عن رفاعة بن رافع رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل أي الكسب أطيب؟ قال: يا قال : عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور ،رواه البزار وصححه الحاكم
Dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
ditanya:”Apakah pekerjaan yang paling baik/afdhol?” Beliau
menjawab:”Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri (hasil
jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur. (Hadits riwayat al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim rahimahumallah)
Takhrij Hadits:
Hadits ini shahih dengan banyaknya jalur periwayatannya. Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah
berkata:”Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim”,
beliau berkata di dalam kitab beliau at-Talkhish:”Diriwayatkan oleh
al-Hakim dan ath-Thabrani, dan di dalam bab ini ada hadits juga dari Ali
bin Abi Thalib, Ibnu ‘Umar radhiyallahu'anhum. Hal itu disebutkan oleh Abi Hatim rahimahullah. Ath-Thabrani mengeluarkan (meriwayatkan) di dalam kitab al-Ausath hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu'anhuma, dan para perawinya La Ba’sa (tidak ada masalah)
Disebutkan di dalam kitab Bulughul Amani:”Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah
dan dikeluarkan oleh as-Suyuthi di dalam Jami’us Shaghir, dan
diriwayatkan oleh al-Baihaqi secara Mursal, dan dia berkata:’Inilah yang
mahfuzh Wallahu A’lam”.
Al-Haitsami rahimahullah berkata di
dalam kitab Majmau’z Zawaid setelah beliau menyebutkan bahwa hadits itu
memiliki banyak jalur periwayatannya, maka neliau berkata tentang
riwayat Imam ath-Thabrani:”Perawi-perawinya tsiqah (kuat)”. Dan berkata
tentang jalurnya Imam Ahmad:”Perawi-perawinya tsiqah (kuat)”.
Kosakata dalam hadits:
الكسب:mencari rizki dan mendapatkannya dengan berusaha dan kerja keras.
Kosakata dalam hadits:
الكسب:mencari rizki dan mendapatkannya dengan berusaha dan kerja keras.
أطيب :amalan paling afdhol/utama, paling banyak barokahnya dan paling halal untuk dimakan.
بيع :jual beli, yaitu tukar menukar harta (barang) berdasarkan saling ridha (menerima) dengan tujuan kepemilikan.
مبرور :sesuatu yang tidak tercampuri dengan dosa, dusta, penipuan, sumpah palsu dan lain-lain, akan tetapi yang terkumpul di dalamnya (sesuatu yang mabrur) adalah kejujuran, ketulusan dan keadilan.
Ibnu Qoyyim rahimahullah:”Al-Birru (mabrur) adalah suatu kalimat yang mencakup seluruh macam-macam kebaikan, dan kesempurnaan yang diminta dari seorang hamba, dan lawannya adalah al-Itsmu (dosa) yaitu kalimat yang mencakup segala macam keburukan, kehinaan dan aib.
Pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas.
1.Hadits di atas menjelaskan salah satu
ajaran di dalam Islam yaitu motivasi dan anjuran untuk berusaha, bekerja
dan mencari rizki yang baik. Dan juga bahwasanya Islam itu adalah
aturan agama dan Negara, sebagaimana Islam memerintahkan ummatnya untuk
menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta'ala (ibadah), maka Islam juga memerintahkan untuk mencari rizki dan untuk berusaha memakmurkan dan mengembangkan bumi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ {15}
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari
rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk:15)
2.Dalil bahwasanya pekerjaan/mata pencaharian
terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri (usaha
sendiri). Di dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل ده
“Tidak ada satu makanpun yang lebih baik dari pada apa yang dimakan oleh seseorang dari hasil kerjanya sendiri”
3.Dalil bahwasanya perdagangan adalah salah
satu mata pencaharian yang paling baik, dengan catatan apabila selamat
(terbebas) dari akad-akad yang diharamkan seperti riba, ketidak jelasan,
penipuan, penyamaran (menutup-nutupi cacat pada barang dagangan) dan
lain-lain yang termasuk dalam kategori memakan/mendapatkan harta orang
lain dengan batil.
4.Dalil bahwasanya al-Birru (kebaikan)
sebagaimana terdapat dalam Ibadah maka dia juga terdapat dalam Muamalat
(interaksi sesama manusia).Maka apabila seorang muslim tulus dalam jual
belinya, produksinya, pekerjaannya dan profesinya, maka
perbuatan/pekerjaannya ini termasuk al-Birru dan al-Ihsan yang diberikan
pahala/balasan di dunia dan akherat.
5.Bahwasanya amalan apapun yang dilakukan
oleh setiap muslim yang diniatkan untuk menjaga kehormatan dirinya
(tidak meminta-minta), dan untuk mencukupkan dirinya dari (bergantung
kepada) apa-apa yang ada di tangan manusia, maka itu termasuk pekerjaan
yang baik. Dan setiap manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan apa yang menjadi pekerjaan dan profesinya.
6.Tidak adanya pengkhususan dari Syari’
(Allah) dan penentuan jenis pekerjaan tertentu, adalah dalil bahwa
maksud hal itu adalah terwujudnya Iradah Kauniyah/kehendak
kauniyah yaitu memakmurkan alam dunia ini, yaitu dengan bekerjanya
masing-masing orang atau kelompok dengan suatu pekerjaan yang tidak
dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala:
(أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى) (طـه:50)
”Yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS. Thaaha: 50)
8. Jual beli mabrur adalah jual beli yang
terjadi sesuai dengan konsekuensi syari’at yaitu terpenuhinya syarat,
rukun, penyempurna dan tidak adanya penghalang (yang menghalangi sahnya
transaksi) dan perusak transaksi. Maka harus terkumpul di dalamnya
persyaratan yang telah lalu dan tidak adanya penghalang berupa gharar (ketidak jelasan), unsur judi, riba, penipuan dan penyembunyian cacat barang.
Beda pendapat Ulama
Para ulama telah berbeda pendapat tentang penentuan pekerjaan (mata pencaharian) yang paling afdhol dan paling baik.
Al-Mawardi rahimahullah berkata:”Yang paling baik adalah bercocok tanam (bertani) karena hal itu lebih dekat dengan sikap tawakkal.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata:”Sebaik-baik
mata pencaharian adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri.
Seandainya bertani (bercocok tanam) adalah sebaik-baik pekerjaan maka
hal itu dikarenakan apa yang terkandung di dalamnya berupa statusnya
sebagai pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri, ada tawakkal, dan
di dalamnya ada manfaat yang luas bagi manusia lain, binatang melata dan
burung-burung.”
Adapun al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:”Sebaik-baik
penghasilan (mata pencaharian) adalah apa yang didapatkan dari harta
orang kafir, dengan jalan jihad, karena hal itu adalah pekerjaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan karena di dalamnya terdapat tujuan meninggikan (menegakkan) kalimat Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Dan Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:”Para
ulama berbeda pendapat tentang pekerjaan duniawi yang paling utama.
Sebagian mereka mengatakan yang utama adalah bercocok tanam (bertani),
sebagian yang lain mengatakan perdagangan, dan sebagian yang lain
mengatakan bahwa yang utama adalah pekerjaan seseorang dengan tangan
sendiri berupa produksi maupun keahlian yang lain.”
Dan yang paling baik untuk dikatakan dalam pembahasan ini:”Bahwa
sesunguhnya pekerjaan yang paling utama adalah sesuatu yang paling
cocok dengan kondisinya masing-masing. Dan wajib pada semua bidang
pekerjaan adanya ketulusan dan tidak adanya penipuan serta menunaikan
kewajiban dari segala segi.”
Ibnu al-Muflih rahimahullah berkata dalam kitabnya “Adabusy Syar’iah” yang ringkasannya:”Dianjurkan
(disunahkan) untuk bekerja walaupun telah berkecukupan, sebagaimana
dibolehkan mencari pekerjaan yang halal untuk menambah kekayaan,
kedudukan, kemewahan, kesenangan dan kelapangan terhadap anggota
keluarganya yang disertai dengan selamatnya agama, kehormatan, harga
diri dan lepasnya tanggung jawab.”
Dan hal itu (bekerja) adalah wajib bagi orang
yang tidak memiliki bahan makanan untuk dirinya dan untuk orang-orang
yang nafkahnya berada dalam tanggungannya. Dan didahulukan bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت. رواه مسلم
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa,
ketika menelantarkan siapa yang menjadi tanggungannya (tidak memberinya
nafkah).” (HR. Muslim)
Al-Qadhi rahimahullah:”Bekerja yang
tidak dimaksudkan untuk bermewah-mewahan, akan tetapi tujuannya hanya
sebagai sarana ketaatan (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
seperti menyambung kekerabatan (silaturahim), dan menjaga kehormatan
diri untuk tidak meminta-minta, maka yang seperti ini lebih utama. Hal
itu karena apa yang terkandung di dalamnya berupa manfaat untuk orang
lain dan dirinya sendiri. Dan ia juga lebih utama dari pada ibadah
nafilah (sunnah), karena di dalamnya ada manfaat untuk manusia yang lain
sedangkan ibadah nafilah manfaatnya hanya dirasakan oleh pelakunya
sendiri, dan sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi
manfaat bagi manusia lainnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar