian dibersihkan oleh sang mempelai wanita.


Apa Nilai dan Makna Upacara ‘Injak Telur’?


           Perkawian merupakan awal hidup bagi seseorang untuk mengarungi hidup bersama orang lain dengan sebuah ikatan janji. Acara pernikahan ini pastinya tidak akan berlangsung dengan tanpa adanya perayaan, (bagi yg merayakannya) dan bagi orang jawa kebanyakan mempunyai adat tersendiri dan terkadang agak berlainan dengan adat-adat islami. Adat injak telur Ini barangkali dapat dikatakan takhayul, tetapi pada kenyataannya sampai sekarang hal-hal itu masih sangat meresap pada kepercayaan sebagian masyarakat di Indonesia Khususnya Jawa.

             Tentu saja uapacara Injak Telur ini dilakukan karena mempunyai arti , nilai dan tujuan juga memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan. Dalam upacara ini, sang pria diharuskan menginjak telur yang telah dipecahkan hingga pecah tanpa menggunakkan alas kaki, hal ini wajib disaksikan keluarga kedua belah pihak. Kemudian setelah telurnya pecah, sang wanita harus mebersihkan sisa-sisa pecahan telur baik di wadah telur itu dan kaki sang pria, bahkan di lantai yang terkena cipratan pecahan telur. 
Mari kita bahas sedikit-sedikit


Telur


           Telur melambangkan awal atau permulaan sesuatu kehidupan dari Ayam yang dapat diibaratkan sebagai sebuah wadah keluarga yang tertutup rapat dan harus terjaga agar bisa menghasilkan sebuah generasi penerus, telur juga melambangkan keprawanan dari wanita yang masih utuh dan belum tersentuh dalamnya. Karena tentunya tidak ada orang yang bisa memegang isi dari telur tanpa memecahnya. Dan tentunya sama bagi seorang pria tidak akan merasakan sebuah kenikmatan tanpa memecah keprawanan dari wanita tersebut.


Pria menginjak telur


           Pria menginjak telur dimaksudkan bahwa prialah yang harus dominan dalam keluarga, dan ia juga harus bekerja keras untuk keluarga. Dan saat pria menginjak telur sehingga telur itu pecah menggambarkan bahwa sang pria itulah yang nanti akan mendapatkan keperawanan sang wanita selepas akad nikah.


Injak Telur Tanpa alas kaki


             Mengapa sang pria memecahkan telur harus tanpa menggunakan alas kaki? Itu menandakan bahwa sang pria yang nantinya akan menjadi kepala rumah tangga harus berjuang keras untuk mempertahankan dan menghidupi keluarga tanpa harus merengek-rengek meminta bantuan orang atau bergantung dengan orang lain. Usaha yang dilakukan pasti tidak mudah, sama tidak mudahya dengan memecahkan telur tanpa alas kaki dan ia akan merasa kesakitan tertusuk-tusuk kulit. Sama halnya dalam kehidupan nyata, nantinya tidak mudah bagi pria menjalankan memperjuangkan keluarga pasti akan ada rasa sakit, lelah dan sebagainya.


Wanita membersihkan pecahan telur


           Tindakan ini mengartikan bahwa wanita itu harus mengabdi pada suami dengan senang hati dan ikhlas. Ini juga menunjukan bahwa sang istri haruslah patuh terhadap suami. Rasa sakit dan lelah yang dirasakan suami setelah bekerja kemudian dihilangkan dengan pengabdian seorang istri di rumah.

             Keluarga inti kedua belah pihak menyaksikan dimaksudkan bahwa walaupun nanti sudah menjadi sebuah keluarga, diharapkan tidak melupakan orang tua dan tetap patuh terhadap orangtua, pada dasarnya karena orangtualah kita ada.

               Itulah yang dimaksudkan dari upacara ‘Injak Telur’ makna dan nilai yang terkandung memiliki tujuan yang baik, karena pada dasarnya semua tradisi kebudayaan daerah pasti mengandung nilai-nilai yang positif. Sama halnya seperti nilai dan maksud dari setiap gerakan ritual upacara ‘Injak Telur’ setiap bagian pasti mempunyai makna yang positif dan pesan-pesan yang ditujukan bagi mempelai agar menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah.

             Tetapi anak muda sekarang terkadang enggan melakukan acara tersebut dan lebih memilih melakuakan budaya baru yang terkadang tidak kita sadari bahwa budaya baru itu tidak lebih baik dari adat istiadat orang-orang dahulu.

           Dari memahami arti adat ini kita bisa mengambil manfaat dari suatu acara dalam kebudayaan yang sering kita lakukan tanpa adanya prasangka buruk pada adat-istiadat tersebut, dan tentunya untuk mempertebal iman kita pada sang pencipta.
            Perbuatan ini adalah perbuatan syirik, karena mempunyai anggapan dengan menginjak telur itu akan di segera memiliki atau di beri anak. Jadi meminta nya itu bukan kepada Allah, tetapi kepada kepercayaan mengijnjak telur itu.

8.      Sedekah Bumi.

                      Sedekah bagi kita ummat Islam merupakan kata yang tidak asing, bahkan kita senantiasa saling menganjurkan dan memerintahkan untuk mengamalkannya. Sedekah dalam bahasa arab di kenal dengan sodaqoh yang artinya memberi sedekah/derma ( dengan sesuatu ). Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman  : Hai orang-orang yang beriman jangan kamu menghalangi ( pahala ) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan si penerima ) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia….. ( Surat Al Baqoroh : 264 )
Rosululloh j juga bersabda
               Dari Hakim bin Hizam semoga Alloh meridhoinya dari Rosululloh j beliau bersabda : “ Tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah . Dahulukanlah orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baik sedekah itu ialah yang dari lebihnya kebutuhan sendiri. Dan barang siapa yang memelihara kehormatannya, maka Alloh akan memeliharanya. Dan barang siapa yang mencukupkan akan dirinya, maka Alloh akan mencukupinya.” H.R. Bukhari dan Muslim.
            Dari ayat dan hadits yang disebutkan diatas cukuplah bagi kita meyakini bahwa sedekah merupakan bagian dari syariat Islam yang sangat mulia, Alloh memerintahkannya serta Rosululloh juga menganjurkannya. Sedekah kok dilarang ? setidaknya perkataan itulah yang pernah penulis dengar, demikianlah pernyataan sebagian masyarakat kita yang punya semangat tinggi ingin melaksanakan syiar Islam yaitu sedekah. Kenapa dilarang ? karena sedekah yang dimaksudkan adalah “ sedekah laut”, yaitu kegiatan yang berupa pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi dangan aneka lauk dan kembang yang kemudian dihanyutkan di laut selatan disertai dengan persembahan kepala kerbau. Semua itu dipersembahkan kepada “ Ratu Laut Selatan” agar mereka mendapatkan berkah dengan banyaknya hasil tangkapan dan dijauhkan dari mara bahaya. Perhatikan wahai saudaraku beberapa penyimpangan aqidah dalam ritual ini, yang secara tidak sadar membawa mereka kejurang kesyirikan yang dapat membatalkan kesempurnaan tauhid: yang pertama dengan keyakinan tersebut mereka meyakini bahwa ada dzat yang dapat memberikan rizqi selain Alloh, yang kedua dengan ritual ini berarti mereka meyakini ada dzat yang dapat memberikan manfa’at dan mudhorot selain Alloh, padahal semua itu adalah hak prerogatif Alloh. Dengan demikian pelaku ritual sedekah laut adalah lebih bodoh dari pada kaum musyrikin jaman jahiliyyah, karena kaum musrikin pada masa jahiliyyah ketika ditanyakan kepada mereka siapa yang telah memberikan rizqi kepada mereka, maka serta merta mereka akan berkata Alloh ! sebagaimana firman Alloh dalam surat sehingga dengan disengaja atau tidak mereka telah terjerumus kedalam peribadahan kepada selain Alloh yaitu dengan memberikan hak memberi rizqi dan memberikan manfa’at serta mudhorot yang merupakan hak prerogatif Alloh kepada selain Alloh ( Ratu Pantai selatan ). Mereka menganggap sedekah laut itu adalah bagian dari Islam, buktinya acara ini di ikuti oleh mayoritas ummat Islam dan yang berdo’apun para kyai, keyakinan ini begitu merasuk kedalam kehidupan masyarakat kita sehingga kegiatan ini menjadi ritual tahunan yang wajib dilaksanakan. Padahal didalamnya terdapat banyak sekali kesyirikan dan penyimpangan yang mengatas namakan Islam. Ketahuilah bahwa Islam yang merupakan tuntunan Nabi Ibrahim adalah ibadah kepada Allah semata dengan memurnikan ibadah kepadaNya, itulah yang diperintahkan Allah kepada seluruh ummat manusia dan hanya untuk itu sebenarnya mereka diciptakan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku.”  QS. Az-Zariyat : 56.
Ibadah, dalam ayat ini, artinya : tauhid. Dan perintah Allah yang paling agung adalah tauhid, yaitu memurnikan ibadah untuk Allah semata-mata. Sedang larangan Allah yang paling besar adalah syirik, yaitu : menyembah selain Allah di samping menyembahNya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu denganNya.”  QS. An-nisa : 36.
 Alloh Subhanahu Wa Ta’ala juga menegaskan dalam firmannya :
 “Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula) matahari dan bulan serta bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha suci Allah Tuhan semesta alam.” QS. Al-A’raf : 54.
Tuhan inilah yang haq untuk disembah.
Dalilnya, firman Allah Ta’ala yang artinya :
 “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Robb) yang telah menjadikan untukmu bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mngetahui.”  QS. Al-Baqarah : 21-22.
               Karena itu, barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Alloh, maka ia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta’ala yang artinya :
“Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping (menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar balasannya ada pada Tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu.”  QS. Al-Mu’minun: 117.
                  Maka dari itu ketahuilah wahai saudaraku, bahwasannya sedekah laut itu bukan bagian dari Islam, ditinjau dari sudut pandang manapun sedekah laut tidak dapat dikaitkan dengan Islam sedikitpun. Mungkin ada orang yang mengajak anda untuk melihat-lihat saja tetapi hati tidak ikut membenarkannya, maka jika anda berpikir tidak ikut dalam ritual itu tetapi hanya melihat-lihat keramaiannya saja, itu semua sama saja sebab sukses tidaknya suatu acara dilihat dari penontonnya/pengunjungnya, perhatikanlah jika suatu acara tidak ada yang mau untuk menontonnya pasti panitianya tidak akan melaksanakannya pada waktu yang akan datang karena dianggap kurang prospektif, tapi jika dalam suatu acara dikunjungi oleh banyak orang maka panitia akan merasa sukses dan akan senantiasa menyelenggarakan kegiatan tersebut. Maka dari itu wahai saudaraku marilah kita cegah kemungkaran dengan diawali dari diri kita masing-masing, insya Alloh jika jika setiap individu ummat Islam tidak ada yang mau menyaksikan acara kesyirikan tersebut, maka cepat atau lambat acara tersebut akan hilang dari kebiasaan masyarakat kita. Demikianlah wahai saudaraku apa yang dapat kami sampaikan. Dan sebagai kesimpulan dari penjelasan diatas, bahwasanya sedekah laut bukanlah bagian dari Islam sedikitpun. Maka tidak selayaknya kaum muslimin yang berakal sehat ikut memakmurkan dan menyemarakan ritual tersebut, yang akan menyeret pelakunya kepada sesuatu yang diharamkan oleh Alloh yaitu melestarikan kegiatan syirik.

9.      Kirab Pusaka.


                 Adalah tahun baru Islam. Hari yang dikenal dalam kalender jawa dengan sebutan 1 Suro ini bagi banyak kalangan memiliki keistimewaan tersendiri. Umumnya masyarakat Jawa menjadikannya sebagai hari besar yang mereka rayakan dengan semarak. Pada hari ini di banyak tempat akan dilangsungkan berbagai macam acara “kebudayaan”, seperti yang terdapat di kota Solo, Cirebon, Jogja, Malang dan tempat-tempat lain di tanah air.
               Sedangkan di ibukota sendiri acaranya terpusat di Taman Mini Indonesia Indah. Antusias masyarakat terhadap acara-acara ini begitu meriah, hal ini terlihat dari jumlah yang hadir yang bisa mencapai hingga ribuan orang. Selain acaranya yang beragam, motivasi masyarakat yang datang juga berbeda-beda.
               Diantara acara yang diselenggarakan di hari ini seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan di Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam 1 Suro, mubeng beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata pun, pencucian benda-benda pusaka (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan Cirebon, ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut acara mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng ratu kidul yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan di Jawa Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan juga acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat sambil menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap keberuntungan dan niatan lainnya.
               Acara-acara seperti ini di tanah air ada yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau, seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan yang konon sudah ada sejak Keraton Surakarta berdiri tahun 1745 M. Dan di TMII acara-acara serupa juga digelar dan dimeriahkan oleh dalang-dalang dan paranormal ternama. Pertanyaannya apa tinjauan Islam terhadap acara tersebut?
               Sudah merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. Al Hajj : 62
Dan Allah Subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pelaku kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. QS. Al Maidah : 72
               Maka ibadah apa pun bentuknya adalah haram diperuntukkan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Rahimahullah berkata menerangkan pengertian ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyah, “Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i Allah dari ucapan dan perbuatan yang lahir dan tersembunyi”.
                 Maka shalat, puasa, zakat, haji adalah ibadah. Istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah semuanya hanya untuk Allah Subhaanahu wa ta’ala. Inilah prinsip tauhid (memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala semata) yang menjadi landasan paling fundamental di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka ia jatuh ke dalam kesyirikan kecil atau besar tergantung jenis pelanggarannya.
                 Seperti Acara Kirab Pusaka di Kota Solo, Pencucian Jimat di Cirebon sudah maklum diketahui di dalam Islam bahwa Dzat Yang Memberi manfaat dan Menolak Kemudharatan hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala semata, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab:”Allah”.Katakanlah:”Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”  QS. Az-Zumar : 38.
                Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, maka keyakinan-keyakinan terhadap benda pusaka, jimat dan yang lainnya bahwa benda-benda tersebut bisa mendatangkan manfaat atau menolak kemudharatan adalah batal. Seorang muslim haram meyakini ada kekuatan terselubung atau berkah tertentu pada benda-benda tersebut tanpa keterangan dari Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an atau Rasul-Nya di dalam As-Sunnah menurut pemahaman generasi pertama ummat ini (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Apakah seseorang berkeyakinan bahwa benda tersebut bisa mendatangkan manfa’at dan menolak kemudharatan dengan sendirinya (syirik besar) atau benda-benda tersebut hanya sebagai perantara (syirik kecil).
                Lantas apa hukumnya menghadiri acara-acara di atas sebatas mengaguminya sebagai kebudayaan tanpa ada keyakinan-keyakinan tertentu? Jawabnya, adalah haram. Karena Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:”Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata):”Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. QS. Al Mumtahanah : 4
                 Kemudian diantara acara-acara tersebut ada yang jelas-jelas merupakan syirik besar, seperti minta-minta kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala seperti yang kerap dilakukan para peziarah di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi bertepatan dengan 1 Suro atau pada hari-hari besar Islam. Apakah minta berkah, minta restu, minta keselamatan, kesejahteraan dan maksud-maksud lainnya. Begitu juga acara pemujaan dan pemberian sesajian yang kental mewarnai acara-acara seperti ini. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. QS. Al Furqan : 69
              Dan seorang yang berakal akan mendapati dengan jelas pada acara-acara tersebut warna yang kental dalam upayanya menyaingi syari’at yang suci ini, syari’at Islam. Beberapa diantaranya seperti acara keliling benteng di Kraton Jogja mirip dengan thawaf di Baitullah, begitu juga keliling pendopo di Pasarean Gunung Kawi. Acara-acara ini kalau bukan kesyirikan, paling ringan adalah bid’ah yang mungkar di dalam Islam.
Belum lagi acara ruwatan yang sering diadakan di TMII setiap awal tahun Jawa yang turut dimeriahkan oleh “dukun-dukun keren” (paranormal) yang unjuk kebolehan di hadapan ribuan hadirin yang termakan oleh sihir mereka. Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal dan mempercayai ucapannya maka dia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada Muhammad”. Yaitu dia telah kafir terhadap Al Qur’an, dan orang yang kufur terhadap Al Qur’an batal keislamannya.
              Maka berhati-hatilah dari acara-acara seperti ini yang sarat dengan bid’ah, kesyirikan dan pemujaan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Dan cukup bagi kita dua hari besar tahunan yang diakui di dalam Islam Hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak tolong menolong dalam kejelekan, seperti mempromosikan acara-acara di atas, memujinya, atau ikut melestarikannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan).Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. QS. An-Nahl : 25.

           Adalah tahun baru Islam. Hari yang dikenal dalam kalender jawa dengan sebutan 1 Suro ini bagi banyak kalangan memiliki keistimewaan tersendiri. Umumnya masyarakat Jawa menjadikannya sebagai hari besar yang mereka rayakan dengan semarak. Pada hari ini di banyak tempat akan dilangsungkan berbagai macam acara “kebudayaan”, seperti yang terdapat di kota Solo, Cirebon, Jogja, Malang dan tempat-tempat lain di tanah air.
             Sedangkan di ibukota sendiri acaranya terpusat di Taman Mini Indonesia Indah. Antusias masyarakat terhadap acara-acara ini begitu meriah, hal ini terlihat dari jumlah yang hadir yang bisa mencapai hingga ribuan orang. Selain acaranya yang beragam, motivasi masyarakat yang datang juga berbeda-beda.
              Diantara acara yang diselenggarakan di hari ini seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan di Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam 1 Suro, mubeng beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata pun, pencucian benda-benda pusaka (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan Cirebon, ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut acara mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng ratu kidul yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan di Jawa Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan juga acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat sambil menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap keberuntungan dan niatan lainnya.
            Acara-acara seperti ini di tanah air ada yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lampau, seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan yang konon sudah ada sejak Keraton Surakarta berdiri tahun 1745 M. Dan di TMII acara-acara serupa juga digelar dan dimeriahkan oleh dalang-dalang dan paranormal ternama. Pertanyaannya apa tinjauan Islam terhadap acara tersebut?
            Sudah merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. Al Hajj : 62
Dan Allah Subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pelaku kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. QS. Al   Maidah : 72
               Maka ibadah apa pun bentuknya adalah haram diperuntukkan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Rahimahullah berkata menerangkan pengertian ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyah, “Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i Allah dari ucapan dan perbuatan yang lahir dan tersembunyi”.
               Maka shalat, puasa, zakat, haji adalah ibadah. Istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah semuanya hanya untuk Allah Subhaanahu wa ta’ala. Inilah prinsip tauhid (memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala semata) yang menjadi landasan paling fundamental di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka ia jatuh ke dalam kesyirikan kecil atau besar tergantung jenis pelanggarannya.
              Seperti Acara Kirab Pusaka di Kota Solo, Pencucian Jimat di Cirebon sudah maklum diketahui di dalam Islam bahwa Dzat Yang Memberi manfaat dan Menolak Kemudharatan hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala semata, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab:”Allah”.Katakanlah:”Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”.  QS. Az-Zumar : 38
             Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, maka keyakinan-keyakinan terhadap benda pusaka, jimat dan yang lainnya bahwa benda-benda tersebut bisa mendatangkan manfaat atau menolak kemudharatan adalah batal. Seorang muslim haram meyakini ada kekuatan terselubung atau berkah tertentu pada benda-benda tersebut tanpa keterangan dari Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an atau Rasul-Nya di dalam As-Sunnah menurut pemahaman generasi pertama ummat ini (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Apakah seseorang berkeyakinan bahwa benda tersebut bisa mendatangkan manfa’at dan menolak kemudharatan dengan sendirinya (syirik besar) atau benda-benda tersebut hanya sebagai perantara (syirik kecil).
              Lantas apa hukumnya menghadiri acara-acara di atas sebatas mengaguminya sebagai kebudayaan tanpa ada keyakinan-keyakinan tertentu? Jawabnya, adalah haram. Karena Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:”Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata):”Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. QS. Al Mumtahanah : 4
                Kemudian diantara acara-acara tersebut ada yang jelas-jelas merupakan syirik besar, seperti minta-minta kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala seperti yang kerap dilakukan para peziarah di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi bertepatan dengan 1 Suro atau pada hari-hari besar Islam. Apakah minta berkah, minta restu, minta keselamatan, kesejahteraan dan maksud-maksud lainnya. Begitu juga acara pemujaan dan pemberian sesajian yang kental mewarnai acara-acara seperti ini. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. QS. Al Furqan : 69
               Dan seorang yang berakal akan mendapati dengan jelas pada acara-acara tersebut warna yang kental dalam upayanya menyaingi syari’at yang suci ini, syari’at Islam. Beberapa diantaranya seperti acara keliling benteng di Kraton Jogja mirip dengan thawaf di Baitullah, begitu juga keliling pendopo di Pasarean Gunung Kawi. Acara-acara ini kalau bukan kesyirikan, paling ringan adalah bid’ah yang mungkar di dalam Islam.
              Belum lagi acara ruwatan yang sering diadakan di TMII setiap awal tahun Jawa yang turut dimeriahkan oleh “dukun-dukun keren” (paranormal) yang unjuk kebolehan di hadapan ribuan hadirin yang termakan oleh sihir mereka. Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal dan mempercayai ucapannya maka dia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada Muhammad”. Yaitu dia telah kafir terhadap Al Qur’an, dan orang yang kufur terhadap Al Qur’an batal keislamannya.
               Maka berhati-hatilah dari acara-acara seperti ini yang sarat dengan bid’ah, kesyirikan dan pemujaan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Dan cukup bagi kita dua hari besar tahunan yang diakui di dalam Islam Hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak tolong menolong dalam kejelekan, seperti mempromosikan acara-acara di atas, memujinya, atau ikut melestarikannya.
Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan).Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. QS. An-Nahl : 25

                   Dan inilah yang menarik, orang-orang menyikapi kekeramatan kerbau Kyai Slamet sedemikian rupa, sehingga cenderung tidak masuk akal. Mereka berjalan mengikuti kirab, saling berebut berusaha menyentuh atau menjamah tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh tubuh kebo, orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran.
                  Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang pun saling berebut mendapatkannya. Tidak masuk akal memang. Tapi mereka meyakini bahwa kotoran sang kerbau akan memberikan berkah, keselamatan, dan rejeki berlimpah. Mereka menyebut berebut kotoran tersebut sebagai sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet.

10.   Ritual Menolak Hujan.

                Kami mempunyai kemampuan dengan ijin Tuhan untuk memindahkan hujan tersebut yang sekiranya akan menggangu jalannya acara yang akan berlangsung. Demikian lancangnya sesumber paranormal dalam ikhlannya disebuah media. Hingga ia merasa pasti nantinya Allah akan mengijinkan keinginannya.
                 Memang memperhatinkan, ketika kemarau dating, sebagian masyarakat menjalani ritual yang syirik untuk mendatangkan hujan. Dan sekarang tatkala hujan mulai sering turun yang laris adalah dukun pawang hujan. Setidaknya ada 2 model cara yang dilakukan oleh pawang hujan untuk menolak hujan. Pertama dengan meminta bantuan kepada jin atau setan dan yang kedua dengan meminta bantuan kepada penghuni kubur.

                Cara pertama memiliki variasi, tergantung kreasi dari masing-masing dukun. Ada yang menggunakan media baker kemenyan, garam, serutu, kapur, pinang dan sirih. Pemesan diminta oleh pawang hujan untuk membuang nasi genggam keatas genting dan membuang cerutu, kemenyan, kembang dan kapur kesungai, tentu setelah di beri mantra-mantra yang berisi pengagunggan dan permohonan kepada jin dan setan. Jelas ini adalah kesyirikan karena ia telah berdoa kepada selain Allah. “ Fa laa tad’u ma’allahi ahadan “, dan janganlah kalian menyeru ( berdoa ) kepada suatu apapun disamping berdoa kepada Allah “. QS. Al-Jinn : 18

                  Cara kedua, dengan meminta pertolongan kepada penghuni kubur. Baik kuburan yang penghuninya dianggap sakti, hingga yang dianggap sebagai wali. Pasdahal yang telah mati itu terputus amalnya, tidak bias lagi beramal atau berbuat. Bagaimana mungkin mereka hendak membantu kesulitan manusia yang masih hidup. Karena dalam fiqih islam tidak mengenal bagaimana hokum orang mati menolong orang yang masih hidup, apakah berpahala atau tidak, karena memang tidak ada fakta yang membutuhkan adanya suatu hokum.
                 Jika kemudian hujan berhenti atau mendung kembali cerah, itu semata-mata kehendak Allah. Bukan karena jin mampu mengalihkannya, meskipun akirnya itu di klaim sebagai pawing hujan. Jika itu yang terjadi, tentu ada hikmah di dalamnya. Apakah sebagai hujian bagi orang yang beriman ataukah sebagai ‘istidraj bagi orang-orang yang menyimpang.

11.  Seputar Kematian.

                Dalam agama hindu, ketika memberangkatkan jenazah ke kuburan, terdapat tradisi brobosan. Brobosan merupakan wujub bakti kepada orang tua yang telah meninggalkan dunia fana ini dan merupakan salam kepada para dewa di nirwana yang menyambut arwah si orang yang meninggal. Tradisi brobosan ini ternyata masih dilakukan ummat islam, padahal perbuatan itu tidak ada dasar ataupun dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, selain brobosan. Dalam ritual agama hindu, dalam prosesi pemberangkatan jenazah, juga terdapat ritual member payung di atas kepala jenazah dan diatas keranda jenazah dikasih rangkaian bunga. Dan hal ini pun juga dilakukan oleh masyarakat islam, hal tersebut juga tidak ada dasarnya dalam islam. Brobosan di bawah keranda yang di dalamnya ada mayit, dilakukan dari kanan ke kiri. Dilakukan oleh saudara simayit urut dari yang tua hingga yang termuda.
             Saat keranda akan dibawa ketempat pemakaman, keluarga juga melakukan saweran yaitu menyebar campuran beras kuning, bunga, uang logam dan daun andong purih kearah beranda yang telah digotong, siap dibawa ketempat pemakaman. Dan ketika keranda diarak menuju tempat pemakaman terdapat payunh diatas kepala mayit. Memayungi  kepala yang meninggal, memiliki makana bahwa si mayit sedang meninggalkan alam mikrokomos ( alam dunia ) menuju alam bumi agung. Bumi dilambangkan sebagai payung.
            Keranda pun dihias dengan rangkaian bunga berwarna putih, merah dan kuning yang disebut ronje. Bunga putih yang dijadikan ronje merupakan lambing dewa brahmana, bunga merah melambangkan dewa wisnu dan bunga kuning melambangkan dewa shiwa.
              Dalam agama hindu dalam prosesi menuju alam nirwana menghadap ida sang hyang widi waksa mencapai alam mksa, diperintahkan melakukan 3, 7, 40, 100, mendak pisan, mendak pindo dan nyewu. Dalam hal ini pun juga dilakukan oleh masyarakat islam, hal tersebut tidak ada dasarnya dalam islam, itu laisa minal islam, itu bukan ajaran islam. Ritual-ritual tersebut terdapat dalam kitab-kitab maupun buku-buku agama hindu.

12.   Mengkramatkan Bulan Muharram.

              Penetapan tahun hijrah sebagai tahun Islam oleh Khalifah Umar bin Khaththab bukan tanpa alasan yang kuat. Berawal dari peristiwa hijrah Rasululah SAW berhasil membangun masyarakat dan pemerintah Islam di Yatsrib (sekarang Madinah). Hijrah menjadi momentum kebangkitan ummat Islam. Bangkit dari syirik menuju tauhid, bangkit dari bangsa yang tertindas menjadi bangsa yang merdeka, bangkit dari ummat yang hina dina menjadi berwibawa di mata dunia. Meskipun jumlah para shahabat yang melakukan hijrah relatif sedikit tetapi kualitas iman dan taqwa mereka menjulang tinggi ke angkasa.
                Momentum kebangkitan ummat Islam generasi awwal tersebut mestinya menjadi inspirasi bagi ummat Islam sekarang untuk menjadikan awwal tahun baru hijrah, yakni bulan Muharram ini sebagai awwal kebangkitan. Sudah lama ummat berkubang dalam lumpur syirik dan menjadikan bulan Muharram sebagai bulan keramat.
               Banyak ritual peribadatan yang tidak diajarkan Islam dilakukan ummat Islam di bulan Muharram seperti ruwatan, labuhan, larungan, sedekahan, slametan, tumpengan, sesajian, dan tirakatan. Yang lain lagi di bulan Muharram ini ada yang memandikan tosan aji, ngirap kerbau, tapa mbisu mubeng beteng, kungkum di sungai pada tengah malam, dan labuhan di Pantai Selatan. Sebenarnya ritual peribadatan seperti ini kalau dilakukan oleh orang-orang non-muslim, terserah sajalah bagi mereka. Namun bila orang-orang Islam yang melaksanakan dan meramaikannya akan menjadi masalah besar. Karena ritual peribadatan tersebut dalam pandangan Islam termasuk syirik, sedang dosa syirik akan merusak seluruh amal shaleh


Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. QS. Az-Zummar : 65
              Selain itu banyak orang Islam menganggap bulan Muharram sebagai bulan keramat, sehingga takut bencana akan menimpa mereka kalau melakukan hajatan di bulan ini. Pernikahan, khitanan, pindah atau mendirikan rumah akan mereka tunda untuk tidak dilakukan di bulan ini, karena khawatir tidak selamat. Padahal keselamatan manusia itu tergantung kepada kethaatannya kepada Allah, kepada kedisiplinannya mengikuti Al-Qur’an


Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. QS. Al-Maaidah : 16
                Kita berprasangka baik bahwa mereka berbuat demikian itu mungkin karena belum faham betul tentang agamanya, mereka beragama hanya mengikuti apa yang didapati dari bapak-bapak mereka atau nenek-nenek mereka secara turun-temurun. Oleh karena itulah pentingnya bagi orang Islam mau mengkaji dan memahami Islam dari sumbernya, yakni Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah SAW agar dapat beragama secara benar.
              Agama Islam mendidik ummatnya agar menjadi ummat yang pandai, apalagi di zaman modern ini, tidak pantas kalau ummat Islam kembali ke zaman jahiliyyah lagi, mempercayai hal-hal yang tidak masuk akal sehat, apalagi mengandung kemusyrikan yang akan membawa kepada kesesatan. Kita harus meyaqini bahwa apa yang diwariskan oleh Rasulullah SAW menjamin keselamatan ummat manusia di dunia ini sampai di akhirat kelak, bagi yang mau berpegang teguh padanya, yakni Al-Qur’an dan sunnah Nabi-Nya.

13.  Mempercayai Zodiak atau Mempercayai Ramalan Bintang.


Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.QS. Al Mulk : 3-5
              Allah menjelaskan kebagusan langit ciptaan-Nya. Langit tersebut menjadi indah dan menawan karena dihiasi dengan bintang-bintang. Bintang dalam ayat di atas disebutkan berfungsi untuk melempar setan dan sebagai penghias langit. Namun sebenarnya fungsi bintang masih ada satu lagi. Bintang secara keseluruhan memiliki tiga fungsi.
Tiga Fungsi Bintang di Langit
            Fungsi pertama
                 Untuk melempar setan-setan yang akan mencuri berita langit. Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat Al Mulk,
 Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. QS. Al Mulk : 5
             Setan mencuri berita langit dari para malaikat langit. Lalu ia akan meneruskannya pada tukang ramal. Akan tetapi, Allah senantiasa menjaga langit dengan percikan api yang lepas dari bintang, maka binasalah para pencuri berita langit tersebut. Apalagi ketika diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, langit terus dilindungi dengan percikan api.  Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
 Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. QS. Al Jin: 9-10.

Berita langit yang setan tersebut curi sangat sedikit sekali.
            Fungsi kedua
                  Sebagai penunjuk arah seperti rasi bintang yang menjadi penunjuk bagi nelayan di laut.
 Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” QS. An Nahl : 16.
              Allah menjadikan bagi para musafir tanda-tanda yang mereka dapat gunakan sebagai petunjuk di bumi dan sebagai tanda-tanda di langit.
               Fungsi ketiga
          Sebagai penerang dan penghias langit dunia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
 “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” QS. Al Mulk : 5
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang. .
Mengenai surat Al Mulk ayat 5, ulama pakar tafsir –Qotadah As Sadusiy- mengatakan,
 Sesungguhnya Allah Ta’ala hanyalah menciptakan bintang untuk tiga tujuan: 
1.      Sebagai hiasan langit dunia.
2.      Sebagai pelempar setan, dan.
3.      Sebagai penunjuk arah. Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia berarti telah berkata-kata dengan pikirannya semata,  ia telah mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya (berkonsekuensi dikafirkan) dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali. Dari sini Qotadah melarang mempelajari kedudukan bintang, begitu pula Sufyan bin ‘Uyainah tidak memberi keringanan dalam masalah ini.

Ilmu yang Mempelajari Posisi Benda Langit
             Ada dua ilmu yang mempelajari posisi benda langit yaitu ilmu astronomi (ilmu tas-yir) dan ilmu astrologi (ilmu ta’tsir).

Pertama: Ilmu astronomi (ilmu tas-yir)
                  Astronomi, yang secara etimologi berarti ilmu bintangadalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
                   Astronomi adalah salah satu di antara sedikit ilmu pengetahuan di mana amatir masih memainkan peran aktif, khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan fenomena sementara. Astronomi jangan dikelirukan dengan astrologi, yaitu ilmu semu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. Meskipun memiliki asal-muasal yang sama, kedua bidang ini sangat berbeda. Astronom menggunakan metode ilmiah, sedangkan astrolog tidak.

Kedua: Ilmu astrologi (ilmu ta’tsir)

               Astrologi adalah ilmu yang menghubungkan antara gerakan benda-benda tata surya (planet, bulan dan matahari) dengan nasib manusia. Karena semua planet, matahari dan bulan beredar di sepanjang lingkaran ekliptik, otomatis mereka semua juga beredar di antara zodiak. Ramalan astrologi didasarkan pada kedudukan benda-benda tata surya di dalam zodiak.
              Seseorang akan menyandang tanda zodiaknya berdasarkan kedudukan matahari di dalam zodiak pada tanggal kelahirannya. Misalnya, orang yang lahir awal desember akan berzodiak Sagitarius, karena pada tanggal tersebut Matahari berada di wilayah rasi bintang Sagitarius.         Kedudukan Matahari sendiri dibedakan antara waktu tropikal dan waktu sideral yang menyebabkan terdapat dua macam zodiak, yaitu zodiak tropikal dan zodiak sideral. Sebagian besar astrologer Barat menggunakan zodiak tropikal.
                  Di bola langit terdapat garis khayal yang disebut dengan lingkaran ekliptika. Jika diamati dari bumi, semua benda tatasurya (planet, Bulan dan Matahari) beredar di langit mengelilingi lingkaran ekliptika. Keistimewaan dari keduabelas zodiak dibanding rasi bintang lainnya adalah semuanya berada di wilayah langit yang memotong lingkaran ekliptika. Jadi dapat disimpulkan zodiak adalah semua rasi bintang yang berada disepanjang lingkaran ekliptika. Rasi-rasi bintang tersebut adalah:
1.      Capricornus: Kambing laut
2.      Aquarius: Pembawa Air
3.      Pisces: Ikan
4.      Aries: Domba
5.      Taurus: Kerbau
6.      Gemini: Si Kembar
7.      Cancer: Kepiting
8.      Leo: Singa
9.      Virgo: Gadis Perawan
10.  Libra: Timbangan
11.  Scorpius: Kalajengking
12.  Sagitarius : Si Pemanah




Hukum Mempelajari Ilmu Astronomi dan Ilmu Astrologi.
             Para ulama dalam menilai ilmu yang mempelajari kedudukan benda langit ada dua pendapat:
Pendapat pertama :
                  Terlarang mempelajari posisi benda langit. Inilah pendapat Qotadah dan Sufyan bin ‘Uyainah. Alasan mereka melarang hal ini dalam rangka saddu adz dzari’ah yaitu menutup jalan dari hal yang dilarang. Mereka khawatir jika kedudukan bintang tersebut dipelajari, akan diyakini bahwa posisi benda langit tersebut bisa berpengaruh pada takdir seseorang. Namun pendapat ini adalah pendapat ulama yang ada di masa silam saja.
Pendapat kedua :
                    Tidak mengapa mempelajari posisi benda langit. Yang dibolehkan di sini adalah ilmu tas-yir (ilmu astronomi). Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq bin Rohuyah dan kebanyakan ulama.
            Pendapat kedua inilah yang lebih tepat karena berbagai manfaat yang bisa diperoleh dari ilmu astronomi dan tidak termasuk sebab yang dilarang. Ilmu tas-yir (ilmu astronomi) memiliki beberapa manfaat. Di antaranya bisa dipakai untuk kepentingan agama seperti mengetahui arah kiblat dan waktu shalat. Atau untuk urusan dunia seperti mengetahui pergantian musim. Ini semua termasuk ilmu hisab dan dibolehkan.
                    Sedangkan yang terlarang untuk dipelajari adalah ilmu yang pertama yang disebut dengan ilmu ta’tsir (ilmu astrologi). Dalam ilmu astrologi, ada keyakinan bahwa posisi benda-benda langit berpengaruh pada nasib seseorang. Padahal tidak ada kaitan ilmiah antara posisi benda langit dan nasib seseorang. Inilah yang keliru.
                Jadi, yang terlarang dipelajari adalah ilmu ta’tsir (astrologi). Sedangkan ilmu tas-yir (astronomi) adalah ilmu yang sangat membantu kehidupan sehingga tidaklah mengapa untuk dipelajari.

Keyakinan Terhadap Zodiak dan Ramalan Bintang
              Ada tiga macam keyakinan yang dimaksud dan ketiga-tiganya haram.
Pertama:
                      Keyakinan bahwa posisi benda langit yang menciptakan segala kejadian yang ada di alam semesta dan segala kejadian berasal dari pergerakan benda langit.
                    Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang dimiliki oleh Ash Shobi-ah. Mereka mengingkari Allah sebagai pencipta. Segala kejadian yang ada diciptakan oleh benda langit. Pergerakan benda langit yang ada dapat diklaim menimbulkan kejadian baik dan buruk di alam semesta. Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang kufur berdasarkan kesepakatan para ulama.
Kedua :
                    Keyakinan bahwa posisi benda langit yang ada hanyalah sebagai sebab (ta’tsir) dan benda tersebut tidak menciptakan segala kejadian yang ada. Yang menciptakan setiap kejadian hanyalah Allah, sedangkan posisi benda langit tersebut hanyalah sebab semata. Keyakinan semacam ini juga tetap keliru dan termasuk syirik ashgor. Karena Allah sendiri tidak pernah menjadikan benda langit tersebut sebagai sebab. Allah pun tidak pernah menganggapnya punya kaitan dengan kejadian yang ada di muka bumi, seperti turunnya hujan dan bertiupnya angin. Semua ini kembali pada pengaturan Allah dan atas izin-Nya, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedudukan benda langit yang ada. Allah hanya menciptakan bintang untuk tiga tujuan sebagaimana telah dikemukakan di atas.
Ketiga:
                     Posisi benda langit sebagai petunjuk untuk peristiwa masa akan datang. Keyakinan semacam ini berarti mengaku-ngaku ilmu ghoib. Ini termasuk perdukunan dan sihir. Perbuatan semacam ini termasuk kekufuran berdasarkan kesepakatan para ulama.
Intinya, ketiga keyakinan di atas adalah keyakinan yang keliru, walaupun hanya menganggap sebagai sebab atau hanya sebagai ramalan. Namun sayangnya, keyakinan semacam inilah yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat muslim. Mereka begitu semangat menikmati ramalan tersebut di majalah, koran, dan di dunia maya (seperti di situs jejaring sosial yaitu Facebook). Sebagian mereka pun mempercayai ramalan-ramalan bintang tadi. Apalagi jika memang ramalan itu pas dengan kondisi keuangan dan asmaranya saat itu. Sungguh, ini merupakan musibah besar di tubuh umat ini. Membaca sampai membenarkan lamaran tadi pun dianggap hal  lumrah dan tidak bernilai dosa.
Hukum Membaca Zodiak dan Ramalan Bintang
                    Zodiak atau ramalan bintang berisi tentang ramalann keadaan asmara, keuangan, kesuksesan seseorang di masa akan datang. Biasa digambarkan ramalan keadaan dirinya pada 1 minggu atau sebulan mendatang.
                     Cara memperoleh ramalan bintang ini tidak perlu susah payah sampai ke rumah tukang ramal. Saat ini, setiap orang sudah disuguhkan cara mudah untuk membaca ramalan bintang melalui majalah, koran atau TV. Bahkan sekarang bisa tinggal ketik lewat sms dengan format reg spasi, dan sebagainya.
             Dari sini perlu diketahui bahwa para ulama seringkali menyamakan hukum membaca ramalan bintang dengan hukum mendatangi tukang ramal yang mengklaim mengetahui perkara yang ghoib. Keduanya dinilai sama hukumnya karena sama-sama mempertanyakan hal ghoib di masa akan datang.
Syaikh Sholih Alu Syaikh -hafizhohullah- mengatakan :
“Jika seseorang membaca halaman suatu koran yang berisi zodiak yang sesuai dengan tanggal kelahirannya atau zodiak yang ia cocoki, maka ini layaknya seperti mendatangi dukun. Akibatnya cuma sekedar membaca semacam ini adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. Sedangkan apabila seseorang sampai membenarkan ramalan dalam zodiak tersebut, maka ia berarti telah kufur terhadap Al Qur’an yang telah diturunkan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Intinya, ada dua rincian hukum dalam masalah ini.
Pertama :
                Apabila cuma sekedar membaca zodiak atau ramalan bintang, walaupun tidak mempercayai ramalan tersebut atau tidak membenarkannya, maka itu tetap haram. Akibat perbuatan ini, shalatnya tidak diterima selama 40 hari.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima. Ini akibat dari cuma sekedar membaca.
               Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.”
Kedua :
              Apabila sampai membenarkan atau meyakini ramalan tersebut, maka dianggap telah mengkufuri Al Qur’an yang menyatakan hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu ghoib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.
               Namun jika seseorang membaca ramalan tadi untuk membantah dan membongkar kedustaannya, semacam ini termasuk yang diperintahkan bahkan dapat dinilai wajib. Hukum-hukum ini juga berlaku untuk ramalan lain selain dengan ramalan bintang.
Syaikh Sholih Alu Syaikh memberi nasehat, :
“Kita wajib mengingkari setiap orang yang membaca ramalan bintang semacam itu dan kita nasehati agar jangan ia sampai terjerumus dalam dosa. Hendaklah kita melarangnya untuk memasukkan majalah-majalah yang berisi ramalan bintang ke dalam rumah karena ini sama saja memasukkan tukang ramal ke dalam rumah. Perbuatan semacam ini termasuk dosa besar (al kabair).
             Oleh karena itu, wajib bagi setiap penuntut ilmu agar mengingatkan manusia mengenai akibat negatif membaca ramalan bintang. Hendaklah ia menyampaikannya dalam setiap perkataannya, ketika selesai shalat lima waktu, dan dalam khutbah jum’at. Karena ini adalah bencana bagi umat. Namun masih sangat sedikit yang mengingkari dan memberi peringatan terhadap kekeliruan semacam ini.”
             Dari sini, sudah sepatutnya seorang muslim tidak menyibukkan dirinya dengan membaca ramalan-ramalan bintang melalui majalah, koran, televisi atau lewat pesan singkat via sms. Begitu pula tidak perlu seseorang menyibukkan dirinya ketika berada di dunia maya untuk mengikuti berbagai ramalan-ramalan bintang yang ada. Karena walaupun tidak sampai percaya pada ramalan tersebut, tetap seseorang bisa terkena dosa jika ia bukan bermaksud untuk membantah ramalan tadi. Semoga Allah melindungi kita dan anak-anak kita dari kerusakan semacam ini.
Kejadian Masa Akan Datang Menjadi Kekhususan Allah.
                  Ketahuilah, saudaraku. Perkara masa akan datang adalah perkara yang menjadi kekhususan Allah dan menjadi ranah ghoib. Sehingga tidak pantas seorang makhluk pun menerka-nerka apa yang akan terjadi pada masa akan datang melalui ramalan bintang, zodiak dan semacamnya. Begitu pula tidak boleh mempercayai ramalan-ramalan semacam itu sebagaimana larangan yang telah kami kemukakan di atas.
Allah Ta’ala berfirman :
 Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” QS. Luqman: 34
Disebutkan pula dalam kitab Shahih Al Bukhari dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ
Kunci ilmu ghoib itu ada lima.”Kemudian beliau pun membaca firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat”.
Kuncinya: Menyandarkan Diri pada Allah
              Cukuplah seseorang meyakini bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Yang Di Atas. Kita hanya berusaha dan berusaha disertai tawakkal. Dengan cara seperti ini, apa yang kita inginkan dengan izin Allah dapat tercapai.
             Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”
               Jika Allah yang jadi sandaran dalam setiap usaha, maka Dia akan mencukupi setiap hajat. Bukankah Allah Ta’ala Yang Maha Mencukupi berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. QS. Ath Tholaq :  3
Al Qurtubi mengatakan,
Barangsiapa menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca ayat di atas kepada Abu Dzar. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,
لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوْا بِهَا لَكَفَتْهُمْ
Seandainya semua manusia mengambil nasehat ini, itu sudah akan mencukupi mereka.Yaitu seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakkal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka.
Lalu masihkah terbetik dalam hati kita untuk menggantungkan diri dan percaya pada ramalan-ramalan, padahal ada Rabb Yang Maha Mencukupi dan Sebaik-baik Tempat Bergantung?

    
13.  Merayakan Tahun Baru

                Tahun Baru Masehi Menurut Islam .
                Bagaimana hukum merayakan tahun masehi menurut pandangan islam ? dan bagaimana cara kita menyikapi tahun baru masehi tersebut ? ini yang mungkin sering kita pertanyakan dan juga banyak orang yang merayakan tahun baru secara berlebihan , tau kah anda kenapa tahun baru masehi identik dengan meniup terompet ? saya rasa hanya banyak yang ikut ikutan tanpa tau asal muasalnya dari mana.
         Mari kita pahami makna tahun baru yang sebentar lagi akan kita hadapi, jangan sampai kita terjerumus ke dalam perangkap setan, jika anda hanya sekedar berkumpul dengan keluarga sambil makan makan itu kita postif thinking aja, karena tahun baru kan rata rata libur, baik orang kerja, kuliah ataupun sekolah, pada kesempatan itulah untuk merefresh rasa kangen kepada keluarga dan teman teman dengan catatan tidak berlebihan dan melanggar batasan islam .


Meniup Terompet pada Tahun Baru Masehi :

Pertanyaan :

                    Benarkah budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka?
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofa, sebuah alat musik sejenisi terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Benarkah meniup terompet tahun baru itu kafir?

Jawaban :

               Meniup terompet pada tahun baru bukan hanya budaya masyarakat Yahudi, melainkan lebih dari itu, Meniup terompet pada tahun baru adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dalam syari'at Torat untuk menyambut datangnya Rosh Hasanah atau tahun baru Torat, yang jatuh pada bulan ke-tujuh atau tanggal 1 bulan Tishri dalam kalender Ibrani purba.

"Katakanlah kepada orang Israel, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari perhentian penuh yang diperingati dengan meniup sangkakala, yakni hari pertemuan kudus. (Torat, Imamat 23:24)

                Pada bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, haruslah kamu mengadakan pertemuan yang kudus, maka tidak boleh kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat; itulah hari peniupan sangkakala bagimu. (Torat, Bilangan 29:1)

                  Perintah itu lalu dimakna secara sederhana: meniup terompet pada tahun baru, termasuk tahun baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Isa Al Masih.
Kenyataannya, banyak orang di Barat maupun di Timur yang meniup terompet pada tahun baru tanpa motif ini, melainkan dengan motif just for fun (hanya untuk senang-senang) atau motif komersil tanpa motif religius apapun. Kalau motifnya untuk senang-senang, maka meniup terompet pada malam tahun baru dapat disetarakan dengan tindakan menonton TV pada malam tahun baru atau jalan-jalan mencari hiburan pada malam tahun baru.

  Lalu, apakah meniup terompet tahun baru itu kafir?

                    Bila anda meniupnya dengan mengingat bahwa itu adalah perintah Allah kepada Nabi Musa, maka tentu saja itu bukan tindakan kafir. Masa sih menuruti perintah Allah itu kafir? Jelas tidak. Kalau mengikuti perintah Allah itu kafir, lantas apa yang tidak kafir?Katanya mengimani Torat, nyatanya?

                 Bila anda meniupnya dengan motif senang-senang (just for fun) atau motif komersil, itu juga bukan kafir sepanjang tidak melewati batas. Tindakan dengan motif sekedar senang-senang atau pun komersil tersebut dapat disetarakan dengan tindakan bermain sepakbola, meniup seruling, bermain gitar, menonton TV, berdagang, dan sebagainya. Contoh melebihi batas itu adalah bila malam Tahun Baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Al Masih justru diisi dengan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Al Masih, misal: pesta sex, mabuk-mabukan dengan minum-minuman keras atau pun penyalahgunaan obat.
              Bila anda meniup terompet lalu disertai hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Al Masih sebagaimana contoh di atas, maka meniup terompet jadi haram dan kafir.



Bolehkah Merayakan Tahun Baru Masehi ?

               Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.

               Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. HR.  Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim

                 Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.



10  Kerusakan Merayakan Tahun Baru Masehi :

Kerusakan Pertama : Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram.

                Perlu diketahui bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul Fithri dan 'Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha”.

              Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah menjelaskan bahwa perayaan tahun baru itu termasuk merayakan ‘ied (hari raya) yang tidak disyariatkan karena hari raya kaum muslimin hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Menentukan suatu hari menjadi perayaan (‘ied) adalah bagian dari syari’at (sehingga butuh dalil).

Kerusakan Kedua : Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir.

               Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

                Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”.

             Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

           Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.

Kerusakan Ketiga : Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

              Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun.

           “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

             Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat (bermain petasan dan lainnya), mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Ibnu Mas’ud lantas berkata,  “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”

             Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat : Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam

               Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim, atau selamat tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ” Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak disyari’atkan dalam Islam).”

Kerusakan Kelima : Meninggalkan Shalat Lima Waktu

                 Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik. Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Kerusakan Keenam : Begadang Tanpa Ada Hajat.

                    Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”

             Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!” Apalagi dengan begadang ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh : Terjerumus dalam Zina.

               Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan  jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.

Kerusakan Kedelapan : Mengganggu Kaum Muslimin.

             Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”

             Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.” Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan

            Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!  Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),  “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” QS. Al Isro’: 26-27.

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

                  Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

             Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”

                    Bila ada yang sekiranya kurang atau ingin ditanggapi saya persilahkan langsung berikan , demi pemahaman kita mengenai tahun baru  masehi .sekarang kembali kepada diri kita masing masing dalam menyikapi tahun baru masehi ini, saya berharap saya,keluarga saya, sahabat saya,semua nya dari kita sahabat seiman dapat memahami dengan baik mengenai tahun baru masehi dan bagaimana kita harus menyikapi tahun baru tersebut, sekian dari saya, tentunya saya berharap banyak komentar dan masukkan di artikel yang saya buat ini untuk membangun pemahaman kita semua mengenai tahun baru masehi serta meluruskan semua kesalahan yang kita lakukan .

14.  Misteri Tanggal Lahir.

                     Siapa yang tidak kenal dan hafal lagu Happy Birth Day to you ?, anak TK pun tahu, yang tua pun tak sempat lupa ; saking seringnya lagu itu dilantunkan. Bahkan secuil lagu asal Chicago itu dalam tahun 80an, di klaim telah mengumpulkan sekitar $1 juta dalam bentuk royalty tahunan. Ada pula lagu panjang umurnya yang ngetren di nusantara, yang aslinya peninggalan belanda berjudul  “ Lang zal Die Leven “.
                     Sebagian kaum muslimin melakukan hal yang sama dengan anggapan bahwa itu semata-mata adat, budaya atau bukan masalah aqidah ataupun fiqih yang sudah pakem. Sehingga di anggap boleh dan sah-sah saja.
                  Padahal, perayaan itu tidak bias di elakan dari perkara aqidah. Faktanya tanggal lahir ada banyak keyakinan diklaim memiliki nilai mistik yang sacral. Kita mengenal istilah shio dari china, zodiac dari barat dan weton dari jawa. Masing-masing penganutnya memiliki tafsir tersendiri dalam meramal perwatakan dan nasib berdasarkan tanggal lahir. Sekaligus mereka juga memiliki jurus yang di yakini bias menghindarkan diri dari nasib sial yang di sebabkan tanggal lahir itu. Namun ada salah satu yang mereka sepakati bahwa ritual di hari ulang tahun adalah salah satu cara yang di yakini bias menghilangkan nasib sial itu. Sementara semua keyakinan tersebut hanyalah khurafat, bid’ah, syirik dan takhayul di tinjau dari aqidah islam.
Allah swt berfirman :





Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS. Al-Israa’ : 36

Rasulullah saw bersabda :
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia menceritakan: Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Sedangkan pada saat itu kami masih baru saja keluar dari kekafiran (baru masuk Islam, pent). Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka beri’tikaf di sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath. Tatkala kami melewati pohon itu kami berkata, Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allahu akbar! Inilah kebiasaan itu! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telag mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra’il kepada Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh.” (QS. al-A’raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya, disahihkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim, lihat al-Qaul al-Mufid 1/126)
              Hadits ini menunjukkan bahwa orang-orang musyrik di kala itu memiliki keyakinan yang keliru terhadap Dzatu Anwath, yang hal itu mencakup tiga perkara:
1.       Mereka mengagung-agungkan pohon tersebut,.
2.      Mereka melakukan i’tikaf (berdiam dalam rangka ibadah) di sisinya.
3.       Mereka menggantungkan senjata-senjata mereka dalam rangka mengharapkan keberkahan pohon tersebut mengalir kepada senjata-senjata mereka sehingga diharapkan senjata itu menjadi lebih tajam dan mendatangkan kebaikan yang lebih bagi orang yang membawa senjata tersebut.                
Hadits ini menunjukkan bahwa mencari berkah kepada pohon adalah terlarang -bahkan termasuk syirik-, dan hal itu merupakan salah satu kebiasaan buruk umat-umat terdahulu yang sesat. Larangan ini berlaku juga untuk hal yang lain seperti mencari berkah kepada batu, kubur, atau yang lainnya. Termasuk yang terlarang adalah mencari berkah dengan keringat orang soleh, bersentuhan dengan tubuh mereka, atau menyentuh pakaian mereka dan yang semacamnya.
            Dari sini kita mengetahui bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang di sisi kubur para wali atau orang soleh berupa mencari berkah dengan menyentuhkan pakaian atau bagian tubuh padanya merupakan perbuatan syirik kepada Allah ta’ala.
             Hadits ini juga menunjukkan bahwa jahiliyah itu tidak khusus berlaku bagi orang-orang yang hidup di masa sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi siapa pun yang tidak mengetahui kebenaran dan melakukan perbuatan-perbuatan orang jahil maka dia tergolong ahlul jahiliyah
                Hadits ini juga menunjukkan terlarangnya meniru-niru kebiasaan jahiliyah. Hadits ini juga menunjukkan bahwa orang yang berpindah dari suatu kebatilan yang sudah terbiasa melekat dalam hatinya maka terkadang masih ada saja sisa-sisa kebatilan itu pada dirinya. Terkadang butuh waktu yang tidak sebentar untuk menghilangkan sisa keburukan itu.
               Hadits ini juga menunjukkan disunnahkannya mengucapkan takbir [Allahu akbar] ketika mengingkari atau heran terhadap sesuatu, demikian juga halnya ucapan tasbih [Subhanallah]. Hadits ini juga menunjukkan bahwa yang menjadi pegangan -dalam menyikapi- adalah hakikat sesuatu bukan nama atau istilahnya. Kalau itu kebatilan maka tetap batil meskipun nama dan istilahnya berganti.
 

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Banyak kaum Muslimin masa kini khususnya di Jakarta yg belum faham maksud dari ritual2 tradisional Jawa.Artikel diatas dapat menjelaskan dengan gamblang ritual2 yg seharusnya dijauhi baik dlm acara pernikahan, kehamilan dll. Mudah2an saudara2 kita dari daerah lain seperti sumatra dan sulawesi,maluku mau menambahkan tentang ritual2/permainan ataupun tari2an dari daerah mereka yg mengandung kemusyrikan supaya masyarakat luas (kaum muslimin) bisa lebih berhati2 dalam memilah dalam mengadakan/mendatangi acara2 (baik dgn alasan budaya ataupun wisata ) yg kadang2 kita temui dalam kehidupan sehari2. Mohon izin kopi admin apa boleh ? karna panjang sekali mau baca di laptop. Kalau tdk boleh mohon di konfirmasi supaya tdk menjadi masalah di akhirat nanti. Wass.

ryan 'Ibadurrahman mengatakan...

selagi bermanfaat silahkan di copy. mari berbagi ilmu.tidak cuma di jakarta saja, di wilayah indonesia ini sangat banyak sekali yang masih melakukan begitu. tugas kita adalah menasehati mereka, mengajak mereka untuk meninggalkan hal2 tersebut, dengan cara yang santun.mari berjuang demi tegaknya DIIN ini,

ryan 'Ibadurrahman mengatakan...

selagi bermanfaat silahkan di copy. mari berbagi ilmu.tidak cuma di jakarta saja, di wilayah indonesia ini sangat banyak sekali yang masih melakukan begitu. tugas kita adalah menasehati mereka, mengajak mereka untuk meninggalkan hal2 tersebut, dengan cara yang santun.mari berjuang demi tegaknya DIIN ini,