Rabu, 26 Juni 2013

BENTUK-BENTUK KEMUSYRIKAN




1.      Memakai Gelang Untuk Menolak Bahaya.


           Termasuk kebodohan adalah keyakinan sebagian orang-orang bahwa suatu benda penentram itu memiliki manfaat, khususnya untuk menolak bahaya.

          Rasulullah saw melihat seorang laki-laki yang ditangannya terdapat gelang dari kuningan. Beliau bertanya, “ Apakah ini ?. Dia menjawab penangkal sakit “. Kemudian beliau bersabda “ Lepaskan gelang itu !. Tidaklah ia menambah apapun bagimu kecuali kelemahan. Sesungguhnya, apabila engkau mati, sedang ia masih berada ditanganmu. Maka engkau tidak akan beruntung selama-lamanya “. HR Ahmad


2.      Mengantungkan jimat.


Rasulullah saw bersabda :

مَنْ تَََََعَلَّقَ تَََمِيْمَةً فَلا أَتََمٌَ اللهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلٌَقَ وَدَعَةً فَلا وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barang siapa yang menggantungkan jimat maka Allah tidak akan menolongnya dan barangsiapa yang menggantungkan pengasihan maka Allah akan menggagalkannya.” HR.Ahmad.
Dalam riwayat lain beliau  bersabda:

                  مَنْ تََعَلّقَ تََََََمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik,”. HR.Ahmad.
          Dan beliau juga pernah melihat seorang laki-laki yang memakai gelang dari kuningan di tangannya lalu beliau bertanya kepada orang itu:
                  مَا هَذَاقَالَ مِنَ الْوَاهِنََةِ فَقَالَ إِنْزَعْهَا فََإِنٌهَا لاتََزِيْدُكَ إِلُا وَهْنًَا فلو مت وهي علبك ما أفلحت أبدا
“Apa ini?” Orang itu menjawab:” Sesuatu yang bisa menundukkan (melemahkan) orang lain.” Lalu beliau bersabda:” Lepaskan gelangmu itu! Sesungguhnya itu hanya menambah kelemahanmu. Jika engkau mati dan engkau masih memakai gelang itu maka engkau tidak akan bahagia selama-lamanya.”

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan tiwalah2 itu termasuk perbuatan syirik.” HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya
           Al-Imam Ahmad t meriwayatkan, demikian juga Abu Ya’la dan Al-Hakim serta ia menshahihkanya dari Uqbah bin Amir z bahwa Nabi n bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلَا أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan baginya (urusan)nya dan barangsiapa menggantungkan wad’ah3 maka Allah tidak akan menentramkannya.”
Al-Imam Ahmad t meriwayatkannya melalui jalan lain dari ‘Uqbah bin ‘Amir dengan lafadz:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah/jimat maka ia telah berbuat syirik.”
Tiwalah adalah sesuatu yang membuat orang laki-laki atau perempuan tertarik.


3.      Meminta Berkah Kepada Benda Keramat.


Barangsiapa yang meminta berkah kepada pohon, kuburan, perempatan/ pertigaanbatu berarti dia telah berbuat syirik.

Allah swt berfirman :




        Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap al Lata dan al Uzza. dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? QS. An-Najm : 19-20.

         Ketiganya adalah berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang jahiliyah dahulu. Dan sudah maklum, bahwa barangsiapa yang beribadah kepada selain Allah maka dia telah kafir.


4.      Melakukan Dan Mempelajari Sihir.


          Barangsiapa melakukan sihir, memanggil dengan nama-nama setan, mengikat buhul-buhul maka ia telah terjerumus kedalam kekafiran.


اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ

Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” HR. Al-Bukhari no. 2560 dan Muslim no. 129

مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ فَقَدِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Barangsiapa mempelajari salah satu cabang ilmu nujum maka ia telah mempelajari salah satu cabang ilmu sihir. Semakin bertambah ilmu nujum yang dipelajarinya, semakin bertambah pula ilmu sihir yang dimilikinya.” HR. Abu Dawud.

            Dalam mengajarkan sihir kepada manusia setan tidak mempunyai maksud kecuali agar ia menjadi musyrik. Allah swt berfirman :



Dan mereka mengikuti apa  yang dibaca oleh syaitan-syaitan  pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat  di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu jangnalah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya . Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. QS Al-Baqarah : 102.


         Kita semua dapat menyaksikan betapa banyak orang yang terseret, memasuki wilayah sihir dan menyangka bahwa hukuman sihir itu haram saja dan mereka tidak menyangka bahwa hukum yang sebenarnya adalah kufur. Ironisnya, pada saat ini banyak orang yang meremehkan masalah sihir dan para pelakunya. Bahkan ada orang yang menganggapnya sebagai salah satu jenis ilmu yang mereka banggakan. Mereka memberikan motivasi kepada para pelakunya. Bahkan memberikan hadiah-hadiah, sehingga diadakan berbagai acara perayaan, pertemuan dan perlombaan untuk para tukang-tukang sihir yang dihadirkan oleh ribuan penonton dan penggemar. Ini adalah sebuah bentuk kebodohan dalam beragama serta menggangap remeh urusan akidah, bahkan justru memberikan dukungan kepada orang-orang yang meremehkan akidah.
       Tukang sihir dilaknat di dunia dan kekal di neraka di akhirat. Dia hidup seperti hidupnya orang miskin dan mati seperti matinya orang jahil. Betapa sering dengan sihir menyebabkan terjadinya pertengkaraan antara suami dan istri, sehingga suami membenci istrinya atau sebaliknya. Setan pun ikut campur dengan manusia. Betapa sering dengan sihir menyebabkan hancurnya suatu rumah tangga dan sebagainya. Laknat Allah swt senantiasa menimpa tukang sihir.  Ketahuilah bahwa menyibukan diri dengan perdukunan dan sihir merupakan perkara yang menjerumuskan kedalam kesyirikan. Surgapun diharamkan untuk mereka.
Rasulullah saw bersabda :
“ Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga yaitu pecandu minuman keras, orang yang memeutus tali silaturahmi dan orang yan mempercayai sihir “. HR. Ahmad dalam Musnadnya, Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Al-Hakim.


5.      Mendatangi Dukun.

Rasulullah saw bersabda :

مَنْ أَتَى عَرَّافاً فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً

 

“Barang siapa mendatangi ‘Arrof (peramal) dan menanyakan sesuatu kepadanya, tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari”.  HR Muslim

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي قال : مَنْ أَتَى كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Dari Abu Hurairah rodhiallohu anhu dari Nabi sholallohu alaihi wassalam beliau bersabda :  barang siapa yang mendatangi kahin (dukun) dan membenarkan apa yang yang ia katakan maka sungguh telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad sholallohu alaihi wasalam. HR Abu Dawud
Dikeluarkan oleh empat ahlu Sunan (Nasa’i, Turmudzi, Abu Daud dan Ibnu Majah) dan dishohihkan oleh Hakim dari Nabi sholallohu alaihi wasalam dengan lafal :

مَنْ أَتَى عَرَّافاً أَوْ كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada  Muhammad sholallohu alaihi wassalam. 

عن عمران بن الحصين رضي الله عنه قال : قال رسول الله  : لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Dari Imron bin Hushain rodiallohu anhu ia berkata, Rasululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda : bukan dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan burung dan lainnya, yang bertanya dan yang menyampaikannya, atau yang melakukan praktek dukun dan yang didukuni atau yang menyihir atau yang meminta bantuan sihir, dan barang siapa yang mendatangi  kahin(dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad sholallohu alaihi wassalam . HR Bazzar dengan sanad Jayyid.
             Hadits-hadits mulia ini menunjukkan larangan mendatangi ‘arrof, kahin dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan dan ancaman bagi mereka yang melakukannya .
            Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib bagi mereka mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun, dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka. Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek di pasar-pasar atau di tempat-tempat lainnya dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak boleh tertipu oleh pengakuan segelintir manusia tentang kebenaran apa yang mereka lakukan, karena orang–orang tersebut tidak mengetahui tentang perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan .
              Rasulullah sholallohu alaihi wassalam telah melarang ummatnya mendatangi para kahin ,‘arrof, dan tukang tenung, dan melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan, karena mengandung kemungkaran dan bahaya yang sangat besar pula. Karena mereka adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa .
             Hadits–hadits Rasulullah sholallohu alaihi wassalam tersebut diatas membuktikan tentang kekufuran para kahin dan ‘arrof, karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin,  dan ini merupakan perbuatan kufur dan syirik terhadap Allah ta’ala. Orang orang yang membenarkan mereka atas pengakuan mereka dalam  mengetahui hal-hal yang ghaib dan meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka, Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah  berlepas diri dari mereka .
               Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan Azimat-azimat yang mereka buat, atau cairan timah, dan berbagai cerita bohong yang mereka lakukan. Semua ini adalah praktek-praktek pedukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barang siapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan batil dan kufur.
              Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada kahin, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, dan menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh dan pernikahan anak atau saudaranya atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang kecintaan, kesetiaan, perselisihan, dan perpecahan yang terjadi, dan lain sebagainya, karena ini berhubungan dengan hal-hal yang ghaib yang tidak diketahui hakekatnya oleh siapapun kecuali Allah ta’ala . Dan para dukun itu mengetahui yang ghaib adalah suatu kebongan belaka, yang gahib itu yang tahu hanya Allah semata.
Allah swt berfirman :



Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" QS. Al-An’aam : 59



Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). QS. An-Naml : 65



(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. QS. Al-Jin : 26-27

                 Ibnul Jauziy berkata : “ Yang mengetahui perkara ghaib hanya Allah swt saja, tiada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya. Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu dan tidak mengajarkannya kepada seorang manusia pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki-Nya. Sebab tanda kebenaran seorang Rasul adalah pemberitahuan tentang hal-hal ghaib. Artinya Allah memperlihatkan hal-hal yang di kehendaki-Nya kepada orang-orang yang diridhai-Nya untuk mengemban risalah-Nya. Ayat ini juga menunjukan bahwa orang yang menyangka bintang gemilang itu menunjukan hal-hal yang ghaib maka telah kafirlah ia. Wallahu a’lam “. Lihat zaadul maser 8/385

6.      Meminta Pertolongan Kepada Selain Allah swt.
           Istighatsah berarti meminta dihilangkannya kesulitan, sedangkan isti’anah artinya meminta pertolongan dan dukungan dalam suatu urusan. Istighatsah dan isti’anah ada dua macam:

           Pertama, istighatsah dan isti’anah kepada manusia dengan sesuatu yang tidak akan mampu dilakukannya, mislanya menjaganya dari penganiayaan si zhalim, menyelamatkan dari binatang buas, menolong dalam menghadapi musih dan lain sebagainya. Semua bentuk istighatsah dan isti’anah seperti itu hukumnya boleh.



Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah , maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan  sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). QS. Al-Qashash : 15
             Maksudnya: tengah hari, di waktu penduduk sedang istirahat  dan Musa menyesal atas kematian orang itu disebabkan pukulannya, karena dia bukanlah bermaksud untuk membunuhnya, hanya semata-mata membela kaumnya.

              Kedua, istighatsah dan isti’anah kepada selain Allah dalam perkara yang tidak ada yang mampu kecuali Allah. Misalnya seorang meminta pertolongan kepada orang lain dalam menurunkan rezeki, menyembuhkan orang sakit atau yang sejenisnya yang tidak ada yamg mampu kecuali Allah swt semata. Atau seseorang meminta pertolongan kepada orang yang sudah mati, kepada makhluk ghaib, batu, pohon besar, kuburan untuk menangkal mara bahaya ataupun mendatangkan keuntungan. Ini hukumnya syirik. Istighatsah dan isti’anah dalam perkara semacam ini hanya boleh di tujukan kepada Allah swt semata.
              Pada zaman nabi saw pernah ada seorang munafik yang menyakiti orang mu’minin.  Maka sebagian sahabat mengatakan “ Bangkitlah bersama kami untuk beristighatsah kepada Rasulullah dari orang-orang munafik ini ! “ Maka Rasulullah saw bersabda : “  Sesungguhnya istighatsah itu tidak boleh dimintakan kepada ku, tetapi kepada Allah “. HR. Thabrani.
             Jika dalam perkara yang bias dilakukan oleh Nabi saw dalam hidupnya dijawab demikian, maka bagaimana pun dengan istighatsah kepada beliau setelah beliau wafat, serta dimintai perkara-perkara yang beliau tidak mampu kecuali Allah swt ?. Dan jika hal tersebut tidak boleh dilakukan terhadap Nabi saw, tentu orang lain lebih tidak pantas lagi.

7.      Meminta Hujan Kepada Bintang.

         Rasulullah saw bersabda :

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaini radhiallahu anhu dia berkata:

صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin kami shalat subuh di Hudaibiah di atas bekas-bekas hujan yang turun pada malam harinya. Setelah selesai shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada orang banyak lalu bersabda, “Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian?” mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “(Allah berfirman), “Subuh hari ini ada hamba-hambaKu yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Siapa yang berkata, “Hujan turun kepada kita karena karunia Allah dan rahmat-Nya,” maka dia adalah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun yang berkata, “(Hujan turun disebabkan) bintang ini atau itu,” maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.” HR. Al-Bukhari no. 1038.

Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat hujan, maka beliau berdoa, “ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI’AN (Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang deras lagi bermanfaat).” HR. Al-Bukhari no. 1032

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا اللَّهُ لَا يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِي غَدٍ وَلَا يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِي الْأَرْحَامِ وَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ وَمَا يَدْرِي أَحَدٌ مَتَى يَجِيءُ الْمَطَرُ

Ada lima kunci ghaib yang tidak diketahui seorangpun kecuali Allah: Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang terdapat dalam rahim, tidak ada satu jiwapun yang tahu apa yang akan diperbuatnya esok, tidak ada satu jiwapun yang tahu di bumi mana dia akan mati, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan turunnya hujan.” HR. Al-Bukhari no. 1039
               Para ulama berkata “ Apabila seorang muslim berkata : “ Hujan turun karena bintang ini dan itu, dengan maksud bahwa bintang-bintang itulah yang mengadakan dan pelaku timbulnya hujan, maka ia menjadi kafir dan  murtad, tanpa diragukan lagi. Namun apabila ia mengatakan itu dengan maksud itu hanya sebagai tanda-tandanya dan hujan akan turun dengan adanya tanda-tanda itu, sedangkan turunnya hujan tersebut adalah oleh Allah. Dia menciptakannya, maka ia tidak menjadi kafir. Para ulama berselisih pendapat dalam hal makhruhnya, sebab itu merupakan perkatan orang-orang kafir. Itu merupakan zhahir makna tekstual hadits tersebut. Ini pula yang sebelumnya telah ditulis oleh imam syafi’I dalam kitab Al-Umm “

8.      Menghalalkan Kemungkaran Dan Ridha Akan Merajalelanya Kemungkaran Itu.

            Orang-orang yang ridha baik secara lahir atupun batin akan merajalelanya dan tersebarnya kemungkaran serta menganggap halal, mereka itu kafir dan hilang imannya meskipun mereka menganggap dirinya termasuk orang muslim.
             Kehancuran masyarakat terjadi karena pelaku kemungkaran di biarkan merajalela berbuat kerusakan di bumi dan kebinasaan ummat disebabkan banyaknya perbuatan maksiat yang merajalela, meskipun dalam ummat tersebut terdapat banyak orang sholeh. Orang yang bertindak keterlaluan, dengan mengabaikan amar-ma’ruf nahi mungkar, akan mendapat balasan dari Allah berupa tidak dikabulkan do’anya.
Rasulullah saw bersabda :
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ , لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنْكَرِ , أَوْ لَيُوْشِكُنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَاباً مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ “
” Demi Yang jiwaku ada di tangan – Nya, hendaklah engkau sungguh-sungguh menyerukan kema’rufan dan mencegah kemunkaran, atau niscaya Allah akan benar-benar mengirim atasmu sekalian siksa dari-Nya. Kemudian engkau berdoa kepada-Nya dan Ia tidak mengabulkannya ”.
Hadits serupa diriwayatkan pula oleh Al-Imâm Ahmad rhm dan Al-Imâm Al-Bazzâr rhm.
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ ! إنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُوْلُ : ” مُرُوْا بِالمَعْرُوْفِ وَانْهَوْا عَنِ المُنْكَرِ, مِنْ قَبْلِ أَنْ تَدْعُوْنِيْ فَلاَ أُجِيْبُكُمْ , وَتَسْأَلُوْنِيْ فَلاََََ أُعْطِيْكُمْ , وَتَسْتَنْصِرُوْنِيْ فَلاَ أَنْصُرُكُمْ “.
 ” Wahai manusia, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ” Serukanlah kema’rufan dan cegahlah kemunkaran, sebelum engkau semua berdo’a kepada-Ku namun Aku tidak mengabulkannya, sebelum engkau semua meminta kepada-Ku namun Aku tidak memberikannya, dan sebelum engkau semua mohon pertolongan-Ku namun Aku tidak menolong engkau sekalian
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ لاَيُعَذَّبُ العَآ مَّةَ بِعَمَلِ الخَآصَّةِ حَتَّى يَرَوْا المُنْكَرَ بَيْنَ ظَهرَانِيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُوْنَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوْهُ فَلاَ يُنْكِرُوْا , فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهُ العَآمَّةَ وَالخَآصَّةَ

” Sesungguhnya Allah SWT tidak mengadzab umumnya manusia hanya karena perbuatan khusus sebagian mereka, sehingga mereka melihat kemunkaran di tengah mereka dan mereka mampu untuk menentangnya namun mereka tidak menentangnya. Jika sudah demikian yang mereka perbuat maka Allah mengadzab yang umum dan khusus dari mereka ” .
أَوْحَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : ” أَنِ اقْلِبْ مَدِيْنَةَ كَذَا وَكَذَا بِأَهْلِهَا ! ” قَالَ : ” يَا رَبّ ! إِنَّ فِيْهِمْ عَبْدَكَ فُلاَناً لمََ ْيَعْصِكَ طَرْفَةَ عَيْنٍ ” قَالَ تَعَالىَ : ” اِقْلِبْهَا عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ , فَإِنَّ وَجْهَهُ لَمْ يَتَمَعَّرْ فيَِّ سَاعَةً قَطٌّ “

 ” Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Jibril as : ” Goncangkan kota ini dan itu bersama penghuninya ! ” Jibrîl pun berkata :”Wahai Tuhanku, sesungguhnya di tengah-tengah mereka ada hamba-Mu si Fulan yang tidak pernah ma’siat kepada-Mu sesaat pun juga”. Rasulullah SAW melanjutkan : ” Allah berfirman : ”Sesungguhnya wajahnya ( si hamba yang sholeh itu ) tidak pernah berubah terhadap-Ku ( tidak marah melihat kema’siatan ) sesaat pun juga ”.

      Kalu kita membiarkan suatu kemungkaran berlangsung di sebuah negeri. Kita melihat atupun mengetahui suatu bentuk kemungkaran, tetapi kita tidak mau mencegahnya maka kita sudah siap dan ridha menerima adzab dari Allah swt.
          Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits an-Nu’mân bin Basyîr radhiallahu'anhu  bahwa Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam berkata: “Perumpamaan orang yang menjaga larangan-larangan Allah dan orang yang terjatuh di dalamnya adalah seperti suatu kaum yang sedang mengundi untuk mendapatkan tempat mereka masing-masing di dalam kapal. Sebagian mendapat tempat di bagian atas kapal dan sebagian lainnya mendapat di bagian bawah. Orang-orang yang berada di bawah jika ingin mendapatkan air minum mereka melewati orang-orang yang ada di atas. Mereka (yang ada di bawah) berkata: “Andaikata kita melubangi perahu ini untuk mendapatkan air minum, maka kita tidak akan mengganggu mereka yang ada di atas”. Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan perbuatan dan keinginan orang-orang yang ada di bawah (yaitu melubangi kapal), maka mereka semua akan tenggelam. HR. Al-Bukhâri dan at-Tirmidzi
        Dalam mengomentari hadits di atas, Syaikh Muhammad bin `Abdurrahmân al-Mubârakfûri rahimahullah berkata: “Dan memang seperti itu maknanya, jika manusia melarang orang yang berbuat maksiat, maka mereka semua akan selamat dari adzab Allah Ta’ala, dan sebaliknya, jika mereka membiarkan kemaksiatan, maka mereka semua akan ditimpa adzab dan akan binasa, dan ini adalah makna ayat (di atas).
      Imam al-Qurtubi rahimahullah juga berkata: “Dalam hadits ini terdapat pelajaran yang bisa dipetik, (di antaranya), datangnya adzab tersebut dikarenakan dosa yang dilakukan oleh kebanyakan orang, dan juga disebabkan oleh tidak adanya amar ma’ruf nahi mungkar (di tengah mereka). Seperti itu pula yang telah disebutkan dalam hadits Abu Bakr radhiallahu'anhu. Beliau berkata: “Sungguh, kami pernah mendengar Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua. HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni.
             Ayat dan beberapa hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya peran amar ma’ruf nahi mungkar dalam kehidupan manusia di alam semesta ini, karena dengan ditegakkannya hal itu, kesyirikan, kezhaliman dan kemaksiatan akan berkurang, kebaikan akan menyebar serta dengan izin Allah Ta’ala akan terhindar dari adzab Allah Ta’ala di dunia ini.

