Rabu, 26 Juni 2013

BENTUK-BENTUK KEMUSYRIKAN DALAM PERIBADATAN.




1.      Mempersembahkan sebagian rezki untuk selain Allah swt.

            Orang yang mempersembahkan padi, biji-bijian, madu, buah-buahan untuk batu-batu, pohon-pohon, perempatan, pertigaan, kuburan-kuburan tentu yang dipersembahkan untuk jin atau yang menjaga suatu desa ( makhluk ghaib ). Maka barangsiapa yang melakukan itu semua berariti dia terjerumus kedalam kemusyrikan.
Allah swt berfirman :


 Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu. QS. Al-An’aam : 136

Menurut yang diriwayatkan bahwa hasil tanaman dan binatang ternak yang mereka peruntukkan bagi Allah, mereka pergunakan untuk memberi makanan orang-orang fakir, orang-orang miskin, dan berbagai amal sosial, dan yang diperuntukkan bagi berhala-berhala diberikan kepada penjaga berhala itu. Apa yang disediakan untuk berhala-berhala tidak dapat diberikan kepada fakir miskin, dan amal sosial sedang sebahagian yang disediakan untuk Allah (fakir miskin dan amal sosial) dapat diberikan kepada berhala-berhala itu. Kebiasaan yang seperti ini amat dikutuk Allah






 .


  

Dan apa saja ni'mat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Dan apa saja ni'mat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Biarlah mereka mengingkari ni'mat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya).
Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada mereka. Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan. QS. Al-An’aam : 53-56



2.      Menyembelih Untuk selain Allah swt.


         Barangsiapa yang menyembelih untuk tempat tertentu adalah penyembelihan secara jahiliyah. Dan barangsiapa yang bertaqarub dengan menyembelih untuk selain Allah, maka dia telah terjerumus kedalam kemusyrikan. Karena menyembelih itu termasuk ibadah.

Allah swt berfirman :



Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. QS. Al-An’aam : 162

Rasulullah saw bersabda :

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ ابْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ ابْنِ حَيَّانَ يَعْنِي مَنْصُورًا عَنْ عَامِرِ بْنِ وَاثِلَةَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ عَلِيًّا هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسِرُّ إِلَيْكَ بِشَيْءٍ دُونَ النَّاسِ فَغَضِبَ عَلِيٌّ حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ وَقَالَ مَا كَانَ يُسِرُّ إِلَيَّ شَيْئًا دُونَ النَّاسِ غَيْرَ أَنَّهُ حَدَّثَنِي بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ وَأَنَا وَهُوَ فِي الْبَيْتِ فَقَالَ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الْأَرْضِ
Allah melaknat orang yg melaknat orang tuanya, Allah melaknat orang yg menyembelih untuk selain Allah & Allah melaknat orang yg melindungi orang yg berbuat jahat, serta Allah melaknat orang yg mengubah patok tanah. HR. Nasaai
         Contah lain menyembelih untuk selain Allah, diantaranya menyembelih untuk peringatan-peringatan hari kematian, menyembelih untuk bedah bumi, sedekah bumi dan sedekah laut. Dan daging sembelihannya itu haram untuk di makan.
Allah swt berfirman :


 Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". QS. Al-An’aam : 145


Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. QS.Al-An’aam : 121


        Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan melalui Ibnu Abbas yang telah mengatakan, "Ada segolongan orang-orang datang kepada Nabi saw., lalu mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah! Apakah kami hanya diperbolehkan memakan hewan yang kami bunuh, sedangkan kami tidak diperbolehkan memakan hewan yang dibunuh oleh Allah (mati sendiri)?' Lalu Allah menurunkan firman-Nya, 'Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya...' sampai dengan firman-Nya, '...dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang musyrik.'" (Q.S. Al-An'am 118-121). Thabrani dan lain-lainnya mengetengahkan melalui Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa tatkala turun firman Allah, "Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya." (Q.S. Al-An'am 121) orang-orang Persia mengirim surat kepada orang-orang Quraisy, agar mereka membantah Muhammad dan mengatakan kepadanya, "Hewan yang engkau sembelih sendiri dengan pisaumu adalah halal, sedangkan hewan yang disembelih oleh Allah dengan pisau emas, yakni mati sendiri, hewan itu haram." Kemudian turunlah firman Allah swt., "Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan- kawannya agar mereka membantah kamu." (Q.S. Al-An'am 121). Ibnu Abbas memberikan penafsiran bahwa yang dimaksud dengan setan ialah orang-orang Persia dan yang dimaksud dengan kawan-kawannya adalah orang-orang Quraisy.




Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Al-Baqarah : 173


3.      Berhukum Dengan Selain Hukum Allah swt.
  
              Barangsiapa yang membuang hukum Allah lalu mengganti nya dengan hukum manusia, adat, tradisi yang menyelisihi syari’at bererti dia telah menyembah selain Allah. Akibatnya dari berhukum kepada selain aturan Allah swt di Negara kaum muslimin adalah timbulnya berbagai keruskan, kezhaliman, kehinaan dan kebodohan.

             Allah swt mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya agar berhukum kepada aturan-Nya dan menjadikannya sebagai tujian pokok diturunkannya Al-Qur’an.

Allah swt berfirman :



Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.QS. An-Nisaa’ : 58

           Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari jalur Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas, katanya, "Tatkala Rasulullah saw. membebaskan kota Mekah, dipanggilnya Usman bin Thalhah lalu setelah datang, maka sabdanya, 'Coba lihat kunci Kakbah,' lalu diambilkannya. Tatkala Usman mengulurkan tangannya untuk menyerahkan kunci itu, tiba-tiba Abbas bangkit seraya berkata, 'Wahai Rasulullah! Demi ibu bapakku yang menjadi tebusanmu, gabungkanlah tugas ini dengan pelayanan minuman jemaah.' Mendengar itu Usman pun menahan tangannya, maka sabda Rasulullah saw., 'Berikanlah kunci itu, hai Utsman.' Maka jawabnya, 'Inilah amanat dari Allah.' Maka Rasulullah pun bangkit, lalu dibukanya Kakbah dan kemudian keluar, lalu bertawaf sekeliling Baitullah. Kemudian Jibril pun menurunkan wahyu agar mengembalikan kunci, maka dipanggilnya Usman bin Thalhah lalu diserahkannya kunci itu kepadanya, kemudian dibacakannya ayat, 'Sesungguhnya Allah menyuruhmu supaya kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak...' hingga ayat itu selesai." (Q.S. An-Nisa 58) Syu'bah mengetengahkan dalam tafsirnya dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, katanya, "Ayat ini diturunkan mengenai Usman bin Thalhah yang Rasulullah menerima kunci Kakbah daripadanya. Dengan kunci itu beliau memasuki Baitullah pada hari pembebasan, kemudian keluar seraya membaca ayat ini. Dipanggilnya Usman lalu diserahkannya kunci itu kepadanya." Katanya pula, "Kata Umar bin Khaththab, 'Tatkala Rasulullah keluar dari Kakbah sambil membaca ayat ini, dan demi ibu bapak yang menjadi tebusannya, tidak pernah saya dengar ia membacanya sebelum itu.' Kata saya, 'Jika dilihat dari sini, ternyata surah tersebut turun dalam ruangan Kakbah.'"



Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.QS. An-Nisaa’ : 59

          Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Diturunkan ayat ini pada Abdullah bin Hudzafah bin Qais, yakni ketika ia dikirim oleh Nabi saw. dalam suatu ekspedisi. Berita itu diceritakannya secara ringkas. Dan kata Daud, ini berarti mengada-ada terhadap Ibnu Abbas, karena disebutkan bahwa Abdullah bin Huzafah tampil di hadapan tentaranya dalam keadaan marah, maka dinyalakannya api lalu disuruhnya mereka menceburkan diri ke dalam api itu. Sebagian mereka menolak, sedangkan sebagian lagi bermaksud hendak menceburkan dirinya." Katanya, "Sekiranya ayat itu turun sebelum peristiwa, maka kenapa kepatuhan itu hanya khusus terhadap Abdullah bin Hudzafah dan tidak kepada yang lain-lainnya? Dan jika itu turun sesudahnya, maka yang dapat diucapkan pada mereka ialah, 'Taat itu hanyalah pada barang yang makruf,' jadi tidak pantas dikatakan, 'Kenapa kalian tidak mau mematuhinya?'" Dalam pada itu Hafizh Ibnu Hajar menjawab bahwa yang dimaksud di dalam kisahnya dengan, "Jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu hal," bahwa mereka memang berselisih dalam menghadapi perintah itu dengan kepatuhan, atau menolaknya karena takut pada api. Maka wajarlah bila waktu itu diturunkan pedoman yang dapat memberi petunjuk bagi mereka apa yang harus diperbuat ketika berselisih pendapat itu yaitu mengembalikannya kepada Allah dan Rasul. Dan Ibnu Jarir mengetengahkan bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai kisah yang terjadi di antara Ammar bin Yasir dengan Khalid bin Walid yang ketika itu menjadi amir atau panglima tentara. Tanpa setahu Khalid, Ammar melindungi seorang laki-laki hingga kedua mereka pun bertengkar.


          Lalu Allah swt menjelaskan lagi bahwa iman itu tidak dapat bertemu dengan tindakan meminta hukum kepada selain apa yan diturunkan Allah swt.

           Syehk Muhammad bin Ibrahim RH, berkata : “  Tidak boleh mengganti syari’at yang berasal dari Allah dengan hukum positif yang bukan berasal dari Allah. Menyerahkan masalah ini kepada ahli hukum buatan manusia tersebut sama saja dengan menyerahkan suatu urusan bukan kepada ahlinya, sebab yang demikian merupakan tindakan  berhukum kepada thaghut “.

Allah swt berfirman :



Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut , padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. QS. An-Nisaa’ : 60

             Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari jalur Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas, katanya, "Jallas bin Shamit, Ma'tab bin Qusyair, Rafi bin Zaid dan Bisyr mengaku beragama Islam. Maka beberapa warga mereka yang beragama Islam mengajak mereka untuk menemui Rasulullah saw. buat menyelesaikan sengketa yang terdapat di antara mereka. Tetapi mereka tidak bersedia, sebaliknya membawa pihak lawan kepada tukang-tukang tenung yang biasa menjadi hakim di masa jahiliah. Maka Allah pun menurunkan mengenai mereka, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 60) Ibnu Jarir mengetengahkan dari Sya'bi, katanya, "Terjadi suatu pertengkaran di antara seorang laki-laki Yahudi dengan seorang laki-laki munafik. Kata si Yahudi, 'Ayolah kita bertahkim kepada ahli agamamu,' atau katanya, 'kepada Nabimu,' karena ia yakin bahwa Nabi tidak akan mau menerima suap dalam memutuskan sesuatu. Tetapi persetujuan tidak tercapai dan akhirnya mereka setuju untuk mendatangi seorang tukang tenung di Juhainah, maka turunlah ayat tersebut di atas." Ibnu Abu Hatim dan Thabrani mengetengahkan dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, katanya, "Abu Barzah Al-Aslami adalah seorang tukang tenung yang biasa mengadili perkara-perkara yang menjadi persengketaan di antara orang-orang Yahudi. Kebetulan ada pula beberapa orang kaum muslimin yang minta agar
persengketaan di antara mereka diadili pula olehnya. Maka Allah pun menurunkan, 'Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman...' sampai dengan, '...penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'". Q.S. An-Nisa : 60-62


             Allah swt telah bersumpah dengan menyebut diri-Nya sendiri, bahwa mereka tidak beriman sampai meraka berhukum kepada Nabi yang Ummi, di dalam seluruh persoalan.

Allah swt berfirman :



Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. QS. An-Nisaa’ : 65

                Imam yang enam mengetengahkan dari Abdullah bin Zubair, katanya, "Zubair berselisih dengan seorang laki-laki Ansar mengenai aliran air di sebidang tanah, maka sabda Nabi saw., 'Alirilah tanahmu hai Zubair, kemudian teruskanlah aliran itu ke tanah tetanggamu!' Kata orang Ansar, 'Wahai Rasulullah! Mentang-mentang ia saudara sepupumu.' Wajah Rasulullah pun berubah merah, lalu sabdanya, 'Alirilah tanahmu, hai Zubair! Kemudian tahanlah air sampai kembali ke dinding, setelah itu barulah kamu kirimkan pada tetanggamu.'" Demikian Zubair mendapatkan haknya secara penuh, padahal pada mulanya Nabi telah mengusulkan pada mereka berdua cara yang lebih mudah. Kata Zubair, "Saya kira ayat-ayat ini, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim mengenai perkara yang mereka perselisihkan,' hanya diturunkan berkenaan dengan peristiwa itu!" Thabrani mengetengahkan dalam Al-Kabir dan oleh Humaidi dalam Musnadnya dari Umu Salamah, katanya, "Zubair mengadukan seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. maka beliau menetapkan keputusan buat kemenangan Zubair. Maka kata laki-laki itu, 'Ia dimenangkannya tidak lain hanyalah karena ia saudara sepupunya.' Maka turunlah ayat, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 65) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Musayab mengenai firman-Nya, "Maka demi Tuhanmu...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 65) diturunkan mengenai Zubair bin Awwam dan Hathib bin Abu Balta'ah yang bersengketa tentang air. Nabi saw. memutuskan agar yang ketinggian dialiri lebih dulu, kemudian baru yang kerendahan. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan dari Abul Aswad, katanya, "Dua orang laki-laki yang bersengketa mengadu kepada Rasulullah saw. lalu diadili oleh Rasulullah. Maka orang yang merasa dirinya dikalahkan, berkata, 'Kembalikan kami kepada Umar bin Khattab.' Lalu mereka datang kepadanya, dan kata laki-laki yang seorang lagi, 'Tadi Rasulullah saw. telah memberikan putusan terhadap perkara ini, tetapi kawan ini meminta agar kami dikirim kepada Anda?' 'Begitukah?' tanya Umar. 'Benar,' ujar orang itu. Maka kata Umar, 'Tinggallah kalian di sini, menunggu saya kembali dan memberikan keputusan saya!' Tidak lama antaranya Umar kembali dengan membawa pedangnya, lalu ditebasnya orang yang meminta kembali kepadanya itu. Maka Allah pun menurunkan, 'Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman...sampai akhir ayat.' (Q.S. An-Nisa 65) Tetapi hadis ini garib karena dalam isnadnya ada Ibnu Luhaiah. Tetapi ada pula saksi yang memperkuatnya yang dikeluarkan oleh Rahim dalam tafsirnya dari jalur Atabah bin Dhamrah dari bapaknya”.


           Allah swt belum pernah memerintahkan seorang pun diantara manusia untuk taat kepada seseorang dengan sepenuhnya selain kepada Rasulullah saw.

Allah swt berfirman :



Dan ta'atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. QS. Ali-Imraan : 132


           Didalam ayat diatas Allah swt memerintahkan hamba-Nya untuk taat kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Dan diwajiban untuk tunduk patuh terhadap hukum Allah swt dan hukum Rasulullah saw. Barangsiapa yang mencari hukum selain dari ketetapan-Nya.Maka Allah menghukumi kafir, zalim, dan fasik.

Allah swt berfirman :



Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. QS. Al-Maaidah : 44

             Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis demikian pula Imam Muslim dan selain mereka berdua ada juga dari jalur Barra bin Azib. Ia berkata, "Pada suatu hari lewat di hadapan Nabi saw. seorang Yahudi yang dalam keadaan dicorengi dengan arang dan didera. Kemudian Nabi saw. memanggil mereka, dan bersabda kepada mereka, 'Apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman pelaku zina?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lalu beliau memanggil orang yang paling alim (ulama) di antara mereka dan bersabda kepadanya, 'Aku mohon atas nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa a.s. apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman bagi pelaku zina?' Orang alim itu menjawab, 'Demi Allah! Sebenarnya tidak demikian, seandainya engkau tidak menganjurkan kepada diriku supaya mengemukakan yang sebenarnya niscaya aku tidak akan menceritakannya kepadamu. Sebenarnya engkau dapat menemukan hukuman rajam bagi pelaku zina di dalam kitab kami. Akan tetapi setelah banyak para pelaku zina dari kalangan orang-orang kami yang terhormat, hukuman itu kami batalkan, apabila ada seseorang yang lemah dari kalangan kami melakukannya, maka kami tegakkan hukuman had itu atasnya. Setelah itu kami sepakat untuk membuat suatu hukum yang dapat ditegakkan terhadap orang yang mulia dan hina. Akhirnya kami sepakat untuk menetapkan hukuman pencorengan dengan arang dan dera bagi pelaku zina.' Setelah itu Nabi saw. bersabda, 'Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah orang pertama yang kembali menghidupkan perintah-Mu setelah mereka (kaum Ahli Kitab) matikan.' Kemudian beliau memerintahkannya agar dihukum rajam. Setelah itu lalu turunlah ayat, 'Hai Rasul! Janganlah engkau dibuat sedih oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya...' (Q.S. Al-Maidah 41) sampai dengan firman-Nya, 'Jika kamu diberi ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka), maka terimalah...' (Q.S. Al-Maidah 41). Mereka mengatakan, 'Datanglah kamu sekalian kepada Muhammad, jika ia memberi fatwa kepadamu dengan hukuman pencorengan dengan arang dan hukuman dera (bagi pelaku zina), maka turutilah kehendaknya olehmu. Dan jika memberi fatwa kepadamu agar kamu menegakkan hukuman rajam, maka hati-hatilah kamu.' Ayat di atas berkaitan dengan ayat-ayat sesudahnya sampai dengan firman-Nya, 'Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.'" (Q.S. Al-Maidah 45).




Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. QS. Al-Maaidah : 45

          Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis demikian pula Imam Muslim dan selain mereka berdua ada juga dari jalur Barra bin Azib. Ia berkata, "Pada suatu hari lewat di hadapan Nabi saw. seorang Yahudi yang dalam keadaan dicorengi dengan arang dan didera. Kemudian Nabi saw. memanggil mereka, dan bersabda kepada mereka, 'Apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman pelaku zina?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lalu beliau memanggil orang yang paling alim (ulama) di antara mereka dan bersabda kepadanya, 'Aku mohon atas nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa a.s. apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman bagi pelaku zina?' Orang alim itu menjawab, 'Demi Allah! Sebenarnya tidak demikian, seandainya engkau tidak menganjurkan kepada diriku supaya mengemukakan yang sebenarnya niscaya aku tidak akan menceritakannya kepadamu. Sebenarnya engkau dapat menemukan hukuman rajam bagi pelaku zina di dalam kitab kami. Akan tetapi setelah banyak para pelaku zina dari kalangan orang-orang kami yang terhormat, hukuman itu kami batalkan, apabila ada seseorang yang lemah dari kalangan kami melakukannya, maka kami tegakkan hukuman had itu atasnya. Setelah itu kami sepakat untuk membuat suatu hukum yang dapat ditegakkan terhadap orang yang mulia dan hina. Akhirnya kami sepakat untuk menetapkan hukuman pencorengan dengan arang dan dera bagi pelaku zina.' Setelah itu Nabi saw. bersabda, 'Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah orang pertama yang kembali menghidupkan perintah-Mu setelah mereka (kaum Ahli Kitab) matikan.' Kemudian beliau memerintahkannya agar dihukum rajam. Setelah itu lalu turunlah ayat, 'Hai Rasul! Janganlah engkau dibuat sedih oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya...' (Q.S. Al-Maidah 41) sampai dengan firman-Nya, 'Jika kamu diberi ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka), maka terimalah...' (Q.S. Al-Maidah 41). Mereka mengatakan, 'Datanglah kamu sekalian kepada Muhammad, jika ia memberi fatwa kepadamu dengan hukuman pencorengan dengan arang dan hukuman dera (bagi pelaku zina), maka turutilah kehendaknya olehmu. Dan jika memberi fatwa kepadamu agar kamu menegakkan hukuman rajam, maka hati-hatilah kamu.' Ayat di atas berkaitan dengan ayat-ayat sesudahnya sampai dengan firman-Nya, 'Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.'" QS. Al-Maidah :  45.



Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik . QS. Al-Maaidah : 47


                Kita wajib memutuskan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah swt dan berhukum kepada-Nya dalam segala perselisihan pendapat. Dan barangsiapa yang menyelewengkan syari’at islam dan menjadikan undang-undang buatan manusia sebagai penggantinya, maka ia adalah pertanda dia beranggapan bahwa undang-undang tersebut lebih baik dan lebih maslahat daripada syari’at islam. Dan tidak diragukan lagi ini adalah kekufuran besar yang bias mengeluarkan pelakunya dari agama dan bias menggugurkan tauhid.

Tidak ada komentar: