1.
Mencela
Waktu.
Dalam kepercayaan jawa terdapat hari, bulan atau waktu tertentu yang
memiliki pantangan, dilarang bekerja, menikah, bercocok tanam dan lain
sebagainya. Kalau di langgar maka akan mendapat celaka. Kepercayaan semacam ini
meyakini bahwa waktulah yang menyebabkan selamat atau celakanya seseorang. Ini
adalah sebuah kesyirikan yang besar.
Di dalam hadits qudsi di jelaskan :
قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا
الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia
mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan
malam dan siang.” HR. Muslim no. 6000
Dalam lafadz yang lain, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَقُولُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ.
فَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَإِنِّى أَنَا الدَّهْرُ
أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ فَإِذَا شِئْتُ قَبَضْتُهُمَا
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia
mengatakan ’Ya khoybah dahr’ [ungkapan mencela waktu, pen]. Janganlah seseorang
di antara kalian mengatakan ’Ya khoybah dahr’ (dalam rangka mencela waktu,
pen). Karena Aku adalah (pengatur) waktu. Aku-lah yang membalikkan malam dan
siang. Jika suka, Aku akan menggenggam keduanya.” HR. Muslim
no. 6001
An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim
(7/419) mengatakan bahwa orang Arab dahulu biasanya mencela masa (waktu) ketika
tertimpa berbagai macam musibah seperti kematian, kepikunan, hilang (rusak)-nya
harta dan lain sebagainya sehingga mereka mengucapkan ’Ya
khoybah dahr’ (ungkapan
mencela waktu, pen) dan ucapan celaan lainnya yang ditujukan kepada waktu.
Setelah dikuatkan dengan berbagai dalil di
atas, jelaslah bahwa mencela waktu adalah sesuatu yang telarang. Kenapa demikian? Karena Allah sendiri
mengatakan bahwa Dia-lah yang mengatur siang dan malam. Apabila seseorang
mencela waktu dengan menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan sial atau bulan
ini selalu membuat celaka, maka sama saja dia mencela Pengatur Waktu, yaitu
Allah ’Azza wa
Jalla.
Perlu diketahui bahwa mencela waktu bisa
membuat kita terjerumus dalam dosa bahkan bisa membuat kita terjerumus dalam
syirik akbar (syirik yang mengekuarka pelakunya dari Islam). Perhatikanlah
rincian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Al Qoulul Mufid ’ala Kitabit
Tauhid berikut :
Mencela waktu itu terbagi menjadi tiga macam :
Pertama
Jika dimaksudkan hanya
sekedar berita dan bukanlah celaan, kasus semacam ini diperbolehkan. Misalnya
ucapan, ”Kita
sangat kelelahan karena hari ini sangat panas” atau semacamnya. Hal
ini diperbolehkan karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Hal ini juga
dapat dilihat pada perkataan Nabi Luth ’alaihis salam.

Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat)
itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan
mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit. QS. Huud : 77
Kedua
Jika menganggap
bahwa waktulah pelaku yaitu yang membolak-balikkan perkara menjadi baik dan
buruk, maka ini bisa termasuk syirik akbar. Karena hal ini berarti kita
meyakini bahwa ada pencipta bersama Allah yaitu kita menyandarkan berbagai
kejadian pada selain Allah. Barangsiapa meyakini ada pencipta selain Allah maka
dia kafir. Sebagaimana seseorang meyakini bahwa ada sesembahan selain Allah,
maka dia juga kafir.
Ketiga
Jika
mencela waktu karena waktu adalah tempat terjadinya perkara yang dibenci, maka
ini adalah haram dan tidak sampai derajat syirik. Tindakan semacam ini termasuk
tindakan bodoh (alias ’dungu’) yang menunjukkan kurangnya akal dan agama.
Hakikat mencela waktu, sama saja dengan mencela Allah karena Dia-lah yang
mengatur waktu, di waktu tersebut Dia menghendaki adanya kebaikan maupun
kejelekan. Maka waktu bukanlah pelaku. Tindakan mencela waktu semacam ini
bukanlah bentuk kekafiran karena orang yang melakukannya tidaklah mencela Allah
secara langsung. –Demikianlah rincian dari beliau rahimahullah yang sengaja kami
ringkas-
Maka
perhatikanlah saudaraku, mengatakan bahwa waktu tertentu atau bulan tertentu
adalah bulan sial atau bulan celaka atau bulan penuh bala bencana, ini sama
saja dengan mencela waktu dan ini adalah sesuatu yang terlarang. Mencela waktu bisa jadi haram, bahkan
bisa termasuk perbuatan syirik. Hati-hatilah dengan melakukan perbuatan semacam
ini. Oleh karena itu, jagalah selalu lisan ini dari banyak mencela. Jagalah
hati yang selalu merasa gusar dan tidak tenang ketika bertemu dengan satu waktu
atau bulan yang kita anggap membawa malapetaka. Ingatlah di sisi kita selalu
ada malaikat yang akan mengawasi tindak-tanduk kita.


Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya,
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang
malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang
lain duduk di sebelah kiri. QS. Qaaf : 16-17
Dalam
kepercayaan di jawa terkait dengan waktu, rata-rata kepercayaan tersebut
dilandasi karena waktu memiliki sesuatu yang dapat membuat baik dan buruknya
seseatu urusan tertentu.
2.
Mencari Hari
Baik Untuk Walimahan.
Dalam
setiap tahun jawa berjumlah delapan, ada bulan-bulan yang baik dan jelek untuk
keperluan hajat nikah dilaksanakan pada bulan baik dan menghindari bulan jelak.
Bulan jelek dalam perhitungan di jawa tidak boleh untuk hajat bikah, namun
bulan-bulan itu memiliki derajat yang berbeda. Ada yang sama sekali tidak boleh dilanggar.
Hari jelek untuk menikah :
Bulan jumadilakir, rejeb dan ruwah harunya jum’at
Bulan besar, suro dan sapar harinya senin dan selasa.
Bulan Rabiulawal, rabiulakir dan jumadilawa harinya rabu
dan kamis.
Ada hari-hari yang
dianggap jelek dalam tradisi jawa karena diyakini merupakan hari para nabi
mengalami hal jelek.
3.
Selamatan
Untuk Wanita Yang Hamil
Selamatan
kehamilan, seperti 3 bulanan atau 7 bulanan, tidak ada dalam ajaran Islam. Itu
termasuk perkara baru dalam agama, dan semua perkara baru dalam agama adalah
bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan. HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah.
Kemudian, jika selamatan kehamilan tersebut disertai dengan keyakinan akan membawa keselamatan dan kebaikan, dan sebaliknya jika tidak dilakukan akan menyebabkan bencana atau keburukan, maka keyakinan seperti itu merupakan kemusyrikan. Karena sesungguhnya keselamatan dan bencana itu hanya di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Allah berfirman:
قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا واللهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَليِمُ
Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa'at?". Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS Al Maidah : 76.
Demikian juga dengan pembacaan diba’ pada saat pereyaan tersebut, ataupun lainnya, tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Karena pada di zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, diba itu tidak ada. Diba’ yang dimaksudkan ialah Maulid Ad Daiba’ii, buku yang berisi kisah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan pujian serta sanjungan kepada Beliau. Banyak pujian tersebut yang ghuluw (berlebihan, melewati batas). Misalnya seperti perkataan:
فَجْرِيُّ الْجَبِيْنِ لَيْلِيُّ الذَّوَآئِبِ * اَلْفِيُّ الْأََنْفِ مِيْمِيُّ الْفَمِ نُوْنِيُّ الْحَاجِبِ *
سَمْعُهُ يَسْمَعُ صَرِيْرَ الْقَلَمِ بَصَرُهُ إِليَ السَّبْعِ الطِّبَاقِ ثَاقِبٌ *
Dahi Beliau (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ) seperti fajar, rambut depan Beliau seperti malam, hidung Beliau berbentuk (huruf) alif, mulut Beliau berbentuk (huruf) mim, alis Beliau berbentuk (huruf) nun, pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir), pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi).
Kalimat “pendengaran Beliau mendengar suara qolam (pena yang menulis taqdir)”, jika yang dimaksudkan pada saat mi’raj saja, memang benar, sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits-hadits tentang mi’raj. Namun jika setiap saat, maka ini merupakan kalimat yang melewati batas. Padahal nampaknya, demikian inilah yang dimaksudkan, dengan dalil kalimat berikutnya, yaitu kalimat “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”. Dan kalimat kedua ini juga pujian ghuluw (melewati batas). Karena sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara ghaib. Yang mengetahui perkara ghaib hanyalah Allah Azza wa Jalla . Allah berfirman:
قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. QS. An Naml : 65.
‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah menerima tuduhan keji pada peristiwa “haditsul ifk”. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui kebenaran tuduhan tersebut, sampai kemudian turun pemberitaan dari Allah dalam surat An Nuur yang membersihkan ‘Aisyah dari tuduhan keji tersebut. Dan buku Maulid Ad Daiba’ii berisi hadits tentang Nur (cahaya) Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang termasuk hadits palsu.
Dalam peristiwa Bai’atur Ridhwan, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengetahui hakikat berita kematian Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu 'anhu , sehingga terjadilah Bai’atur Ridhwan. Namun ternyata, waktu itu Utsman Radhiyallahu 'anhu masih hidup. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan RasulNya untuk mengumumkan:
قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ
Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib”. QS Al An’am : 50
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bagaimana mungkin seseorang boleh mengatakan “pandangan Beliau menembus tujuh lapisan (langit atau bumi)”?
Semoga jawaban ini cukup bagi kita. Kesimpulan yang dapat kita ambil, bahwa selamatan kehamilan dan pembacaan diba’ termasuk perbuatan maksiat, karena termasuk bid’ah.
PERHATIAN
Mitoni/Telonan dan tingkepan (tujuh bulanan) yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat adalah termasuk tradisi agama hindu (ini kesaksian mantan Pendeta Hindu yang masuk Islam).
Upacara ini dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada dalam rahim (kandungan). Upacara ini biasa disebut GARBA WEDANA. Garba artinya perut, Wedana artinya yang lagi mengandung.
Selama bayi dalam kandungan di buatkan TUMPENG selamatan telonan, tingkepan. Ini terdapat dalam kitab UPADESA halaman 46.
Adapun intisari sesajinya antara lain :
a. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip)
b. Sambutan, yaitu acara pembetulan letak cabang bayi
c. Janganan, yaitu suguhan terhadap EMPAT SAUDARA yang menyertai kelahiran sang bayi. yaitu : Darah, Air (ketuban), barah dan ari-ari (masyimah/tembuni)
4. Ruwatan.
Ruwatan
dan aneka kemusyrikan (perbuatan dosa terbesar yang dapat mengeluarkan
pelakunya dari Islam dan kekal di neraka bila sampai matinya tidak bertaubat)
sampai kini dimuncul-munculkan oleh para perusak aqidah. Kesesatan dan penyesatan itu diberi
nama macam-macam, dan atas nama tradisi. Sehingga masyarakat sangat tertipu
dengannya namun tidak terasa.
Bila para ulama dan juru da’wah diam saja,
maka terkena dosanya, dan akan dimintai tanggung jawabnya di akherat kelak.
Lebih-lebih penguasa yang menyelenggarakan dan menghidup-hidupkan kemusyrikan yang sebenarnya sudah terkubur
itu.
Berikut ini dua berita tentang acara
kemusyrikan, dan di bagian bawah sorotan tentang acara kemusyrikan itu disertai
penjelasan dan dalilnya, betapa bahayanya acara-acara kemusyrikan itu bagi
manusia. Karena akan mengakibatkan haram masuk surga dan kekal di neraka.
Tradisi Maeso Suroan Digelar di Lereng Semeru
Desa
Sumber Mujur, Lumajang, Jawa Timur, di lereng Gunung Semeru menggelar tradisi
Maeso Suroan, baru-baru ini. Dalam tradisi itu mereka menanam kepala sapi di
hutan bambu untuk para leluhur.
Tradisi Maeso Suroan diawali dengan
iring-iringan kesenian reog, tumpeng, dan kepala sapi yang diarak keliling
desa. Acara tersebut memang digelar untuk menyambut datangnya tanggal satu
Suro.
Tumpeng dan kepala sapi selanjutnya dibawa
ke hutan bambu di bawah lereng Semeru. Benda tersebut diletakkan di atas sumber
mata air kehidupan atau sumber delling. Tak lama kemudian, tumpeng dilarung ke
sumber mata air. Tujuannya agar sumber mata air itu selalu mengairi sawah warga
yang berada di empat desa.
Ritual dilanjutkan dengan menanam kepala
sapi dan rebutan aneka macam hasil bumi. Warga meyakini aneka hasil bumi yang
diarak keliling desa tersebut akan membawa berkah. Mereka juga berharap
terhindar dari segala musibah, terutama dari bencana Semeru.
Ritual tahunan ini juga menyedot perhatian
para pengunjung yang sedang berlibur di hutan bambu. Sejumlah wisatawan
mancanegara juga hadir menyaksikan acara tersebut.
Ruwatan, Tradisi Tolak Bala
Meski sudah memasuki era
globalisasi, tradisi ruwatan masih tetap tumbuh subur di masyarakat Jawa.
Tradisi ini bertujuan membebaskan seseorang dari pengaruh bahaya atau kutukan.
Prosesi
ruwatan biasa diawali dengan sungkeman peserta ruwat kepada orangtua atau orang
yang sudah dituakan. Dengan mengenakan kain putih yang sudah diikatkan pada
bagian tubuh, para peserta dimandikan dengan air yang berasal dari tujuh mata
air seperti mata air dari Jolotundo, Trawas, dan Sendang Rejenu di Kota Kudus.
Hingga
kini, tradisi ruwatan yang biasa digelar pada bulan Suro ini, masih sering
dijumpai terutama pada masyarakat Jawa. Mereka
percaya ruwatan ini mampu membebaskan seseorang dari marabahaya atau kutukan.
Meski tradisi ini merupakan tradisi Jawa, banyak pula peserta yang bukan
merupakan masyarakat Jawa.
Ada
beberapa kategori seorang anak yang harus diruwat antara lain ontang anting
atau anak tunggal, kedono kedini atau anak kembar beda jenis, pendawa atau lima
orang bersaudara laki laki semua. Usai diruwat, para peserta berebut tumpeng
sebagai lambang limpahan rezeki dan berkah.
Berikut ini penjelasan tentang ruwatan dan
bahayanya bagi aqidah Islamiyah (keyakinan Islam):
Ruwatan, Kemusyrikan yang Dihidupkan Kembali
Oleh Kiyai Liberal
Para
ulama, muballigh dan tokoh Islam sudah berupaya meredam kemusyrikan, dosa
terbesar berupa menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Di antara kemusyrikan
yang sudah diredam adalah ruwatan, yaitu upacara kemusyrikan, percaya kepada
Betoro Kolo, hingga meyakini dengan diadakan ruwatan maka terhindar dari
dimangsa Betoro Kolo dan terbuanglah sialnya. Padahal sial ataupun beruntung
itu datangnya hanya dari Allah Ta’ala, maka mestinya meminta hanya kepada
Allah, bukan kepada selain-Nya, dan bukan dengan cara-cara yang tidak diajarkan
Allah Ta’ala
Ruwatan
itu sendiri tidak terdengar di masyarakat sejak dilarangnya PKI tahun 1965.
Namun mulai terdengar lagi sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul
terang-terangan bahkan praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan
dan membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia)
Apa itu ruwatan?
Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan
yang diyakini sebagai ritual membuang sial yang disebut sukerto alias
penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari marabahaya yang
datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni
Batoro Guru.
Batoro Kolo, menurut kepercayaan
kemusyrikan ini, adalah raksasa buruk jelmaan dari mani (sperma) Batoro Guru
yang berceceran di laut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari
Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma
belum siap.
Karena Batoro Guru gagal mengendalikan
diri “dengan sang waktu” (kolo) maka mani yang tercecer di laut dan menjadi
raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia. Lalu Batoro Guru
berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi
tertentu.
Seperti
kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan
mengalami sukerto alias penderitaan. Juga yang lahir
dalam keadaan ontang-anting
(tunggal), kembang
sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran
(pria, wanita, pria), pendowo limo (5 anak pria semua). Dan lain sebagainya.
Itulah
orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan dari cerita wayang. Padahal,
cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang
menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo. Konon Durno diartikan mundur-mundur
keno/kena, jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke
kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia.
Hanya saja anak yang lahir dari kuda ini
diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia. Jadi, nilai cerita
ruwatan itu sebenarnya juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya
saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi. Upacara
ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/anak
yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dan
sebagainya.
Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang
akademisi disebut ruwatan bangsa, penyelenggaraannya diketuai Mayjen
(purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat itu adalah Prof. Sayogya,
Prof Kunto Wibisono, Dr Hariadi Darmawan, Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono,
Ny Mubyarto, Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin, Ken Sularto, Amir Sidharta, dan
Wirawanto.
Sebelas orang yang diruwat itu bersarung
putih. Kumis dan jenggotnya dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan
air kembang.
Sementara itu di luar Gedung UGM telah
berlangsung demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut.
Itulah
acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara seperti itu dan
wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut
dengan pujian itu, dan lupa memangsa. Di UGM itu wayangan dengan lakon Murwokolo
dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul Hadiprayitno.
Kemusyrikan
Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat,
ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua
macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai kepercayaan, itu sudah langsung haram apabila bukan
termasuk dalam Islam.
Adat yang boleh contohnya blangkon
(tutup kepala) untuk orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam. Tetapi kemben, pakaian wanita yang hanya sampai dada
bawah leher, itu haram, karena tidak menutup aurat. Tetapi kalau dilengkapi
dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala, maka
tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya bukan kemben lagi
tapi busana Muslimah atau jilbab, kalau jelas-jelas sudah menutup aurat secara
Islam.
Adat yang boleh, seperti blangkon tersebut
pun, kalau disamping sebagai adat masih pula diyakini bahwa akan terkena bahaya
apabila tidak memakai blangkon (yang kaitannya dengan kekuatan ghaib) maka
sudah menyangkut keyakinan/kepercayaan, hingga hukumnya dilarang atau haram,
karena tidak sesuai dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang
diajarkan oleh Islam.
Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang
mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal ghaib,
berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas merupakan
keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.
Sedang
keyakinan adanya bala’ akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah
merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik,
menyekutukan Allah Subhanahu
wa Ta’ala, sedang
orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka terbesar dosanya. Tidak ada dalil yang
menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ada ketegasan bahwa meyakini
nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan
Allah SWT; dosa terbesar.
Tathoyyur atau Thiyaroh
adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung,
binatang lainnya, atau apa saja.
Abu Dawud
meriwayatkan hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud ra:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْك،ٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ ،
وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
”Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun
dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini),
hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” HR.
Abu Daud
Hadits
ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat
terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab
Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan
I, 1416H/1995, halaman 150.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ « أَنْ يَقُولَ
أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ
وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ».
Imam Ahmad
meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik.” Para
sahabat bertanya, ”Lalu apakah sebagai tebusannya?” Beliau menjawab, ”Supaya
mengucapkan,
اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ
طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haq selain Engkau.” HR Ahmad
Sedangkan meminta perlindungan kepada Batoro
Kolo agar tidak dimangsa dengan upacara ruwatan dan wayangan itu termasuk
kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur’an:
”Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat
memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat
(hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang
dhalim (musyrik).” QS. Yunus : 106.
“…maka sesungguhnya kamu,
dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” Artinya
sesungguhnya kamu apabila mendoa kepada selain-Nya adalah termasuk orang-orang
musyrik yang mendhalimi kepada diri-diri mereka sendiri.
”Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu
sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya…”
.QS. Yunus : 107
Kesimpulan
1. Ruwatan Mendatangkan Dosa Terbesar
2. Ruwatan itu kepercayaan non Islam berlandaskan
cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo, raksasa
pemakan manusia, anak Batoro Guru/raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa
buruk jelmaan dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut, setelah gagal
bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil
menikmati terang bulan.
Itulah
kepercayaan musyrik/menyekutukan Allah SWT yang berlandaskan cerita wayang
penuh takhayyul, khurofat, dan tathoyyur (menganggap sesuatu sebagai alamat
sial dsb).
Upacara ruwatan itu bermacam-macam:
·
ada yang dengan mengubur sekujur tubuh selain
kepala,
·
atau menyembunyikan anak/orang yang diruwat,
·
ada yang dimandikan dengan air kembang dan
sebagainya.
Biasanya ruwatan itu disertai sesaji
dan wayangan untuk menghindarkan agar Betoro Kolo tidak memangsa.
3. Ruwatan itu dari segi keyakinannya termasuk
tathoyyur, satu jenis kemusyrikan yang sangat dilarang Islam, dosa terbesar.
Sedang dari segi upacaranya termasuk menyembah/memohon perlindungan kepada
selain Allah, yaitu ke Betoro Kolo, satu jenis upacara kemusyrikan, dosa
terbesar pula. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Thiyaroh (tathoyyur) adalah syirik/menyekutukan Allah, thiyaroh adalah
syirik, thiyaroh adalah syirik , (diucapkan) tiga kali. (HR Abu
Dawud, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Majah dari hadits Ibnu Mas’ud,
dari Rasulullah saw).
4. Merasa sial karena sesuatu atau alamat-alamat yang
dianggap mendatangkan sial, termasuk perbuatan kemusyrikan. Nabi saw bersabda
yang :
"Barangsiapa yang tidak jadi melakukan keperluannya
karena merasa sial, maka ia telah syirik. Maka para sahabat RA bertanya, Lalu
bagaimana kafarat dari hal tersebut wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi SAW,
Katakanlah : Allahumma laa khaira illaa khairaka walaa thiyara illa thiyaraka
walaa ilaha ghairaka." Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikanMu,
dan tidak ada kesialan kecuali kesialan (dari)Mu, dan tidak ada Tuhan yang
berhak disembah selain-Mu. HR.Ahmad dari Abdullah bin Umar dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani.
Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu memohon
kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat pula
mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya
kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik)”. QS.
Yunus : 106.
5. Sudah jelas,
Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat melarang kemusyrikan. Dan bahkan mengancam
dengan adzab, baik di dunia maupun di akherat. namun kini kemusyrikan itu
justru dinasionalkan. Maka perlu dibisikkan ke telinga-telinga mereka, bahwa
sebenarnya lakon mereka tu menghadang/menantang datangnya adzab dan murka Allah
SWT, di dunia maupun di akherat.
Masyarakat pun sebenarnya sudah dijelaskan
bahwa ruwatan itu adalah kemusyrikan, di antaranya ada media yang memuat
wawancara sebagai berikut:
Bencana
dan musibah yang bertubi-tubi datang merupakan adzab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada bangsa Indonesia.
Mengapa ini terjadi? Karena bangsa yang mayoritas muslim ini masih
mempraktekkan kemusyrikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk
kemusyrikan itu di antaranya adalah ruwatan, sedekah bumi, dan larung laut.
Semua ini merupakan bentuk kemusyrikan.
Kemusyrikan
yang sudah terpendam itu dihidupkan kembali. Ruwatan itu sebenarnya salah satu
bentuk kemusyrikan. Sebab dalam ruwatan tersebut terdapat bentuk perdukunan,
klenik, takhayyul, bid’ah, khurafat dan keyakinan-keyakinan sesat lainnya.
Sejak itu dilakukan, maka ruwatan kembali
semarak dan dihidup-hidupkan secara nasional. Bahkan saat ini acara semacam itu
didukung oleh berbagai instansi pemerintah. Kalau mau tahu lebih banyak bukalah
situs-situs di internet. Di sana
terlihat beberapa instansi pemerintah mengadakan berbagai ruwatan.
Sebagai bentuk syukur mereka mengadakan
upacara larung laut yang diberi nama dengan Larung Buto ke Laut Kidul. Upacara
yang penuh dengan kemusyrikan itu juga diikuti oleh beberapa partai Islam.
Mereka menganggap bahwa kesialan harus dibuang ke laut dan meminta berkah
kepada Nyai Roro Kidul.
Bentuk kemusyrikan lainnya adalah upacara
sedekah bumi yang marak dilakukan di berbagai pelosok desa. Dalam upacara itu
juga digelar sesaji untuk arwah leluhur. Ini jelas-jelas bentuk kemusyrikan.
Di
samping itu juga marak praktek-prektek perdukunan. Masyarakat negeri ini memang
mayoritas Muslim, tapi ada sebagian dari mereka yang senang mengikuti perintah
yang diberikan oleh dukun-dukun. Padahal mereka itu muslim, tetapi meminta
sesuatu itu melalui dukun bukan langsung kepada Allah. Perdukunan itu juga
termasuk bentuk kemusyrikan.
Jadi bencana dan musibah ini adzab Allah?
Ya.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan
azab kepada kaum yang tidak mengikuti ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul
Allah.
Ada yang diazab dengan
hujan batu, banjir, gempa dan aneka macam azab lainnya. Bahkan Bani Israel pun
dirubah menjadi monyet dan babi karena mereka melanggar perintah Allah yang
disampaikan oleh Nabi Musa Alaihis Salam.
Jadi, musibah dan bencana akhir-akhir ini terjadi
merupakan azab dari Allah kepada bangsa ini. Sebab saya melihat banyak
masyarakat, terutama umat Islam percaya kepada dukun-dukun, klenik dan
jimat-jimat. Bahkan ramai-ramai membesar-besarkan acara ruwatan yang
jelas-jelas sangat penuh dengan kemusyrikan.
Ruwatan itu kan
sebenarnya upacara adat.
Ruwatan
itu sebenarnya kepercayaan non-Islam yang berlandaskan cerita wayang. Ruwatan
artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo—raksasa pemakan manusia, anak
Batoro Guru atau raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk rupa jelmaan
dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut setelah gagal bersenggama
dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati
terang bulan. Makanan Batoro Kolo adalah manusia yang dilahirkan dalam kondisi
tertentu, seperti kelahiran yang menurut perhitungan klenik akan mengalami
menderita (sukerto), juga yang lahir dalam keadaan tunggal (ontang-anting),
kembang sepasang (kembar), sendang apit pancuran (laki, perempuan, laki) dan lain-lain.
Itu
kepercayaan musyrik, menyekutukan Allah yang berlandaskan cerita wayang penuh
takhayyul, khurofat dan tathoyyur atau menganggap sesuatu sebagai alamat sial
dan sebagainya. Biasanya ruwatan disertai dengan sesaji dan wayangan untuk
menghindarkan diri agar Botor Kolo tidak memangsa.
Apa yang harus dilakukan umat agar bencana ini
tidak terus terjadi?
Hal pertama yang dilakukan adalah menyadarkan
umat Islam bahwa bencana dan musibah ini benar-benar azab dari Allah atas maraknya
kemusyrikan dan kemaksiatan di tengah-tengah kehidupan mereka. Itu yang harus
dilakukan dahulu. Setelah itu, umat harus melakukan tobat nasuha, tobat yang
sebenar-benarnya tobat. Masyarakat harus meninggalkan segera hal-hal yang
berbau musyrik. Sebab kemusyrikan itu merupakan puncak dari kedzaliman.
Kemudian
para ulama harus berani bicara bahwa bencana yang bertubi-tubi ini merupakan
adzab dari Allah kepada manusia. Sayangnya para ulama tidak ada yang berani
bicara, padahal ayatnya sangat banyak dalam Al-Qur’an.
Para ulama
juga harus berani menegur umat dan pemerintah. Sebab pemerintah secara khusus
memberikan lampu hijau maraknya kemaksiatan yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Bahkan pemerintah lewat Dinas Pariwisata dibantu dengan media massa membesar-besarkan
upacara adat yang jelas-jelas penuh dengan kemusyrikan
5. Kembar Mayang.
Kembar mayang adalah dua buah rangkaian
hiasan yang terdiri dari godongan (dedaunan) terutama daun kelapa (janur) yang
ditancapkan ke sebuah potongan batang pisang. Daun kelapa tersebut dirangkai
dalam bentuk gunung, keris, cambuk, paying, belalang, burung. Selain janur
dilengkapi pula dengan daun-daun lain seperti daun beringin, puring, dadap srep
dan juga dlingo bengle.
Makna dari kembar mayang adalah untuk membuang sial/mbucal sengkolo ( tolak bala) pada pengantin pria.
Menurut Abdul Aziz (Muallaf dari agama Hindu, asal Blitar masuk Islam tahun 1994)
Kembar Mayang dalam Hindu disebut “Kuade”.
”Kuade merupakan hasil karya dan sebagai simbol pada manusia atas kemurahan para Dewa-Dewa. Sedang kembar mayang berfungsi sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran”.
Didalam pernikahan MC juga mengatakan “….kembar mayang bade kabucal wonten ing prosekawan kagem mbucal sengkala (pen: untuk membuang sial)”
Dalam fakta kehidupan banyak orang Jawa yang takut untuk tidak memakai kembar mayang ketika menikahkan anaknya. Hal demikian membuktikan bahwa menggunakan kembar mayang bukan sekedar tradisi belaka dengan berbagai argumentasi filosofi simboliknya, tetapi telah menjadi tradisi yang bermuatan keyakinan yang diikat kuat didalam hati (menjadi aqidah). maka tertanamlah di hati masyarakat rasa tidak tenang, was-was dan takut akan terjadi bahaya (sesuatu yang tidak baik) jika tidak menggunakannya.Hanya sedikit orang Jawa muslim yang telah tercerahkan yang kemudian dengan percaya diri meninggalkan kembar mayang.
Bagi yang telah tercerahkan, maka segala keselamatan itu adalah milik Allah. Dan Allah telah memberikan jalan keselamatan (Al-Qur'an).
Jadi jelaslah bahwa kembar mayang adalah tolak bala (benda yang dianggap bertuah dan dapat menjauhkan bahaya/hal yang tidak baik), itu adalah fakta yang terjadi di masyarakat, hal semacam itu oleh Nabi SAW disebut “tamiimah”. Maka kembar mayang adalah perkara yang bathil dan menggunakannya berarti telah berbuat syirik.
Diterangkan dalam hadits marfu’, “Uqbah bin ‘Aamir radhiallaahu ‘anhu berkata, “aku mendengar Rasulullaah Shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa menggantungkan tamiimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya; dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (sejenis jimat), semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” HR. Ahmad Rahimahullaah no. 16763.
Makna dari kembar mayang adalah untuk membuang sial/mbucal sengkolo ( tolak bala) pada pengantin pria.
Menurut Abdul Aziz (Muallaf dari agama Hindu, asal Blitar masuk Islam tahun 1994)
Kembar Mayang dalam Hindu disebut “Kuade”.
”Kuade merupakan hasil karya dan sebagai simbol pada manusia atas kemurahan para Dewa-Dewa. Sedang kembar mayang berfungsi sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran”.
Didalam pernikahan MC juga mengatakan “….kembar mayang bade kabucal wonten ing prosekawan kagem mbucal sengkala (pen: untuk membuang sial)”
Dalam fakta kehidupan banyak orang Jawa yang takut untuk tidak memakai kembar mayang ketika menikahkan anaknya. Hal demikian membuktikan bahwa menggunakan kembar mayang bukan sekedar tradisi belaka dengan berbagai argumentasi filosofi simboliknya, tetapi telah menjadi tradisi yang bermuatan keyakinan yang diikat kuat didalam hati (menjadi aqidah). maka tertanamlah di hati masyarakat rasa tidak tenang, was-was dan takut akan terjadi bahaya (sesuatu yang tidak baik) jika tidak menggunakannya.Hanya sedikit orang Jawa muslim yang telah tercerahkan yang kemudian dengan percaya diri meninggalkan kembar mayang.
Bagi yang telah tercerahkan, maka segala keselamatan itu adalah milik Allah. Dan Allah telah memberikan jalan keselamatan (Al-Qur'an).
Jadi jelaslah bahwa kembar mayang adalah tolak bala (benda yang dianggap bertuah dan dapat menjauhkan bahaya/hal yang tidak baik), itu adalah fakta yang terjadi di masyarakat, hal semacam itu oleh Nabi SAW disebut “tamiimah”. Maka kembar mayang adalah perkara yang bathil dan menggunakannya berarti telah berbuat syirik.
Diterangkan dalam hadits marfu’, “Uqbah bin ‘Aamir radhiallaahu ‘anhu berkata, “aku mendengar Rasulullaah Shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa menggantungkan tamiimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya; dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (sejenis jimat), semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” HR. Ahmad Rahimahullaah no. 16763.
Dan dalam riwayat yang lain:
“Barangsiapa menggantungkan ( memakai/menggunakan)
tamimah, maka dia telah berbuat syirik.” HR. Ahmad Rahimahullaah no. 16781 dan
dalam sebuah hadits ‘Imran bin Husain radhiallaahu ‘anhu, menuturkan bahwa Nabi
Shallaahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya
gelang kuningan, maka beliau bertanya: “Apakah ini?” Orang itu menjawab:
“penangkal kelemahan” Nabipun bersabda: “Lepaskanlah itu, karena dia hanya akan
menambah kelemahan pada dirimu; HR. ibnu majah Rahimahullaah no. 3522. dan
riwayat lain dengan tambahan: “sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada
pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.“ HR. Ahmad. no. 19149.
6.
Kelahiran
Dan Selapanan
Setelah
bayi lahir biasanya diadakan melek-melek (begadang sampai pagi) hal in untuk
menjaga agar bayi tersebut selamat dari marabahaya yang datang pada malam hari,
namun tradisi ini mulai hilang di masayrakat perkotaan.
Beberapa hri setelah tali pusar putus maka dilakukan selamatan dengan membuat nasi urap yang dibagi-bagikan tetangga sebagai ucapan syukur karena bayinya selamat. Acara ini dilanjutkan pada hari ke 35 atau yang biasa disebut selapanan. Tujuannya untukmemebri nama si jabang bayi. Upacara in biasanya diiringi dengan bacaan barzanji dziba,, pada saat asyraqal si jabang bayi digendong keliling, setiap orang dianjurkan menggunting ujung rambut dan mengolesi madu pada bibir atau kening.
7. Menginjak Telur.
Bulan
besar merupakan bulan yang penuh dengan berkah bagi umat islam apalagi bagi
orang Jawa, pada bulan ini biasanya para pemuda-pemudi di pulau ini mengadakan
suatu acara yang sangat penting bagi kehidupan mereka, dan masih banyak dari
mereka yang menggunakan adat-istiadat orang jawa kuno.
Adat istiadat ini terkadang disalah
artikan oleh sebagian orang-orang yang terlalu fanatik pada adat tersebut dan
orang-orang yang membenci adat dan mengatakan bid'ah pada suatu adat di sebuah
daerah.
Salah satu adat jawa dalam sebuah
pernikahan adalah "Injak Telur" sering kali kita lihat setelah akad
nikah berlangsung kedua mempelai dipertemukan dan melakukan upacara adat
sederhana tersebut, tapi masih sangat minim pengetahuan kita tentang apa
sebenarnya arti dari Injak Telur tersbut.
Apa
sebenarnya "Injak telur" itu?
Injak
Telur adalah sebuah upacara yang dilakukan dalam pernikahan adat jawa
sesudah/sebelum dilaksanakannya akad nikah. Dalam kasus ini sang pria yang
menginjak telur yang kemudian dibersihkan oleh sang mempelai wanita.
Apa
Nilai dan Makna Upacara ‘Injak Telur’?
Perkawian merupakan awal hidup bagi
seseorang untuk mengarungi hidup bersama orang lain dengan sebuah ikatan janji.
Acara pernikahan ini pastinya tidak akan berlangsung dengan tanpa adanya
perayaan, (bagi yg merayakannya) dan bagi orang jawa kebanyakan mempunyai adat
tersendiri dan terkadang agak berlainan dengan adat-adat islami. Adat injak
telur Ini barangkali dapat dikatakan takhayul, tetapi pada kenyataannya sampai
sekarang hal-hal itu masih sangat meresap pada kepercayaan sebagian masyarakat
di Indonesia Khususnya Jawa.
Tentu saja uapacara Injak Telur ini
dilakukan karena mempunyai arti , nilai dan tujuan juga memiliki
ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan. Dalam upacara ini, sang pria
diharuskan menginjak telur yang telah dipecahkan hingga pecah tanpa
menggunakkan alas kaki, hal ini wajib disaksikan keluarga kedua belah pihak.
Kemudian setelah telurnya pecah, sang wanita harus mebersihkan sisa-sisa
pecahan telur baik di wadah telur itu dan kaki sang pria, bahkan di lantai yang
terkena cipratan pecahan telur.
Mari kita bahas
sedikit-sedikit
Telur
Telur melambangkan awal atau
permulaan sesuatu kehidupan dari Ayam yang dapat diibaratkan sebagai sebuah
wadah keluarga yang tertutup rapat dan harus terjaga agar bisa menghasilkan
sebuah generasi penerus, telur juga melambangkan keprawanan dari wanita yang
masih utuh dan belum tersentuh dalamnya. Karena tentunya tidak ada orang yang
bisa memegang isi dari telur tanpa memecahnya. Dan tentunya sama bagi seorang
pria tidak akan merasakan sebuah kenikmatan tanpa memecah keprawanan dari
wanita tersebut.
Pria
menginjak telur
Pria menginjak telur dimaksudkan
bahwa prialah yang harus dominan dalam keluarga, dan ia juga harus bekerja
keras untuk keluarga. Dan saat pria menginjak telur sehingga telur itu pecah
menggambarkan bahwa sang pria itulah yang nanti akan mendapatkan keperawanan
sang wanita selepas akad nikah.
Injak
Telur Tanpa alas kaki
Mengapa sang pria memecahkan telur
harus tanpa menggunakan alas kaki? Itu menandakan bahwa sang pria yang nantinya
akan menjadi kepala rumah tangga harus berjuang keras untuk mempertahankan dan
menghidupi keluarga tanpa harus merengek-rengek meminta bantuan orang atau
bergantung dengan orang lain. Usaha yang dilakukan pasti tidak mudah, sama
tidak mudahya dengan memecahkan telur tanpa alas kaki dan ia akan merasa
kesakitan tertusuk-tusuk kulit. Sama halnya dalam kehidupan nyata, nantinya
tidak mudah bagi pria menjalankan memperjuangkan keluarga pasti akan ada rasa
sakit, lelah dan sebagainya.
Wanita
membersihkan pecahan telur
Tindakan ini mengartikan bahwa
wanita itu harus mengabdi pada suami dengan senang hati dan ikhlas. Ini juga
menunjukan bahwa sang istri haruslah patuh terhadap suami. Rasa sakit dan lelah
yang dirasakan suami setelah bekerja kemudian dihilangkan dengan pengabdian
seorang istri di rumah.
Keluarga inti kedua belah pihak
menyaksikan dimaksudkan bahwa walaupun nanti sudah menjadi sebuah keluarga,
diharapkan tidak melupakan orang tua dan tetap patuh terhadap orangtua, pada
dasarnya karena orangtualah kita ada.
Itulah yang dimaksudkan dari
upacara ‘Injak Telur’ makna dan nilai yang terkandung memiliki tujuan yang
baik, karena pada dasarnya semua tradisi kebudayaan daerah pasti mengandung
nilai-nilai yang positif. Sama halnya seperti nilai dan maksud dari setiap
gerakan ritual upacara ‘Injak Telur’ setiap bagian pasti mempunyai makna yang
positif dan pesan-pesan yang ditujukan bagi mempelai agar menjadi keluarga yang
sakinah, mawadah dan warohmah.
Tetapi anak muda sekarang
terkadang enggan melakukan acara tersebut dan lebih memilih melakuakan budaya
baru yang terkadang tidak kita sadari bahwa budaya baru itu tidak lebih baik
dari adat istiadat orang-orang dahulu.
Dari memahami arti adat ini kita bisa mengambil manfaat dari suatu acara dalam kebudayaan yang sering kita lakukan tanpa adanya prasangka buruk pada adat-istiadat tersebut, dan tentunya untuk mempertebal iman kita pada sang pencipta.
Perbuatan ini adalah perbuatan syirik, karena
mempunyai anggapan dengan menginjak telur itu akan di segera memiliki atau di
beri anak. Jadi meminta nya itu bukan kepada Allah, tetapi kepada kepercayaan
mengijnjak telur itu.
8. Sedekah Bumi.
Sedekah bagi kita ummat Islam
merupakan kata yang tidak asing, bahkan kita senantiasa saling menganjurkan dan
memerintahkan untuk mengamalkannya. Sedekah dalam bahasa arab di kenal dengan
sodaqoh yang artinya memberi sedekah/derma ( dengan sesuatu ). Alloh Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman : Hai orang-orang
yang beriman jangan kamu menghalangi ( pahala ) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan si penerima ) seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia….. ( Surat Al Baqoroh : 264 )
Rosululloh j juga bersabda
Dari
Hakim bin Hizam semoga Alloh meridhoinya dari Rosululloh j beliau bersabda : “
Tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah . Dahulukanlah orang yang
menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baik sedekah itu ialah yang dari lebihnya
kebutuhan sendiri. Dan barang siapa yang memelihara kehormatannya, maka Alloh
akan memeliharanya. Dan barang siapa yang mencukupkan akan dirinya, maka Alloh
akan mencukupinya.” H.R. Bukhari dan Muslim.
Dari ayat dan hadits yang disebutkan diatas
cukuplah bagi kita meyakini bahwa sedekah merupakan bagian dari syariat Islam
yang sangat mulia, Alloh memerintahkannya serta Rosululloh juga
menganjurkannya. Sedekah kok dilarang ? setidaknya perkataan itulah yang pernah
penulis dengar, demikianlah pernyataan sebagian masyarakat kita yang punya
semangat tinggi ingin melaksanakan syiar Islam yaitu sedekah. Kenapa dilarang ?
karena sedekah yang dimaksudkan adalah “ sedekah laut”, yaitu kegiatan yang
berupa pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi dangan aneka lauk dan kembang yang
kemudian dihanyutkan di laut selatan disertai dengan persembahan kepala kerbau.
Semua itu dipersembahkan kepada “ Ratu Laut Selatan” agar mereka mendapatkan
berkah dengan banyaknya hasil tangkapan dan dijauhkan dari mara bahaya.
Perhatikan wahai saudaraku beberapa penyimpangan aqidah dalam ritual ini, yang
secara tidak sadar membawa mereka kejurang kesyirikan yang dapat membatalkan
kesempurnaan tauhid: yang pertama dengan keyakinan tersebut mereka meyakini
bahwa ada dzat yang dapat memberikan rizqi selain Alloh, yang kedua dengan
ritual ini berarti mereka meyakini ada dzat yang dapat memberikan manfa’at dan
mudhorot selain Alloh, padahal semua itu adalah hak prerogatif Alloh. Dengan
demikian pelaku ritual sedekah laut adalah lebih bodoh dari pada kaum musyrikin
jaman jahiliyyah, karena kaum musrikin pada masa jahiliyyah ketika ditanyakan
kepada mereka siapa yang telah memberikan rizqi kepada mereka, maka serta merta
mereka akan berkata Alloh ! sebagaimana firman Alloh dalam surat sehingga dengan disengaja atau tidak
mereka telah terjerumus kedalam peribadahan kepada selain Alloh yaitu dengan
memberikan hak memberi rizqi dan memberikan manfa’at serta mudhorot yang
merupakan hak prerogatif Alloh kepada selain Alloh ( Ratu Pantai selatan ).
Mereka menganggap sedekah laut itu adalah bagian dari Islam, buktinya acara ini
di ikuti oleh mayoritas ummat Islam dan yang berdo’apun para kyai, keyakinan
ini begitu merasuk kedalam kehidupan masyarakat kita sehingga kegiatan ini
menjadi ritual tahunan yang wajib dilaksanakan. Padahal didalamnya terdapat
banyak sekali kesyirikan dan penyimpangan yang mengatas namakan Islam.
Ketahuilah bahwa Islam yang merupakan tuntunan Nabi Ibrahim adalah ibadah
kepada Allah semata dengan memurnikan ibadah kepadaNya, itulah yang
diperintahkan Allah kepada seluruh ummat manusia dan hanya untuk itu sebenarnya
mereka diciptakan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala :

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
untuk beribadah kepadaku.” QS.
Az-Zariyat : 56.
Ibadah, dalam ayat ini, artinya : tauhid. Dan perintah
Allah yang paling agung adalah tauhid, yaitu memurnikan ibadah untuk Allah
semata-mata. Sedang larangan Allah yang paling besar adalah syirik, yaitu :
menyembah selain Allah di samping menyembahNya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu denganNya.” QS. An-nisa : 36.
Alloh Subhanahu
Wa Ta’ala juga menegaskan dalam firmannya :

“Sesungguhnya
Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang,
senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula) matahari dan
bulan serta bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah
hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha suci Allah Tuhan semesta
alam.” QS. Al-A’raf : 54.
Tuhan inilah yang haq untuk disembah.
Dalilnya, firman Allah Ta’ala yang artinya :
“Wahai manusia!
Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum
kamu, agar kamu bertakwa. (Robb) yang telah menjadikan untukmu bumi ini sebagai
hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu
dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu.
Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mngetahui.” QS. Al-Baqarah : 21-22.
Karena
itu, barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Alloh, maka
ia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta’ala yang artinya :
“Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di
samping (menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu,
maka benar-benar balasannya ada pada Tuhannya. Sungguh tiada beruntung
orang-orang kafir itu.” QS. Al-Mu’minun:
117.
Maka dari itu ketahuilah wahai
saudaraku, bahwasannya sedekah laut itu bukan bagian dari Islam, ditinjau dari
sudut pandang manapun sedekah laut tidak dapat dikaitkan dengan Islam
sedikitpun. Mungkin ada orang yang mengajak anda untuk melihat-lihat saja
tetapi hati tidak ikut membenarkannya, maka jika anda berpikir tidak ikut dalam
ritual itu tetapi hanya melihat-lihat keramaiannya saja, itu semua sama saja
sebab sukses tidaknya suatu acara dilihat dari penontonnya/pengunjungnya,
perhatikanlah jika suatu acara tidak ada yang mau untuk menontonnya pasti
panitianya tidak akan melaksanakannya pada waktu yang akan datang karena
dianggap kurang prospektif, tapi jika dalam suatu acara dikunjungi oleh banyak
orang maka panitia akan merasa sukses dan akan senantiasa menyelenggarakan
kegiatan tersebut. Maka dari itu wahai saudaraku marilah kita cegah kemungkaran
dengan diawali dari diri kita masing-masing, insya Alloh jika jika setiap
individu ummat Islam tidak ada yang mau menyaksikan acara kesyirikan tersebut,
maka cepat atau lambat acara tersebut akan hilang dari kebiasaan masyarakat
kita. Demikianlah wahai saudaraku apa yang dapat kami sampaikan. Dan sebagai
kesimpulan dari penjelasan diatas, bahwasanya sedekah laut bukanlah bagian dari
Islam sedikitpun. Maka tidak selayaknya kaum muslimin yang berakal sehat ikut
memakmurkan dan menyemarakan ritual tersebut, yang akan menyeret pelakunya
kepada sesuatu yang diharamkan oleh Alloh yaitu melestarikan kegiatan syirik.
9. Kirab Pusaka.
Adalah tahun baru Islam. Hari yang dikenal dalam kalender jawa dengan sebutan 1 Suro ini bagi banyak kalangan memiliki keistimewaan tersendiri. Umumnya masyarakat Jawa menjadikannya sebagai hari besar yang mereka rayakan dengan semarak. Pada hari ini di banyak tempat akan dilangsungkan berbagai macam acara “kebudayaan”, seperti yang terdapat di kota Solo, Cirebon, Jogja, Malang dan tempat-tempat lain di tanah air.
Sedangkan di ibukota sendiri acaranya
terpusat di Taman Mini Indonesia Indah. Antusias masyarakat terhadap
acara-acara ini begitu meriah, hal ini terlihat dari jumlah yang hadir yang
bisa mencapai hingga ribuan orang. Selain acaranya yang beragam, motivasi
masyarakat yang datang juga berbeda-beda.
Diantara
acara yang diselenggarakan di hari ini seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan di
Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam 1 Suro, mubeng
beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata pun, pencucian
benda-benda pusaka (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan Cirebon, ritual
Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut acara
mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng ratu kidul
yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan di Jawa
Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung
Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan juga
acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam dengan
setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat sambil
menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap keberuntungan
dan niatan lainnya.
Acara-acara
seperti ini di tanah air ada yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang
lampau, seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan yang konon sudah ada sejak Keraton
Surakarta berdiri tahun 1745 M. Dan di TMII acara-acara serupa juga digelar dan
dimeriahkan oleh dalang-dalang dan paranormal ternama. Pertanyaannya apa
tinjauan Islam terhadap acara tersebut?
Sudah
merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah
satu-satunya Dzat yang diibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah
Subhaanahu wa ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di
neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Subhaanahu wa
ta’ala berfirman (yang artinya), “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah
karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja
yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah,
Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. Al Hajj : 62
Dan Allah Subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pelaku
kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. QS. Al Maidah : 72
Maka
ibadah apa pun bentuknya adalah haram diperuntukkan kepada selain Allah
Subhaanahu wa ta’ala. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Rahimahullah berkata
menerangkan pengertian ibadah di dalam kitabnya Al Ubudiyah, “Ibadah adalah
segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i Allah dari ucapan dan perbuatan yang
lahir dan tersembunyi”.
Maka shalat, puasa, zakat, haji adalah
ibadah. Istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut
dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah
semuanya hanya untuk Allah Subhaanahu wa ta’ala. Inilah prinsip tauhid
(memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala semata) yang menjadi
landasan paling fundamental di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka
ia jatuh ke dalam kesyirikan kecil atau besar tergantung jenis pelanggarannya.
Seperti Acara Kirab Pusaka di Kota Solo,
Pencucian Jimat di Cirebon sudah maklum diketahui di dalam Islam bahwa Dzat
Yang Memberi manfaat dan Menolak Kemudharatan hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala
semata, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sungguh jika
kamu bertanya kepada mereka:”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”,
niscaya mereka menjawab:”Allah”.Katakanlah:”Maka terangkanlah kepadaku tentang
apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan
kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu,
atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan
rahmat-Nya. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang
yang berserah diri” QS. Az-Zumar : 38.
Berdasarkan
ayat ini dan dalil-dalil yang lain, maka keyakinan-keyakinan terhadap benda
pusaka, jimat dan yang lainnya bahwa benda-benda tersebut bisa mendatangkan
manfaat atau menolak kemudharatan adalah batal. Seorang muslim haram meyakini
ada kekuatan terselubung atau berkah tertentu pada benda-benda tersebut tanpa
keterangan dari Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an atau Rasul-Nya di
dalam As-Sunnah menurut pemahaman generasi pertama ummat ini (para shahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Apakah seseorang berkeyakinan bahwa benda
tersebut bisa mendatangkan manfa’at dan menolak kemudharatan dengan sendirinya
(syirik besar) atau benda-benda tersebut hanya sebagai perantara (syirik
kecil).
Lantas
apa hukumnya menghadiri acara-acara di atas sebatas mengaguminya sebagai
kebudayaan tanpa ada keyakinan-keyakinan tertentu? Jawabnya, adalah haram.
Karena Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya telah
ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya:”Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan
bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”.
(Ibrahim berkata):”Ya Rabb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan
hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”.
QS. Al Mumtahanah : 4
Kemudian
diantara acara-acara tersebut ada yang jelas-jelas merupakan syirik besar,
seperti minta-minta kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala seperti yang kerap
dilakukan para peziarah di area pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi
bertepatan dengan 1 Suro atau pada hari-hari besar Islam. Apakah minta berkah,
minta restu, minta keselamatan, kesejahteraan dan maksud-maksud lainnya. Begitu
juga acara pemujaan dan pemberian sesajian yang kental mewarnai acara-acara
seperti ini. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. QS.
Al Furqan : 69
Dan seorang yang berakal akan mendapati
dengan jelas pada acara-acara tersebut warna yang kental dalam upayanya
menyaingi syari’at yang suci ini, syari’at Islam. Beberapa diantaranya seperti
acara keliling benteng di Kraton Jogja mirip dengan thawaf di Baitullah, begitu
juga keliling pendopo di Pasarean Gunung Kawi. Acara-acara ini kalau bukan
kesyirikan, paling ringan adalah bid’ah yang mungkar di dalam Islam.
Belum lagi acara ruwatan yang sering diadakan di TMII
setiap awal tahun Jawa yang turut dimeriahkan oleh “dukun-dukun keren”
(paranormal) yang unjuk kebolehan di hadapan ribuan hadirin yang termakan oleh
sihir mereka. Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda (yang artinya),
“Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal dan mempercayai ucapannya maka
dia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada Muhammad”. Yaitu dia telah
kafir terhadap Al Qur’an, dan orang yang kufur terhadap Al Qur’an batal
keislamannya.
Maka
berhati-hatilah dari acara-acara seperti ini yang sarat dengan bid’ah,
kesyirikan dan pemujaan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Dan cukup
bagi kita dua hari besar tahunan yang diakui di dalam Islam Hari Raya ‘Iedul
Fithri dan ‘Iedul Adha. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak tolong
menolong dalam kejelekan, seperti mempromosikan acara-acara di atas, memujinya,
atau ikut melestarikannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan
sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka
sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan).Ingatlah,
amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. QS. An-Nahl : 25.
Adalah tahun baru Islam. Hari yang dikenal dalam kalender jawa dengan sebutan 1 Suro ini bagi banyak kalangan memiliki keistimewaan tersendiri. Umumnya masyarakat Jawa menjadikannya sebagai hari besar yang mereka rayakan dengan semarak. Pada hari ini di banyak tempat akan dilangsungkan berbagai macam acara “kebudayaan”, seperti yang terdapat di kota Solo, Cirebon, Jogja, Malang dan tempat-tempat lain di tanah air.
Sedangkan
di ibukota sendiri acaranya terpusat di Taman Mini Indonesia Indah. Antusias
masyarakat terhadap acara-acara ini begitu meriah, hal ini terlihat dari jumlah
yang hadir yang bisa mencapai hingga ribuan orang. Selain acaranya yang
beragam, motivasi masyarakat yang datang juga berbeda-beda.
Diantara
acara yang diselenggarakan di hari ini seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan di
Kasunanan Surakarta berkeliling kota menjelang tengah malam 1 Suro, mubeng
beteng keliling benteng Keraton Jogja tanpa berkata sepatah kata pun, pencucian
benda-benda pusaka (jimat tradisional) di Keraton Kesepuhan Cirebon, ritual
Kirab Tumuruning Maheso Suro di kota Bantul Jawa Tengah berikut acara
mendengarkan ramalan Mbah Jokasmo yang konon sebagai mediator kanjeng ratu
kidul yang diyakini masyarakat setempat sebagai penguasa laut selatan. Dan di
Jawa Timur tidak kalah seru, bertempat di area pasarean (pemakaman keramat)
Gunung Kawi berbagai acara digelar, ada pertunjukan wayang kulit, barongsai dan
juga acara keliling pendopo sebanyak tujuh kali berlawanan arah jarum jam
dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat
sambil menghormat ke dalam makam, dengan maksud ngalap berkah, mengharap
keberuntungan dan niatan lainnya.
Acara-acara
seperti ini di tanah air ada yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang
lampau, seperti Acara Kirab Pusaka Kerajaan yang konon sudah ada sejak Keraton
Surakarta berdiri tahun 1745 M. Dan di TMII acara-acara serupa juga digelar dan
dimeriahkan oleh dalang-dalang dan paranormal ternama. Pertanyaannya apa
tinjauan Islam terhadap acara tersebut?
Sudah
merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah
satu-satunya Dzat yang diibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah
Subhaanahu wa ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di
neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Subhaanahu wa ta’ala
berfirman (yang artinya), “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena
sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang
mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah
yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. Al Hajj : 62
Dan Allah Subhaanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pelaku
kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. QS. Al Maidah : 72
Maka ibadah apa pun bentuknya adalah haram
diperuntukkan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Syaikhul Islam Ahmad
bin Abdul Halim Rahimahullah berkata menerangkan pengertian ibadah di dalam
kitabnya Al Ubudiyah, “Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i
Allah dari ucapan dan perbuatan yang lahir dan tersembunyi”.
Maka shalat, puasa, zakat, haji adalah
ibadah. Istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut
dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah
semuanya hanya untuk Allah Subhaanahu wa ta’ala. Inilah prinsip tauhid
(memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala semata) yang menjadi
landasan paling fundamental di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka
ia jatuh ke dalam kesyirikan kecil atau besar tergantung jenis pelanggarannya.
Seperti Acara Kirab Pusaka di Kota Solo,
Pencucian Jimat di Cirebon sudah maklum diketahui di dalam Islam bahwa Dzat
Yang Memberi manfaat dan Menolak Kemudharatan hanya Allah Subhaanahu wa ta’ala
semata, Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sungguh jika
kamu bertanya kepada mereka:”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”,
niscaya mereka menjawab:”Allah”.Katakanlah:”Maka terangkanlah kepadaku tentang
apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan
kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu,
atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan
rahmat-Nya. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal
orang-orang yang berserah diri”. QS.
Az-Zumar : 38
Berdasarkan
ayat ini dan dalil-dalil yang lain, maka keyakinan-keyakinan terhadap benda
pusaka, jimat dan yang lainnya bahwa benda-benda tersebut bisa mendatangkan
manfaat atau menolak kemudharatan adalah batal. Seorang muslim haram meyakini
ada kekuatan terselubung atau berkah tertentu pada benda-benda tersebut tanpa
keterangan dari Allah Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an atau Rasul-Nya di
dalam As-Sunnah menurut pemahaman generasi pertama ummat ini (para shahabat,
tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Apakah seseorang berkeyakinan bahwa benda
tersebut bisa mendatangkan manfa’at dan menolak kemudharatan dengan sendirinya
(syirik besar) atau benda-benda tersebut hanya sebagai perantara (syirik
kecil).
Lantas
apa hukumnya menghadiri acara-acara di atas sebatas mengaguminya sebagai
kebudayaan tanpa ada keyakinan-keyakinan tertentu? Jawabnya, adalah haram.
Karena Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu
pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata
kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa
yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada
bapaknya:”Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada
dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata):”Ya Rabb
kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami
bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. QS. Al Mumtahanah : 4
Kemudian diantara acara-acara tersebut ada
yang jelas-jelas merupakan syirik besar, seperti minta-minta kepada selain
Allah Subhaanahu wa ta’ala seperti yang kerap dilakukan para peziarah di area
pasarean (pemakaman keramat) Gunung Kawi bertepatan dengan 1 Suro atau pada
hari-hari besar Islam. Apakah minta berkah, minta restu, minta keselamatan,
kesejahteraan dan maksud-maksud lainnya. Begitu juga acara pemujaan dan
pemberian sesajian yang kental mewarnai acara-acara seperti ini. Allah
Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain
beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang
melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni)
akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam
azab itu, dalam keadaan terhina”. QS. Al Furqan : 69
Dan
seorang yang berakal akan mendapati dengan jelas pada acara-acara tersebut
warna yang kental dalam upayanya menyaingi syari’at yang suci ini, syari’at
Islam. Beberapa diantaranya seperti acara keliling benteng di Kraton Jogja
mirip dengan thawaf di Baitullah, begitu juga keliling pendopo di Pasarean
Gunung Kawi. Acara-acara ini kalau bukan kesyirikan, paling ringan adalah
bid’ah yang mungkar di dalam Islam.
Belum lagi acara ruwatan yang sering
diadakan di TMII setiap awal tahun Jawa yang turut dimeriahkan oleh
“dukun-dukun keren” (paranormal) yang unjuk kebolehan di hadapan ribuan hadirin
yang termakan oleh sihir mereka. Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam bersabda
(yang artinya), “Barangsiapa mendatangi dukun atau paranormal dan mempercayai
ucapannya maka dia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada Muhammad”. Yaitu
dia telah kafir terhadap Al Qur’an, dan orang yang kufur terhadap Al Qur’an
batal keislamannya.
Maka
berhati-hatilah dari acara-acara seperti ini yang sarat dengan bid’ah,
kesyirikan dan pemujaan kepada selain Allah Subhaanahu wa ta’ala. Dan cukup
bagi kita dua hari besar tahunan yang diakui di dalam Islam Hari Raya ‘Iedul Fithri
dan ‘Iedul Adha. Dan wajib bagi setiap muslim untuk tidak tolong menolong dalam
kejelekan, seperti mempromosikan acara-acara di atas, memujinya, atau ikut
melestarikannya.
Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya
dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang
mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka
disesatkan).Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. QS. An-Nahl :
25
Dan inilah yang menarik, orang-orang
menyikapi kekeramatan kerbau Kyai Slamet sedemikian rupa, sehingga cenderung
tidak masuk akal. Mereka berjalan mengikuti kirab, saling berebut berusaha
menyentuh atau menjamah tubuh kebo bule. Tak cukup menyentuh tubuh kebo,
orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo
bule buang kotoran.
Begitu kotoran jatuh ke jalan, orang-orang
pun saling berebut mendapatkannya. Tidak masuk akal memang. Tapi mereka
meyakini bahwa kotoran sang kerbau akan memberikan berkah, keselamatan, dan
rejeki berlimpah. Mereka menyebut berebut kotoran tersebut sebagai sebagai
tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kyai Slamet.
10. Ritual Menolak Hujan.
Kami mempunyai kemampuan dengan ijin Tuhan untuk memindahkan hujan
tersebut yang sekiranya akan menggangu jalannya acara yang akan berlangsung.
Demikian lancangnya sesumber paranormal dalam ikhlannya disebuah media. Hingga
ia merasa pasti nantinya Allah akan mengijinkan keinginannya.
Memang memperhatinkan, ketika kemarau dating, sebagian masyarakat
menjalani ritual yang syirik untuk mendatangkan hujan. Dan sekarang tatkala
hujan mulai sering turun yang laris adalah dukun pawang hujan. Setidaknya ada 2
model cara yang dilakukan oleh pawang hujan untuk menolak hujan. Pertama dengan
meminta bantuan kepada jin atau setan dan yang kedua dengan meminta bantuan
kepada penghuni kubur.
Cara
pertama memiliki variasi, tergantung kreasi dari masing-masing dukun. Ada yang menggunakan
media baker kemenyan, garam, serutu, kapur, pinang dan sirih. Pemesan diminta
oleh pawang hujan untuk membuang nasi genggam keatas genting dan membuang
cerutu, kemenyan, kembang dan kapur kesungai, tentu setelah di beri
mantra-mantra yang berisi pengagunggan dan permohonan kepada jin dan setan.
Jelas ini adalah kesyirikan karena ia telah berdoa kepada selain Allah. “ Fa
laa tad’u ma’allahi ahadan “, dan janganlah kalian menyeru ( berdoa ) kepada
suatu apapun disamping berdoa kepada Allah “. QS. Al-Jinn : 18
Cara kedua, dengan meminta pertolongan kepada penghuni kubur. Baik
kuburan yang penghuninya dianggap sakti, hingga yang dianggap sebagai wali.
Pasdahal yang telah mati itu terputus amalnya, tidak bias lagi beramal atau
berbuat. Bagaimana mungkin mereka hendak membantu kesulitan manusia yang masih
hidup. Karena dalam fiqih islam tidak mengenal bagaimana hokum orang mati
menolong orang yang masih hidup, apakah berpahala atau tidak, karena memang tidak
ada fakta yang membutuhkan adanya suatu hokum.
Jika kemudian hujan berhenti atau mendung kembali cerah, itu semata-mata
kehendak Allah. Bukan karena jin mampu mengalihkannya, meskipun akirnya itu di
klaim sebagai pawing hujan. Jika itu yang terjadi, tentu ada hikmah di
dalamnya. Apakah sebagai hujian bagi orang yang beriman ataukah sebagai
‘istidraj bagi orang-orang yang menyimpang.
11. Seputar Kematian.
Dalam agama hindu, ketika memberangkatkan
jenazah ke kuburan, terdapat tradisi brobosan. Brobosan merupakan wujub bakti
kepada orang tua yang telah meninggalkan dunia fana ini dan merupakan salam
kepada para dewa di nirwana yang menyambut arwah si orang yang meninggal.
Tradisi brobosan ini ternyata masih dilakukan ummat islam, padahal perbuatan
itu tidak ada dasar ataupun dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, selain
brobosan. Dalam ritual agama hindu, dalam prosesi pemberangkatan jenazah, juga
terdapat ritual member payung di atas kepala jenazah dan diatas keranda jenazah
dikasih rangkaian bunga. Dan hal ini pun juga dilakukan oleh masyarakat islam,
hal tersebut juga tidak ada dasarnya dalam islam. Brobosan di bawah keranda
yang di dalamnya ada mayit, dilakukan dari kanan ke kiri. Dilakukan oleh
saudara simayit urut dari yang tua hingga yang termuda.
Saat keranda akan dibawa ketempat pemakaman,
keluarga juga melakukan saweran yaitu menyebar campuran beras kuning, bunga,
uang logam dan daun andong purih kearah beranda yang telah digotong, siap
dibawa ketempat pemakaman. Dan ketika keranda diarak menuju tempat pemakaman
terdapat payunh diatas kepala mayit. Memayungi
kepala yang meninggal, memiliki makana bahwa si mayit sedang
meninggalkan alam mikrokomos ( alam dunia ) menuju alam bumi agung. Bumi
dilambangkan sebagai payung.
Keranda pun dihias dengan rangkaian bunga
berwarna putih, merah dan kuning yang disebut ronje. Bunga putih yang dijadikan
ronje merupakan lambing dewa brahmana, bunga merah melambangkan dewa wisnu dan
bunga kuning melambangkan dewa shiwa.
Dalam
agama hindu dalam prosesi menuju alam nirwana menghadap ida sang hyang widi
waksa mencapai alam mksa, diperintahkan melakukan 3, 7, 40, 100, mendak pisan,
mendak pindo dan nyewu. Dalam hal ini pun juga dilakukan oleh masyarakat islam,
hal tersebut tidak ada dasarnya dalam islam, itu laisa minal islam, itu bukan
ajaran islam. Ritual-ritual tersebut terdapat dalam kitab-kitab maupun
buku-buku agama hindu.
12. Mengkramatkan
Bulan Muharram.
Penetapan tahun hijrah sebagai tahun Islam
oleh Khalifah Umar bin Khaththab bukan tanpa alasan yang kuat. Berawal dari
peristiwa hijrah Rasululah SAW berhasil membangun masyarakat
dan pemerintah Islam di Yatsrib (sekarang Madinah). Hijrah menjadi momentum
kebangkitan ummat Islam. Bangkit dari syirik menuju tauhid, bangkit dari bangsa
yang tertindas menjadi bangsa yang merdeka, bangkit dari ummat yang hina dina
menjadi berwibawa di mata dunia. Meskipun jumlah para shahabat yang melakukan
hijrah relatif sedikit tetapi kualitas iman dan taqwa mereka menjulang tinggi
ke angkasa.
Momentum
kebangkitan ummat Islam generasi awwal tersebut mestinya menjadi inspirasi bagi
ummat Islam sekarang untuk menjadikan awwal tahun baru hijrah, yakni bulan
Muharram ini sebagai awwal kebangkitan. Sudah lama ummat berkubang dalam lumpur
syirik dan menjadikan bulan Muharram sebagai bulan keramat.
Banyak
ritual peribadatan yang tidak diajarkan Islam dilakukan ummat Islam di bulan
Muharram seperti ruwatan, labuhan, larungan, sedekahan, slametan, tumpengan,
sesajian, dan tirakatan. Yang lain lagi di bulan Muharram ini ada yang
memandikan tosan aji, ngirap kerbau, tapa mbisu mubeng beteng, kungkum di
sungai pada tengah malam, dan labuhan di Pantai Selatan. Sebenarnya ritual
peribadatan seperti ini kalau dilakukan oleh orang-orang non-muslim, terserah
sajalah bagi mereka. Namun bila orang-orang Islam yang melaksanakan dan
meramaikannya akan menjadi masalah besar. Karena ritual peribadatan tersebut
dalam pandangan Islam termasuk syirik, sedang dosa syirik akan merusak seluruh
amal shaleh

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. QS.
Az-Zummar : 65
Selain
itu banyak orang Islam menganggap bulan Muharram sebagai bulan keramat,
sehingga takut bencana akan menimpa mereka kalau melakukan hajatan di bulan
ini. Pernikahan, khitanan, pindah atau mendirikan rumah akan mereka tunda untuk
tidak dilakukan di bulan ini, karena khawatir tidak selamat. Padahal
keselamatan manusia itu tergantung kepada kethaatannya kepada Allah, kepada kedisiplinannya
mengikuti Al-Qur’an

Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. QS.
Al-Maaidah : 16
Kita
berprasangka baik bahwa mereka berbuat demikian itu mungkin karena belum faham
betul tentang agamanya, mereka beragama hanya mengikuti apa yang didapati dari
bapak-bapak mereka atau nenek-nenek mereka secara turun-temurun. Oleh karena
itulah pentingnya bagi orang Islam mau mengkaji dan memahami Islam dari sumbernya,
yakni Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah SAW agar dapat beragama secara
benar.
Agama
Islam mendidik ummatnya agar menjadi ummat yang pandai, apalagi di zaman modern
ini, tidak pantas kalau ummat Islam kembali ke zaman jahiliyyah lagi,
mempercayai hal-hal yang tidak masuk akal sehat, apalagi mengandung kemusyrikan
yang akan membawa kepada kesesatan. Kita harus meyaqini bahwa apa yang
diwariskan oleh Rasulullah SAW menjamin keselamatan ummat manusia di dunia ini
sampai di akhirat kelak, bagi yang mau berpegang teguh padanya, yakni Al-Qur’an
dan sunnah Nabi-Nya.
13. Mempercayai Zodiak atau Mempercayai Ramalan
Bintang.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan
payah. Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan,
dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” QS.
Al Mulk : 3-5
Allah
menjelaskan kebagusan langit ciptaan-Nya. Langit tersebut menjadi indah dan
menawan karena dihiasi dengan bintang-bintang. Bintang dalam ayat di atas
disebutkan berfungsi untuk melempar setan dan sebagai penghias langit. Namun
sebenarnya fungsi bintang masih ada satu lagi. Bintang secara keseluruhan
memiliki tiga fungsi.
Tiga Fungsi Bintang di Langit
Fungsi pertama
Untuk
melempar setan-setan yang akan mencuri berita langit. Hal ini sebagaimana terdapat
dalam surat Al Mulk,

“Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” QS. Al Mulk : 5
Setan mencuri berita langit dari
para malaikat langit. Lalu ia akan meneruskannya pada tukang ramal. Akan
tetapi, Allah senantiasa menjaga langit dengan percikan api yang lepas dari
bintang, maka binasalah para pencuri berita langit tersebut. Apalagi ketika
diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, langit terus dilindungi
dengan percikan api. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
“Dan sesungguhnya kami
dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya).
Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu)
tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan
sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah
keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka
menghendaki kebaikan bagi mereka.” QS. Al Jin: 9-10.
Berita langit yang setan tersebut curi sangat sedikit
sekali.
Fungsi kedua
Sebagai
penunjuk arah seperti rasi bintang yang menjadi penunjuk bagi nelayan di laut.
“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan).
Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” QS. An Nahl : 16.
Allah
menjadikan bagi para musafir tanda-tanda yang mereka dapat gunakan sebagai
petunjuk di bumi dan sebagai tanda-tanda di langit.
Fungsi ketiga
Sebagai penerang dan penghias langit dunia.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
“Sesungguhnya Kami telah
menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” QS. Al Mulk :
5
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang
terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.” .
Mengenai surat Al Mulk ayat 5, ulama pakar tafsir
–Qotadah As Sadusiy- mengatakan,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala hanyalah menciptakan
bintang untuk tiga tujuan:
1.
Sebagai hiasan langit dunia.
2.
Sebagai pelempar setan, dan.
3. Sebagai penunjuk arah.
Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia berarti telah
berkata-kata dengan pikirannya semata, ia telah mendapatkan nasib buruk,
menyia-nyiakan agamanya (berkonsekuensi dikafirkan) dan telah
menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali.” Dari sini Qotadah melarang mempelajari
kedudukan bintang, begitu pula Sufyan bin ‘Uyainah tidak memberi keringanan
dalam masalah ini.
Ilmu yang Mempelajari Posisi Benda Langit
Ada
dua ilmu yang mempelajari posisi benda langit yaitu ilmu astronomi (ilmu
tas-yir) dan ilmu astrologi (ilmu ta’tsir).
Pertama: Ilmu astronomi (ilmu tas-yir)
Astronomi, yang secara etimologi berarti “ilmu bintang” adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian
yang terjadi di luar bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul,
evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan
di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Astronomi adalah salah satu di antara sedikit ilmu pengetahuan di mana
amatir masih memainkan peran aktif, khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan
fenomena sementara. Astronomi jangan dikelirukan dengan astrologi, yaitu ilmu
semu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak
benda-benda astronomis di langit. Meskipun memiliki asal-muasal yang sama,
kedua bidang ini sangat berbeda. Astronom menggunakan metode ilmiah, sedangkan
astrolog tidak.
Kedua: Ilmu astrologi (ilmu ta’tsir)
Astrologi
adalah ilmu yang menghubungkan antara gerakan benda-benda tata surya (planet,
bulan dan matahari) dengan nasib manusia. Karena semua planet, matahari dan
bulan beredar di sepanjang lingkaran ekliptik, otomatis mereka semua juga
beredar di antara zodiak. Ramalan astrologi didasarkan pada kedudukan
benda-benda tata surya di dalam zodiak.
Seseorang
akan menyandang tanda zodiaknya berdasarkan kedudukan matahari di dalam zodiak
pada tanggal kelahirannya. Misalnya, orang yang lahir awal desember akan
berzodiak Sagitarius, karena pada tanggal tersebut Matahari berada di wilayah
rasi bintang Sagitarius. Kedudukan
Matahari sendiri dibedakan antara waktu tropikal dan waktu sideral yang
menyebabkan terdapat dua macam zodiak, yaitu zodiak tropikal dan zodiak
sideral. Sebagian besar astrologer Barat menggunakan zodiak tropikal.
Di
bola langit terdapat garis khayal yang disebut dengan lingkaran ekliptika. Jika
diamati dari bumi, semua benda tatasurya (planet, Bulan dan Matahari) beredar
di langit mengelilingi lingkaran ekliptika. Keistimewaan dari keduabelas zodiak
dibanding rasi bintang lainnya adalah semuanya berada di wilayah langit yang
memotong lingkaran ekliptika. Jadi dapat disimpulkan zodiak adalah semua rasi
bintang yang berada disepanjang lingkaran ekliptika. Rasi-rasi bintang tersebut
adalah:
1. Capricornus:
Kambing laut
2.
Aquarius: Pembawa Air
3.
Pisces: Ikan
4.
Aries: Domba
5.
Taurus: Kerbau
6.
Gemini: Si Kembar
7.
Cancer: Kepiting
8.
Leo: Singa
9.
Virgo: Gadis Perawan
10. Libra:
Timbangan
11. Scorpius:
Kalajengking
12. Sagitarius
: Si Pemanah
Hukum Mempelajari Ilmu Astronomi dan Ilmu
Astrologi.
Para
ulama dalam menilai ilmu yang mempelajari kedudukan benda langit ada dua
pendapat:
Pendapat pertama :
Terlarang
mempelajari posisi benda langit. Inilah pendapat Qotadah dan Sufyan bin
‘Uyainah. Alasan mereka melarang hal ini dalam rangka saddu adz dzari’ah
yaitu menutup jalan dari hal yang dilarang. Mereka khawatir jika kedudukan
bintang tersebut dipelajari, akan diyakini bahwa posisi benda langit tersebut
bisa berpengaruh pada takdir seseorang. Namun pendapat ini adalah pendapat
ulama yang ada di masa silam saja.
Pendapat kedua :
Tidak mengapa mempelajari posisi benda langit. Yang dibolehkan di sini
adalah ilmu tas-yir
(ilmu astronomi). Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq bin Rohuyah
dan kebanyakan ulama.
Pendapat kedua inilah yang lebih tepat
karena berbagai manfaat yang bisa diperoleh dari ilmu astronomi dan tidak
termasuk sebab yang dilarang. Ilmu tas-yir (ilmu astronomi) memiliki beberapa manfaat. Di
antaranya bisa dipakai untuk kepentingan agama seperti mengetahui arah kiblat
dan waktu shalat. Atau untuk urusan dunia seperti mengetahui pergantian musim.
Ini semua termasuk ilmu hisab dan dibolehkan.
Sedangkan yang terlarang untuk
dipelajari adalah ilmu yang pertama yang disebut dengan ilmu ta’tsir (ilmu astrologi). Dalam ilmu
astrologi, ada keyakinan bahwa posisi benda-benda langit berpengaruh pada nasib
seseorang. Padahal tidak ada kaitan ilmiah antara posisi benda langit dan nasib
seseorang. Inilah yang keliru.
Jadi,
yang terlarang dipelajari adalah ilmu ta’tsir (astrologi). Sedangkan ilmu
tas-yir (astronomi) adalah ilmu yang sangat membantu kehidupan sehingga
tidaklah mengapa untuk dipelajari.
Keyakinan Terhadap Zodiak dan Ramalan Bintang
Ada tiga macam keyakinan yang dimaksud dan
ketiga-tiganya haram.
Pertama:
Keyakinan bahwa posisi benda
langit yang menciptakan segala kejadian yang ada di alam semesta dan segala
kejadian berasal dari pergerakan benda langit.
Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang
dimiliki oleh Ash
Shobi-ah. Mereka
mengingkari Allah sebagai pencipta. Segala kejadian yang ada diciptakan oleh
benda langit. Pergerakan benda langit yang ada dapat diklaim menimbulkan
kejadian baik dan buruk di alam semesta. Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang kufur
berdasarkan kesepakatan para ulama.
Kedua :
Keyakinan
bahwa posisi benda langit yang ada hanyalah sebagai sebab (ta’tsir) dan
benda tersebut tidak menciptakan segala kejadian yang ada. Yang menciptakan
setiap kejadian hanyalah Allah, sedangkan posisi benda langit tersebut hanyalah
sebab semata. Keyakinan semacam ini juga tetap keliru dan termasuk syirik
ashgor. Karena Allah
sendiri tidak pernah menjadikan benda langit tersebut sebagai sebab. Allah pun
tidak pernah menganggapnya punya kaitan dengan kejadian yang ada di muka bumi,
seperti turunnya hujan dan bertiupnya angin. Semua ini kembali pada pengaturan
Allah dan atas izin-Nya, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedudukan
benda langit yang ada. Allah hanya menciptakan bintang untuk tiga tujuan
sebagaimana telah dikemukakan di atas.
Ketiga:
Posisi benda langit sebagai petunjuk untuk
peristiwa masa akan datang. Keyakinan semacam ini berarti mengaku-ngaku ilmu
ghoib. Ini termasuk perdukunan dan sihir. Perbuatan semacam ini termasuk kekufuran
berdasarkan kesepakatan para ulama.
Intinya, ketiga keyakinan di atas adalah keyakinan yang
keliru, walaupun hanya menganggap sebagai sebab atau hanya sebagai ramalan.
Namun sayangnya, keyakinan semacam inilah yang tersebar luas di tengah-tengah
masyarakat muslim. Mereka begitu semangat menikmati ramalan tersebut di
majalah, koran, dan di dunia maya (seperti di situs jejaring sosial yaitu
Facebook). Sebagian mereka pun mempercayai ramalan-ramalan bintang tadi.
Apalagi jika memang ramalan itu pas dengan kondisi keuangan dan asmaranya saat
itu. Sungguh,
ini merupakan musibah besar di tubuh umat ini. Membaca sampai membenarkan
lamaran tadi pun dianggap hal lumrah dan tidak bernilai dosa.
Hukum Membaca Zodiak dan Ramalan Bintang
Zodiak atau ramalan bintang berisi tentang
ramalann keadaan asmara, keuangan, kesuksesan seseorang di masa akan datang.
Biasa digambarkan ramalan keadaan dirinya pada 1 minggu atau sebulan mendatang.
Cara memperoleh ramalan bintang ini
tidak perlu susah payah sampai ke rumah tukang ramal. Saat ini, setiap orang
sudah disuguhkan cara mudah untuk membaca ramalan bintang melalui majalah,
koran atau TV. Bahkan sekarang bisa tinggal ketik lewat sms dengan format reg
spasi, dan sebagainya.
Dari
sini perlu diketahui bahwa para ulama seringkali menyamakan hukum membaca
ramalan bintang dengan hukum mendatangi tukang ramal yang mengklaim mengetahui
perkara yang ghoib. Keduanya dinilai sama hukumnya karena sama-sama
mempertanyakan hal ghoib di masa akan datang.
Syaikh Sholih Alu Syaikh -hafizhohullah- mengatakan :
“Jika seseorang membaca halaman suatu koran yang berisi
zodiak yang sesuai dengan tanggal kelahirannya atau zodiak yang ia cocoki, maka
ini layaknya seperti mendatangi dukun. Akibatnya cuma sekedar membaca semacam
ini adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. Sedangkan apabila
seseorang sampai membenarkan ramalan dalam zodiak tersebut, maka ia berarti
telah kufur terhadap Al Qur’an yang telah diturunkan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.”
Intinya, ada dua rincian hukum dalam masalah ini.
Pertama :
Apabila
cuma sekedar membaca zodiak atau ramalan bintang, walaupun tidak mempercayai
ramalan tersebut atau tidak membenarkannya, maka itu tetap haram. Akibat
perbuatan ini, shalatnya tidak diterima selama 40 hari.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ
لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari
tidak diterima.” Ini
akibat dari cuma sekedar membaca.
Maksud tidak diterima shalatnya
selama 40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima
shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia
lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak
butuh untuk mengulangi shalatnya.”
Kedua :
Apabila sampai membenarkan atau meyakini
ramalan tersebut, maka dianggap telah mengkufuri Al Qur’an yang menyatakan
hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu ghoib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ
أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا
أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia
membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah
diturunkan pada Muhammad.”
Namun
jika seseorang membaca ramalan tadi untuk membantah dan membongkar
kedustaannya, semacam ini termasuk yang diperintahkan bahkan dapat dinilai wajib.
Hukum-hukum ini juga berlaku untuk ramalan lain selain dengan ramalan bintang.
Syaikh Sholih Alu Syaikh memberi nasehat, :
“Kita wajib mengingkari setiap orang yang membaca
ramalan bintang semacam itu dan kita nasehati agar jangan ia sampai terjerumus
dalam dosa. Hendaklah kita melarangnya untuk memasukkan majalah-majalah yang
berisi ramalan bintang ke dalam rumah karena ini sama saja memasukkan tukang
ramal ke dalam rumah. Perbuatan semacam ini termasuk dosa besar (al
kabair).
Oleh
karena itu, wajib bagi setiap penuntut ilmu agar mengingatkan manusia mengenai
akibat negatif membaca ramalan bintang. Hendaklah ia menyampaikannya dalam
setiap perkataannya, ketika selesai shalat lima waktu, dan dalam khutbah
jum’at. Karena ini adalah bencana bagi umat. Namun masih sangat sedikit yang
mengingkari dan memberi peringatan terhadap kekeliruan semacam ini.”
Dari
sini, sudah sepatutnya seorang muslim tidak menyibukkan dirinya dengan membaca
ramalan-ramalan bintang melalui majalah, koran, televisi atau lewat pesan
singkat via sms. Begitu pula tidak perlu seseorang menyibukkan dirinya ketika
berada di dunia maya untuk mengikuti berbagai ramalan-ramalan bintang yang ada.
Karena walaupun tidak sampai percaya pada ramalan tersebut, tetap seseorang
bisa terkena dosa jika ia bukan bermaksud untuk membantah ramalan tadi. Semoga Allah melindungi
kita dan anak-anak kita dari kerusakan semacam ini.
Kejadian Masa Akan Datang Menjadi Kekhususan Allah.
Ketahuilah, saudaraku. Perkara masa akan
datang adalah perkara yang menjadi kekhususan Allah dan menjadi ranah ghoib.
Sehingga tidak pantas seorang makhluk pun menerka-nerka apa yang akan terjadi
pada masa akan datang melalui ramalan bintang, zodiak dan semacamnya. Begitu
pula tidak boleh mempercayai ramalan-ramalan semacam itu sebagaimana larangan
yang telah kami kemukakan di atas.
Allah Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang
pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” QS. Luqman: 34
Disebutkan pula dalam kitab Shahih Al Bukhari dari Ibnu
‘Umar radhiyallahu
‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَفَاتِحُ
الْغَيْبِ خَمْسٌ
“Kunci ilmu ghoib itu ada
lima.”Kemudian beliau pun membaca firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat”.
Kuncinya: Menyandarkan Diri pada Allah
Cukuplah
seseorang meyakini bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Yang Di Atas.
Kita hanya berusaha dan berusaha disertai tawakkal. Dengan cara seperti ini,
apa yang kita inginkan dengan izin Allah dapat tercapai.
Dari
Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
”Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah
akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung
tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya
dalam keadaan kenyang.”
Jika Allah yang jadi sandaran
dalam setiap usaha, maka Dia akan mencukupi setiap hajat. Bukankah Allah Ta’ala Yang
Maha Mencukupi berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan) nya.”
QS. Ath Tholaq : 3
Al Qurtubi mengatakan,
”Barangsiapa menyerahkan
urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca ayat di atas
kepada Abu Dzar. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,
لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوْا
بِهَا لَكَفَتْهُمْ
”Seandainya semua manusia mengambil nasehat ini, itu sudah akan
mencukupi mereka.”Yaitu
seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakkal, maka sungguh Allah
akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka.
Lalu masihkah terbetik dalam hati kita untuk menggantungkan diri dan
percaya pada ramalan-ramalan, padahal ada Rabb Yang Maha Mencukupi dan
Sebaik-baik Tempat Bergantung?
13. Merayakan Tahun Baru
Tahun Baru Masehi Menurut Islam .
Bagaimana hukum merayakan tahun masehi menurut pandangan islam ? dan
bagaimana cara kita menyikapi tahun baru masehi tersebut ? ini yang mungkin
sering kita pertanyakan dan juga banyak orang yang merayakan tahun baru secara
berlebihan , tau kah anda kenapa tahun baru masehi identik dengan meniup
terompet ? saya rasa hanya banyak yang ikut ikutan tanpa tau asal muasalnya
dari mana.
Mari kita
pahami makna tahun baru yang sebentar lagi akan kita hadapi, jangan sampai kita
terjerumus ke dalam perangkap setan, jika anda hanya sekedar berkumpul dengan
keluarga sambil makan makan itu kita postif thinking aja, karena tahun baru kan
rata rata libur, baik orang kerja, kuliah ataupun sekolah, pada kesempatan
itulah untuk merefresh rasa kangen kepada keluarga dan teman teman dengan
catatan tidak berlebihan dan melanggar batasan islam .
Meniup Terompet pada Tahun Baru Masehi :
Pertanyaan :
Meniup Terompet pada Tahun Baru Masehi :
Pertanyaan :
Benarkah budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka?
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofa, sebuah alat musik sejenisi terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Benarkah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Jawaban :
Meniup terompet pada tahun baru bukan hanya budaya masyarakat Yahudi, melainkan lebih dari itu, Meniup terompet pada tahun baru adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dalam syari'at Torat untuk menyambut datangnya Rosh Hasanah atau tahun baru Torat, yang jatuh pada bulan ke-tujuh atau tanggal 1 bulan Tishri dalam kalender Ibrani purba.
"Katakanlah kepada orang Israel, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari perhentian penuh yang diperingati dengan meniup sangkakala, yakni hari pertemuan kudus. (Torat, Imamat 23:24)
Pada bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, haruslah kamu mengadakan pertemuan yang kudus, maka tidak boleh kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat; itulah hari peniupan sangkakala bagimu. (Torat, Bilangan 29:1)
Perintah itu lalu dimakna secara sederhana: meniup terompet pada tahun baru, termasuk tahun baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Isa Al Masih.
Kenyataannya, banyak orang di Barat maupun di Timur yang meniup terompet pada tahun baru tanpa motif ini, melainkan dengan motif just for fun (hanya untuk senang-senang) atau motif komersil tanpa motif religius apapun. Kalau motifnya untuk senang-senang, maka meniup terompet pada malam tahun baru dapat disetarakan dengan tindakan menonton TV pada malam tahun baru atau jalan-jalan mencari hiburan pada malam tahun baru.
Lalu, apakah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Bila anda meniupnya dengan mengingat bahwa itu adalah perintah Allah
kepada Nabi Musa, maka tentu saja itu bukan tindakan kafir. Masa sih menuruti
perintah Allah itu kafir? Jelas tidak. Kalau mengikuti perintah Allah itu
kafir, lantas apa yang tidak kafir?Katanya mengimani Torat, nyatanya?
Bila anda meniupnya dengan motif senang-senang (just for fun) atau motif komersil, itu juga bukan kafir sepanjang tidak melewati batas. Tindakan dengan motif sekedar senang-senang atau pun komersil tersebut dapat disetarakan dengan tindakan bermain sepakbola, meniup seruling, bermain gitar, menonton TV, berdagang, dan sebagainya. Contoh melebihi batas itu adalah bila malam Tahun Baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Al Masih justru diisi dengan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Al Masih, misal: pesta sex, mabuk-mabukan dengan minum-minuman keras atau pun penyalahgunaan obat.
Bila anda meniup terompet lalu disertai hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Al Masih sebagaimana contoh di atas, maka meniup terompet jadi haram dan kafir.
Bolehkah Merayakan Tahun Baru Masehi ?
Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.
Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim
Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.
10 Kerusakan Merayakan Tahun Baru Masehi :
Kerusakan Pertama : Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram.
Perlu diketahui bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul Fithri dan 'Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha”.
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah menjelaskan bahwa perayaan tahun baru itu termasuk merayakan ‘ied (hari raya) yang tidak disyariatkan karena hari raya kaum muslimin hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Menentukan suatu hari menjadi perayaan (‘ied) adalah bagian dari syari’at (sehingga butuh dalil).
Kerusakan Kedua : Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir.
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”.
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.
Kerusakan Ketiga : Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun.
“Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat (bermain petasan dan lainnya), mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.
Kerusakan Keempat : Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam
Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim, atau selamat tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ” Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak disyari’atkan dalam Islam).”
Kerusakan Kelima : Meninggalkan Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik. Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
Kerusakan Keenam : Begadang Tanpa Ada Hajat.
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!” Apalagi dengan begadang ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!
Kerusakan Ketujuh : Terjerumus dalam Zina.
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Kerusakan Kedelapan : Mengganggu Kaum Muslimin.
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.” Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!
Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” QS. Al Isro’: 26-27.
Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”
Bila ada yang sekiranya kurang atau ingin ditanggapi saya persilahkan langsung berikan , demi pemahaman kita mengenai tahun baru masehi .sekarang kembali kepada diri kita masing masing dalam menyikapi tahun baru masehi ini, saya berharap saya,keluarga saya, sahabat saya,semua nya dari kita sahabat seiman dapat memahami dengan baik mengenai tahun baru masehi dan bagaimana kita harus menyikapi tahun baru tersebut, sekian dari saya, tentunya saya berharap banyak komentar dan masukkan di artikel yang saya buat ini untuk membangun pemahaman kita semua mengenai tahun baru masehi serta meluruskan semua kesalahan yang kita lakukan .
14. Misteri Tanggal Lahir.
Siapa yang tidak kenal dan hafal lagu
Happy Birth Day to you ?, anak TK pun tahu, yang tua pun tak sempat lupa ;
saking seringnya lagu itu dilantunkan. Bahkan secuil lagu asal Chicago itu
dalam tahun 80an, di klaim telah mengumpulkan sekitar $1 juta dalam bentuk
royalty tahunan. Ada pula lagu panjang umurnya yang ngetren di nusantara, yang
aslinya peninggalan belanda berjudul “
Lang zal Die Leven “.
Sebagian kaum muslimin melakukan hal
yang sama dengan anggapan bahwa itu semata-mata adat, budaya atau bukan masalah
aqidah ataupun fiqih yang sudah pakem. Sehingga di anggap boleh dan sah-sah
saja.
Padahal, perayaan itu tidak bias di elakan
dari perkara aqidah. Faktanya tanggal lahir ada banyak keyakinan diklaim
memiliki nilai mistik yang sacral. Kita mengenal istilah shio dari china,
zodiac dari barat dan weton dari jawa. Masing-masing penganutnya memiliki
tafsir tersendiri dalam meramal perwatakan dan nasib berdasarkan tanggal lahir.
Sekaligus mereka juga memiliki jurus yang di yakini bias menghindarkan diri
dari nasib sial yang di sebabkan tanggal lahir itu. Namun ada salah satu yang
mereka sepakati bahwa ritual di hari ulang tahun adalah salah satu cara yang di
yakini bias menghilangkan nasib sial itu. Sementara semua keyakinan tersebut
hanyalah khurafat, bid’ah, syirik dan takhayul di tinjau dari aqidah islam.
Allah swt berfirman :

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS. Al-Israa’ : 36
Rasulullah saw bersabda :
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia menceritakan: Dahulu kami
berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Sedangkan pada
saat itu kami masih baru saja keluar dari kekafiran (baru masuk Islam, pent).
Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka beri’tikaf di
sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan senjata-senjata
mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath. Tatkala kami melewati pohon itu
kami berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat
menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Allahu akbar! Inilah kebiasaan itu! Demi Allah
yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telag mengatakan sesuatu sebagaimana
yang dikatakan oleh Bani Isra’il kepada Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan
sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya
kalian adalah kaum yang bertindak bodoh.” (QS.
al-A’raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti
kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya,
disahihkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim,
lihat al-Qaul
al-Mufid 1/126)
Hadits
ini menunjukkan bahwa orang-orang musyrik di kala itu memiliki keyakinan yang
keliru terhadap Dzatu Anwath,
yang hal itu mencakup tiga perkara:
1.
Mereka mengagung-agungkan
pohon tersebut,.
2.
Mereka melakukan i’tikaf (berdiam dalam rangka ibadah)
di sisinya.
3.
Mereka
menggantungkan senjata-senjata mereka dalam rangka mengharapkan keberkahan
pohon tersebut mengalir kepada senjata-senjata mereka sehingga diharapkan
senjata itu menjadi lebih tajam dan mendatangkan kebaikan yang lebih bagi orang
yang membawa senjata tersebut.
Hadits ini menunjukkan bahwa mencari berkah kepada
pohon adalah terlarang -bahkan termasuk syirik-, dan hal itu merupakan salah
satu kebiasaan buruk umat-umat terdahulu yang sesat. Larangan ini berlaku juga
untuk hal yang lain seperti mencari berkah kepada batu, kubur, atau yang
lainnya. Termasuk yang terlarang adalah mencari berkah dengan keringat orang
soleh, bersentuhan dengan tubuh mereka, atau menyentuh pakaian mereka dan yang
semacamnya.
Dari
sini kita mengetahui bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang di sisi
kubur para wali atau orang soleh berupa mencari berkah dengan menyentuhkan
pakaian atau bagian tubuh padanya merupakan perbuatan syirik kepada Allah ta’ala.
Hadits
ini juga menunjukkan bahwa jahiliyah itu tidak khusus berlaku bagi orang-orang
yang hidup di masa sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi siapa pun yang
tidak mengetahui kebenaran dan melakukan perbuatan-perbuatan orang jahil maka
dia tergolong ahlul
jahiliyah
Hadits
ini juga menunjukkan terlarangnya meniru-niru kebiasaan jahiliyah. Hadits ini
juga menunjukkan bahwa orang yang berpindah dari suatu kebatilan yang sudah
terbiasa melekat dalam hatinya maka terkadang masih ada saja sisa-sisa
kebatilan itu pada dirinya. Terkadang butuh waktu yang tidak sebentar untuk
menghilangkan sisa keburukan itu.
Hadits
ini juga menunjukkan disunnahkannya mengucapkan takbir [Allahu akbar]
ketika mengingkari atau heran terhadap sesuatu, demikian juga halnya ucapan
tasbih [Subhanallah].
Hadits ini juga menunjukkan bahwa yang menjadi pegangan -dalam menyikapi-
adalah hakikat sesuatu bukan nama atau istilahnya. Kalau itu kebatilan maka
tetap batil meskipun nama dan istilahnya berganti.
3 komentar:
Banyak kaum Muslimin masa kini khususnya di Jakarta yg belum faham maksud dari ritual2 tradisional Jawa.Artikel diatas dapat menjelaskan dengan gamblang ritual2 yg seharusnya dijauhi baik dlm acara pernikahan, kehamilan dll. Mudah2an saudara2 kita dari daerah lain seperti sumatra dan sulawesi,maluku mau menambahkan tentang ritual2/permainan ataupun tari2an dari daerah mereka yg mengandung kemusyrikan supaya masyarakat luas (kaum muslimin) bisa lebih berhati2 dalam memilah dalam mengadakan/mendatangi acara2 (baik dgn alasan budaya ataupun wisata ) yg kadang2 kita temui dalam kehidupan sehari2. Mohon izin kopi admin apa boleh ? karna panjang sekali mau baca di laptop. Kalau tdk boleh mohon di konfirmasi supaya tdk menjadi masalah di akhirat nanti. Wass.
selagi bermanfaat silahkan di copy. mari berbagi ilmu.tidak cuma di jakarta saja, di wilayah indonesia ini sangat banyak sekali yang masih melakukan begitu. tugas kita adalah menasehati mereka, mengajak mereka untuk meninggalkan hal2 tersebut, dengan cara yang santun.mari berjuang demi tegaknya DIIN ini,
selagi bermanfaat silahkan di copy. mari berbagi ilmu.tidak cuma di jakarta saja, di wilayah indonesia ini sangat banyak sekali yang masih melakukan begitu. tugas kita adalah menasehati mereka, mengajak mereka untuk meninggalkan hal2 tersebut, dengan cara yang santun.mari berjuang demi tegaknya DIIN ini,
Posting Komentar