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.“ HR. Muslim
Dalam sabda lainnya beliau menyebutkan,
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُوا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُنْكِرُوْهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ
Sesungguhnya manusia itu bila melihat kemungkaran tapi tidak mengingkarinya, maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan siksa-Nya yang juga menimpa mereka.’ HR.Abu Dawud
Hadits-Hadits tentang amar ma’ruf nahi mungkar.
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. HR. Muslim.


1.  Hendaklah kamu beramar ma'ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo'a dan tidak dikabulkan (do'a mereka). HR. Abu Zar

2.  Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar ma'ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para robi Yahudi dan rahib Nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, dilaknat oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan malapetaka. HR. Ath-Thabrani.

3.  Masih tetap ada dari segolongan umatku yang menegakkan perintah Allah. Tidak menghambat dan tidak mengecewakan mereka orang-orang yang menentangnya sampai tiba keputusan Allah. Mereka masih tetap konsisten (mantap / teguh) baik dalam sikap maupun pendiriannya. HR. Bukhari dan Muslim.

4.  Jihad paling afdhol ialah menyampaikan perkataan yang adil di hadapan penguasa yang zalim dan kejam. HR. Aththusi dan Ashhabussunan

5.  Barangsiapa melihat suatu kemungkaran hendalah ia merobah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya (ucapan), dan apabila tidak mampu juga hendaklah dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah. HR. Muslim.

6.  Apabila Allah memberi hidayah kepada seseorang melalui upayamu, itu lebih baik bagimu daripada apa yang dijangkau matahari sejak terbit sampai terbenam. HR. Bukhari dan Muslim

7.  Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma'ruf dan nahi mungkar. HR. Tirmidzi

8. Permudahlah (segala urusan), jangan dipersulit dan ajaklah dengan baik, jangan menyebabkan orang menjauh. HR. Bukhari.

9.  Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang, maka dirinya sendirilah yang dijadikannya untuk mengingatkannya, menyuruhnya dan melarangnya. HR. dan Ad-Dailami

10.  Pada hari kiamat seorang dihadapkan dan dilempar ke neraka. Orang-orang bertanya, "Hai Fulan, mengapa kamu masuk neraka sedang kamu dahulu adalah orang yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah perbuatan mungkar?" Orang tersebut menjawab, "Ya benar, dahulu aku menyuruh berbuat ma'ruf, sedang aku sendiri tidak melakukannya. Aku mencegah orang lain berbuat mungkar sedang aku sendiri melakukannya." HR. Muslim.

11.  Nabi meniadakan pemberian pelajaran untuk beberapa hari karena khawatir kejenuhan kami. HR. Ahmad.

12.  Sesungguhnya Allah 'Azza wajalla tidak menyiksa (orang) awam karena perbuatan (dosa) orang-orang yang khusus sehingga mereka melihat mungkar di hadapan mereka dan mereka mampu mencegahnya, tetapi mereka tidak mencegahnya (menentangnya). Kalau mereka berbuat demikian maka Allah menyiksa yang khusus dan yang awam (seluruhnya). HR. Ahmad dan Ath-Thabrani

13.  Tidaklah seharusnya orang menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar kecuali memiliki tiga sifat, yakni lemah-lembut dalam menyuruh dan dalam melarang (mencegah), mengerti apa yang harus dilarang dan adil terhadap apa yang harus dilarang. HR. Ad-Dailami.

14.  Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan bernasihat kepada manusia (makhluk Allah). HR. Ath-Thahawi

15.  Pada suatu hari Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya: "Kamu kini jelas atas petunjuk dari Robbmu, menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad di jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, yaitu kemewahan hidup (lupa diri) dan kebodohan. Kamu beralih kesitu dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia. Kalau terjadi yang demikian kamu tidak akan lagi beramar ma'ruf, nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah. Di kala itu yang menegakkan Al Qur'an dan sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam. HR. Al Hakim dan Tirmidzi.
         Kalau sudah demikian keadaannya apakah kita akan menunggu adzab yang lebih dahsyat lagi atau apa kita akan menunggu negeri ini di hancurkan sehancur-hancurnya.


Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta'ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. QS. Al-Israa’ : 16

Tidak ada komentar: