Sabtu, 27 Desember 2014

Tahun (Baru) Masehi: Mitos Musyrik Romawi yang Diadopsi Gereja, Mengapa Umat Islam Merayakannya?



Tahun masehi mendasarkan perhitungannya pada peredaran matahari. Sementara Tahun Hijriyah mendasarkan perhitungannya pada peredaran bulan.
Jadi, sangat logis jika tahun hijriyah menyebut Muharram, Safar, Rabiul Awwal, dan seterusnya dengan nama BULAN.
Tetapi, adalah janggal, jika nama-nama Januari, Februari, Maret, dan seterusnya disebut sebagai nama-nama BULAN, sebab perhitungannya berdasarkan peredaran MATAHARI.
Jadi, yang logis, Januari, Februari, Maret, dan seterusnya disebut sebagai MATAHARI Januari, MATAHARI Februari, MATAHARI MARET, dan seterusnya. Mungkin terasa tidak enak ya menyebut Januari dan seterusnya sebagai MATAHARI, bukan BULAN?
Ketidaklogisan lainnya, misalnya, saat pergantian tahun, mengawali 1 Januari, tepat pada tengah malam jam 00.
Mestinya, perhitungan Masehi dimulai di siang hari saat sang mentari beredar, sebagaimana tahun hijriyah mengawali perhitungannya ketika bulan mulai mengorbit. Sebut misalnya, saat umat Islam menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan melihat bulan atau mendasarkan perhitungannya pada bulan.
Begitulah. Nanti kita akan temukan lagi ketidaklogisan nama-nama MATAHARI ini, semisal September yang berarti TUJUH, tetapi ditempatkan pada posisi ke-9.
JANUARI. Mengapa tahun Masehi diawali Januari? Semula Januari bukan yang pertama, melainkan Maret.
Tapi ketika gereja mengadopsi kalendernya Romawi Kuno, Maret berubah menjadi Januari. Alasannya, untuk yang pertama harus baik. Sementara Maret identik dengan peperangan.
Januari Dalam mitologi musyrik Romawi Kuno, dikenal sebagai dewa berwajah dua. Satu menghadap ke depan dan satunya ke belakang.
Untuk menentukan mana yang depan atau belakang, ditandai dengan wajah yang menghadap depan selalu tersenyum dan optimis, sedangkan yang menghadap ke belakang selalu terlihat muram dan sedih.
Dewa itu bernama Janus, yang bisa pula berarti pintu, gerbang, gapura atau lorong masuk.
Itulah mengapa untuk yang pertama setiap tahun dinamakan dengan JANUARI. Januarius Mensis (Latin, Januari) bisa dikatakan berwajah dua. Wajah yang satu menghadap ke tahun sebelumnya dan lainnya ke tahun berjalan.
Dewa Janus dikatakan bermuka dua, namun, menurut kepercayaan Romawi kuno, bermuka dua dalam konteks waktu.
FEBRUARI. Merupakan periode kedua dalam tahun Masehi. Berasal dari nama dewa Februus, Dewa Penyucian.
MARET. Merupakan periode ketiga dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa Mars, Dewa Perang.
Pada mulanya, Maret menempati posisi pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun 45 SM Julius Caesar menambahkan Januari dan Februari di depannya sehingga Maret “dikudeta” oleh gereja menjadi yang ketiga.
Alasannya untuk memulai yang pertama, harus penuh optimisme menatap ke depan. Sementara Maret identik dengan peperangan, sebab Maret yang dari kata Dewa Mars adalah Dewa Perang. Jadi, gereja juga meyakini akan keyakinan musyrik Romawi kuno itu.
APRIL. Merupakan “Matahari” keempat dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut juga Aperire yang berarti ”membuka”.
Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi Cinta orang Romawi.
MEI. Merupakan “Matahari” yang kelima dalam kalender Masehi. Berasal dari nama Dewi Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia.
JUNI. Merupakan “Matahari” yang keenam dari tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Juno.
JULI. Jadi urutan ketujuh dari tahun Masehi. Di periode “Matahari” ini Julius Caesar lahir, sebab itu dinamakan Juli.
Sebelumnya Juli disebut sebagai Quintilis, yang berarti kelima dalam bahasa Latin. Hal ini lantaran kalender Romawi pada awalnya menempatkan Maret pada urutan pertama.
Tahun masehi-caesar_augustus_bust-jpeg.image
Kaisar Agustus
Pergeseran dari Maret yang semula di urutan pertama menjadi ketiga, berdampak pada urutan berikutnya.
AGUSTUS. Merupakan urutan kedelapan dalam kalender Masehi. Seperti juga nama Juli yang berasal dari nama Julius Caesar, maka Agustus berasal dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus.
Pada awalnya, ketika Maret masih menjadi yang pertama, Agustus menjadi yang keenam dengan sebutan Sextilis.
SEPTEMBER. Merupakan “Matahari” kesembilan dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Septem, yang berarti tujuh. Tapi janggalnya, sampai sekarang September di urutan kesembilan, padahal artinya “tujuh”.
Sejarahnya, September bertahan di posisi ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
OKTOBER. Merupakan “Matahari” kesepuluh dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Octo, yang berarti delapan.
Lucu memang, meski artinya “delapan”, tetapi di kalender Masehi si Octo menempati urutan kesepuluh. Oktober bertahan di posisi kedelapan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
NOVEMBER. Merupakan “Matahari” kesebelas dari tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Novem, yang berarti sembilan.
Tapi, janggalnya lagi, meskipun artinya “Sembilan”, di kalender masehi si Novem digeser jadi yang kesebelas.
November bertahan di urutan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
DESEMBER. Merupakan “Matahari” keduabelas atau yang terakhir dari periode tahun Masehi. Nama ini berasal dari bahasa Latin Decem, yang berarti sepuluh.
Walaupun artinya “sepuluh”, di kalender masehi sang “Decem” digeser menjadi yang keduabelas atau terakhir.
Desember di urutan kesepuluh dalam kalender Romawi bertahan sampai dengan tahun 153 SM.
Pada Desember inilah diyakini lahirnya Dewa Matahari (25 Desember) yang kemudian diadopsi oleh Kristen menjadi perayaan gereja, yakni Natal Yesus Kristus.
Itulah keanehan dan kejanggalan nama-nama hitungan “Matahari” pada Tahun Masehi yang mengadopsi mitosnya bangsa Romawi Kuno. Dan, lebih aneh bin janggal lagi, umat Islam merayakannya, tanpa memahami akar dan historisnya.Tanpa pengetahuan tentangnya.
Sama halnya dengan natal 25 Desember yang mengadopsi kelahiran dewa matahari, berakar dari Romawi Kuno. Maka, sesungguhnya natal 25 Desember dengan 1 Januari, awal tahun baru masehi, itu adalah satu paket.
Akar, sumber dan historisnya sama. Kalangan gereja “memborong” dua “tema” sekaligus: tema ‘natal’ dan ‘tahun baru masehi 1 Januari’, sehingga jadi semarak.
Jadi, aneh dan janggal pula, jika ada sementara pihak yang mengatakan: mengucapkan selamat natal haram, tapi mengucapkan tahun baru 1 Januari tak apa! Yaa Robb, na’uudzubillaahi mindzaalik.
TAHUN HIJRIYAH
Berbeda dengan penetapan kalender Hijriyah yang dilakukan pada zaman Umar bin Khaththab, diambil dari peristiwa hijrahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (ditemani Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu) dari Makkah ke Madinah.
Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan (nah, penyebutan bulan di sini adalah logis, karena tahun hijriyah mendasari perhitungannya pada bulan), dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman ALLAH SWT:
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) ad-Din yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa,” (At Taubah: 36).
1. Muharram
Artinya, yang diharamkan atau menjadi pantangan. Di bulan Muharram, dilarang untuk berperang.
2. Shafar
Artinya, kosong. Di bulan ini, lelaki Arab pergi untuk merantau atau berperang.
3. Rabi’ul Awal
Artinya masa kembalinya kaum lelaki yang merantau (shafar).
4. Rabi’ul Akhir
Artinya akhir masa menetapnya kaum lelaki.
5. Jumadil Awal
Artinya awal kekeringan. Maksudnya, mulai terjadi musim kering.
6. Jumadil Akhir
Artinya akhir kekeringan. Dengan demikian, musim kering berakhir.
7. Rajab
Artinya mulia. Zaman dahulu, bangsa Arab sangat memuliakan bulan ini.
8. Sya’ban
Artinya berkelompok. Biasanya bangsa Arab berkelompok mencari nafkah.
9. Ramadhan
Artinya sangat panas. Bulan yang memanggang (membakar) dosa, karena di bulan ini kaum Mukmin diharuskan berpuasa/shaum sebulan penuh.
Men Leading Camels in Desert
Tahun Hijriyah: Tonggak peradaban Islam
10. Syawwal
Artinya kebahagiaan, peningkatan (setelah ujian Ramadhan, mestinya kualitas amaliah dan hidup menjadi meningkat).
11. Zulqaidah
Artinya waktu istirahat bagi kaum lelaki Arab.
12. Zulhijjah
Artinya yang menunaikan haji.

Selasa, 23 Desember 2014

Tokoh Tabi’in Syuraih al-Qadhi Hakim yang Bijak



Hari itu, amirul mukminin Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu membeli seekor kuda dari seorang dusun. Setelah membayarnya, beliau menaiki kuda tersebut dan bermaksud pulang menuju rumahnya. Namun tak seberapa jauh dari tempat itu, tiba-tiba kuda tersebut menjadi cacat dan tak mampu melanjutkan perjalanan. Maka Umar membawanya kembali kepada si penjual seraya berkata,
Umar: “Aku kembalikan kudamu, karena ternyata dia cacat.”
Penjual: “Tidak wahai amirul mukminin, tadi aku menjualnya dalam keadaan baik.”
Umar: “Kita cari seseorang yang akan memutuskan permasalahan ini.
Penjual: “Aku setuju, aku ingin Syuraih bin al-Harits al-Kindi menjadi hakim bagi kita berdua.”
Umar: “Mari.”
Amirul mukminin Umar bin Khathab bersama penjual kuda tersebut mendatangi Syuraih. Umar mengadukan penjual itu kepadanya. Setelah mendengarkan juga keterangan dari orang dusun tersebut, Syuraih menoleh kepada Umar bin Khathab sambil berkata,
Syuraih: “Apakah Anda mengambil kuda darinya dalam keadaan baik?”
Umar: “Benar.”
Syuraih: “Ambillah yang telah Anda beli wahai amirul mukminin, atau kembalikan kuda tersebut dalam keadaan seperti tatkala Anda membelinya.”
Umar: (memperhatikan Syuraih dengan takjub lalu berkata) “Hanya beginikah pengadilan ini? Kalimat yang singkat, dan hukum yang adil. Berangkatlah ke Kufah, karena aku mengangkatmu menjadi qadhi di sana.”
Ketika Umar menetapkan Syuraih bin al-Harits sebagai qadhi, beliau bukanlah sosok yang asing di kalangan masyarakat Madinah. Beliau adalah orang yang memiliki kedudukan di antara para ahli ilmu, tokoh-tokoh terkemuka, para sahabat dan para tokoh tabi’in.
Beliau termasuk dalam bilangan ulama yang terhormat dan utama, diperhitungkan dalam tingkat kecerdasan, kebagusan perilaku, banyaknya pengalaman, dan kedalaman wawasannya.
Beliau dilahirkan di Yaman kota al-Kindi, hidup lama dalam masa jahiliyah. Ketika cahaya hidayah datang di jazirah Arab memancarkan sinar Islamnya sampai ke Yaman, Syuraih termasuk orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, turut menyambut dakwah menuju hidayah dan kebenaran.
Siapapun yang mengetahui keutamaan dan keistimewaan pribadinya berandai sekiranya Syuraih lebih cepat sampai ke Madinah dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafat, tentu beliau bisa menggali ilmu dari sumbernya secara langsung tanpa perantara. Beliau bisa mendapat bagian kehormatan sebagai sahabat setelah mendapatkan hidayah itu, hanya saja apa yang telah ditakdirkan untuknya telah terjadi.
Bukanlah berarti gegabah jika al-Faruq Umar bin Khathab menyerahkan jabatan dalam pengadilan agung itu kepada seorang tabi’in, meski dalam masyarakat Islam saat itu masih banyak sahabat Nabi yang bersinar cemerlang bagai cahaya bintang. Waktu pun telah membuktikan betapa firasat dan pilihan Umar radhiyallahu ‘anhu adalah tepat.
Terbukti, Syuraih menjadi qadhi di pengadilan selama 60 tahun secara berturut-turut sejak masa khilafah Umar bin Khathab, lalu Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib, Muawiyah serta khalifah setelah Mu’awiyah dari Bani Umayyah. Hingga akhirnya beliau mengundurkan diri pada awal pemerintahan Hajjaj bin Yusuf sebagai wali di Irak.
Beliau telah berumur 107 tahun. Hidupnya penuh dengan peritiwa dan pujian. Pengadilan Islam bersinar karena keindahan keputusan-keputusan Syuraih dan semerbak dengan indahnya kepatuhan dari kaum muslimin maupun non muslim. Itu semua karena ditegakkannya syariat-syariat Allah oleh Syuraih, juga berkat kerelaan semua orang untuk menerima keputusannya.
Lembaran buku-buku sangat padat menceritakan indahnya keputusan orang yang cerdik ini, tentang berita, perkataan dan perilakunya.
Di antara kisah tersebut adalah ketika Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kehilangan pakaian perang yang menjadi kesayangannya. Lalu dia dapatkan bahwa barang tersebut berada di tangan seorang kafir dzimmi (kafir yang dilindungi di negeri Islam) yang tengah berjualan di pasar Kufah. Begitu melihatnya, spontan Ali berkata: “Ini adalah milikku yang jatuh dari ontaku pada malam anu di tempat anu.”
Namun dia mengelak dan berkata, “Ini adalah barangku dan berada di tanganku wahai amirul mukminin!” Ali berkata, “Ini milikku, aku tak merasa pernah menjualnya kepada orang lain atau memberikannya hingga sampai berada di tanganmu.”
Orang dzimmi berkata, “Kalau begitu kita datang kepada qadhi!”
Ali berkata, “Engkau adil, mari kita ke sana!”
Maka pergilah keduanya menuju qadhi Syuraih. Setelah masuk dan duduk dalam sidangnya, bertanyalah qadhi Syuraih,
Syuraih: “Apa tuduhanmu wahai amirul mukminin?”
Ali: “Kudapati barangku berada di tangan orang ini. Barang itu jatuh dari ontaku pada malam anu di tempat anu, lalu sampai di tangan orang ini, padahal aku tidak menjual kepadanya tidak pula kuberikan sebagai hadiah.”
Syuraih: “Bagaimana jawaban Anda?” (wahai dzimmi)
Dzimmi: “Barang ini milikku, dia ada di tanganku. Tapi aku tidak menuduh amirul mukminin berdusta.”
Syuraih: “Aku tidak meragukan kejujuran Anda wahai amirul mukminin, bahwa barang ini milikmu. Tetapi harus ada dua orang saksi yang membuktikan kebenaran tuduhanmu.”
Ali: “Baik, aku punya dua orang saksi, pembantuku Qanbar dan putraku Hasan.”
Syuraih: “Tetapi kesaksian anak bagi ayahnya tidak berlaku wahai amirul mukminin.”
Ali: “Subhanallah, seorang ahli surga ditolak kesaksiannya? Apakah Anda tak pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Hasan dan Husein adalah pemuka para pemuda penduduk surga?”
Syuraih: “Aku mengetahui itu wahai amirul mukminin, hanya saja kesaksian anak untuk ayahnya tidak berlaku.”
Mendengar jawaban itu, Ali menoleh kepada si dzimmi dan berkata, “Ambillah barang itu, sebab aku tak punya saksi lagi selain keduanya.”
Si dzimmi berkata, “Aku bersaksi bahwa barang itu adalah milik Anda wahai amirul mukminin. Ya Allah, amirul mukminin menghadapkan aku kepada seorang hakimnya, dan hakimnya memenangkan aku. Aku bersaksi bahwa agama  yang mengajarkan seperti ini adalah agama yang benar dan suci. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Wahai qadhi, ketahuilah bahwa barang ini adalah milik amirul mukminin, waktu itu aku mengikuti pasukannya ketika menuju ke Shiffin. Pakaian ini jatuh dari onta, lalu aku mengambilnya.”
Berkatalah Ali kepada si dzimmi: “Karena kini Anda telah menjadi muslim, maka aku hadiahkan pakaian ini untukmu, dan aku hadiahkan kuda ini untukmu juga.”
Tak lama setelah peristiwa itu, tampak orang itu turut memerangi golongan Khawarij di bawah panji Ali radhiyallahu ‘anhu pada hari an-Nahwaran. Ia bertempur dengan penuh semangat hingga mendapati rezeki syahid.
Bukti akan ketegasan Syuraih nampak di saat putranya berkata, “Wahai ayah, aku sedang memiliki masalah dengan suatu kaum, Aku berharap ayah mempertimbangkannya. Jika kebenaran ada dipihakku, maka putuskanlah di pengadilan, tetapi jika kebenaran ada di pihak mereka, maka usahakanlah jalan damai.” Lalu dia menceritakan semua masalahnya. Syuraih berkata, “Ajukanlah masalahmu ke pengadilan!”
Kemudian putra Syuraih mendatangi orang yang berselisih dengannya dan mengajak mereka untuk memperkarakan masalah antara mereka ke pengadilan dan mereka pun setuju. Begitu menghadap Syuraih, ternyata kemenangan tidak berada di pihak putranya.
Sesampainya Syuraih dan putranya di rumah, putranya berkata, “Wahai ayah, keputusanmu telah membuatku malu. Demi Allah, kalau saja sebelumnya aku tidak bermusyawarah denganmu, tentulah aku tidak menyalahkanmu.”
Syuraih berkata, “Wahai putraku, demi Allah aku mencintaimu lebih dari dunia dan seisinya. Tetapi, bagiku Allah lebih agung dari itu semua dan dari dirimu. Aku khawatir jika aku beritahukan terlebih dahulu bahwa kebenaran berada di pihak mereka, maka engkau akan mencari jalan damai dan itu merugikan sebagian hak mereka. Oleh sebab itu, aku putuskan perkara seperti yang kau dengar tadi.”
Suatu ketika, salah satu putra Syuraih telah memberikan jaminan kepada seseorang dan jaminannya diterima. Tapi ternyata orang yang dijamin tersebut melarikan diri dari pengadilan. Tanpa pandang bulu Syuraih memenjarakan putranya, karena dialah yang menjadi jaminannya. Lalu beliau menjenguk dan membawakan makanan untuk putranya ke penjara setiap harinya.
Terkadang keraguan Syuraih muncul ketika mendengar kesaksian sebagian saksi, tapi dia tidak bisa menolak kesaksian mereka karena memenuhi semua syarat pengadilan. Bila menghadapi hal yang demikian, maka sebelum orang-orang itu bersaksi Syuraih berkata kepada mereka, “Dengarkanlah, semoga Allah memberi hidayah kepada kalian. Pada hakikatnya yang menghukum orang ini adalah kalian, sesungguhnya aku takut jika kalin masuk neraka karena bersaksi palsu, sedangkan kalian tentunya lebih layak untuk takut. Sekarang masih ada waktu untuk berpikir kembali sebelum kalian memberikan kesaksian.”
Ketika mereka tetap dengan pendiriannya, maka Syuraih menoleh kepada si tertuduh dan berkata, “Ketahuilah saudara, bahwa aku menghukum Anda atas dasar kesaksian mereka. Andai saja kulihat engkau ini zalim sekalipun, aku tidak akan menghukum atas dasar tuduhan, melainkan atas dasar kesaksian. Keputusanku tidaklah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah atasmu.”
Motto yang selalu diulang-ulang oleh Syuraih di sidang pengadilan adalah:
Kelak yang zalim akan tahu kerugian di pihak siapa
Yang zalim menanti siksa
Yang dizalimin menunggu keadilan
Aku bersumpah atas nama Allah bahwa setiap orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya aku merasa kehilangan dia.
Syuraih tidak hanya mampu mewujudkan nasihat bagi Allah, Rasul, dan kitab-Nya saja, namun juga nasihat bagi seluruh kaum muslimin secara umum maupun yang khusus (pemimpin mereka).
Salah seorang sahabatnya bercerita, “Suatu kali, Syuraih mendengar keluhanku kepada seorang teman. Kemudian beliau mengajakku ke suatu tempat lalu berkata, “Wahai putra saudaraku.. janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah.. karena sesungguhnya barangsiapa yang mengeluh kepada selain Allah berarti dia mengeluhkannya kepada teman atau kepada musuh. Jika mengeluh kepada teman berarti kamu telah membuat temanmu bertambah sedih.. dan jika kau keluhkan terhadap musuh (orang yang membencimu) niscaya dia akan meledekmu.” Kemudian beliau berkata, ‘Lihatlah sebelah mataku ini, demi Allah aku tidak bisa melihat orang ataupun jalan dengannya selama lebih dari 15 tahun, tapi akut idak pernah memberitahukannya kepada siapapun kecuali engkau sekarang ini. Tidakkah Anda mendengar ucapan hamba Allah yang shalih:
Aku hanya mengeluhkan segala kesedihan dan keresahanku kepada Allah.” (QS. Yusuf: 86)
Maka jadikanlah Allah sebagai tempat pengaduanmu dan mencurahkan keresahanmu setiap kali musibah menimpa dirimu, sebab Dia Maha Pemurah dan sangat dekat.”
Pernah beliau melihat seseorang minta sesuatu  kepada orang lain, maka beliau berkata, “Wahai putra saudaraku, barangsiapa meminta kepada orang lain untuk suatu hajat, maka dia menyiapkan dirinya untuk diperbudak. Bila diberi, maka dia dibeli, bila ditolak, keduanya menjadi hina. Yang satu karena kikirnya, yang satu karena ditolak. Ketahuilah bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah, tidak ada pertolongan kecuali dari Allah.
Telah terjadi wabah tha’un di Kufah, lalu salah seorang teman Syuraih mengungsi ke Najaf untuk menghindari wabah. Syuraih menulis surat kepadanya:
Amma ba’du, sesungguhnya bahwa tempat yang engkau lari dari padanya tidak akan mendekatkan ajalmu dan merampas hari-harimu. Dan tempat di mana kamu tinggal sekarang juga berada di tangan dan genggaman yang tak bisa dihindari oleh orang yang lari, tak ada yang bisa menghalangi kehendak-Nya. Kami dan kalian berada dalam satu atap dan kekuasaan satu Raja, sedangkan Najaf adalah sangat dekat bagi Yang Maha Mampu dan Maha Kuasa.”
Di samping segala kelebihan tersebut, Syuraih juga termasuk orang yang lembut perasaannya, mudah tersentuh hatinya, menyenangkan tatkala bergaul dan periang. Ada suatu riwayat yang menceritakan bahwa beliau memiliki anak kecil berusia 10 tahun. Anak itu senang bermain-main. Suatu hari dia meninggalkan pelajarannya untuk pergi melihat anjing.
Begitu pulang, bertanyalah sang ayah: “Sudah shalatkah engkau?” “Belum,” jawabnya.
Maka Syuraih mengirim surat kepada gurunya:
Dia tinggalkan shalat karena anjing yang sedang berkejaran dengan betinanya, maka dia akan datang esok kepada Anda dengan lembaran tercatat sebagai tertuduh. Bila datang kepadamu, obatilah dengan teguran atau ingatkan ia dengan nasihat yang tepat. Bila harus dicambuk pakailah rotan, setelah hitungan ketiga hentikanlah.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati al-Faruq radhiyallahu ‘anhu yang telah menaruh dalam keadilan Islam sebutir berlian yang tak ternilai harganya. Ditaruhnya Syuraih sebagai qadhi, seorang yang bersih hatinya dan indah keputusannya, seorang yang mencintai kaum muslimin. Beliau adalah lentera yang bersinar, yang hingga kini terus menjadi pantulan fikih bagi syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, di mana kaum muslimin mendapatkan dan pemahamannya akan sunah Rasul-Nya yang akan menajdi kebanggaannya di hari kiamat karena kefakihan dia akan syariat Allah.
Semoga Allah merahmati Syuraih yang telah menegakkan neraca keadilan di tengah masyarakat muslim selama 60 tahun. Beliau tidak pernah takut kepada sesama manusia, tidak melanggar batas-batas kebenaran dan tidak membedakan raja dengan rakyat jelata.

Kisah-kisah Menakjubkan dari Sang Qadhi; Syuraih bin al-Harits al-Kindi


 “Ada orang yang bertanya kepada Syuraih, ‘Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini?.’ Dia menjawab, ‘Dengan bermudzakarah bersama para ulama; Aku mengambil dari mereka dan mereka mengambil dariku” (Sufyan al-Ausi)

Amirul mu’minin, Umar bin Al-Khaththab membeli seekor kuda dari seorang laki-laki Badui, dan membayar kontan harganya, kemudian menaiki kudanya dan pergi.


Akan tetapi belum jauh mengendarai kuda, beliau menemukan luka pada kuda itu yang membuatnya terganggu ketika berpacu, maka beliau segera kembali ke tempat dimana beliau berangkat, lalu berkata kepada orang Badui tersebut, “Ambillah kudamu, karena ia terluka.”

Maka orang itu menjawab, “Aku tidak akan mengambilnya -wahai Amirul mu’minin- karena aku telah menjualnya kepada anda dalam keadaan sehat tanpa cacat sedikitpun.”Lalu Umar berkata, “Tunjuklah seorang hakim yang akan memutus antaramu dan aku.”Lalu orang itu berkata, “Yang akan menghakimi di antara kita adalah Syuraih bin al-Harits al-Kindi.”Lalu Umar berkata, “Baiklah, aku setuju.”

Amirul mu’minin Umar bin al-Khathab dan pemilik kuda pun menyerahkan perkaranya kepada Syuraih. Ketika Syuraih mendengar perkataan orang Badui, dia menengok ke arah Umar bin al-Khaththab dan berkata,“Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul mu’minin?.”“Ya.” Jawab ‘Umar Syuraih berkata, “Simpanlah apa yang anda beli- wahai Amirul mu’minin- atau kembalikanlah sebagaimana anda menerima.”

Maka Umar melihat kepada Syuraih dengan pandangan kagum dan berkata, “Beginilah seharusnya putusan itu; ucapan yang pasti dan keputusan yang adil. Pergilah anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagai hakim (Qadli) di sana.”

Pada saat diangkat sebagai hakim, Syuraih bin al-Harits bukanlah seorang yang tidak dikenal oleh masyarakat Madinah atau seorang yang kedudukannya tidak terdeteksi oleh ulama dan Ahli Ra’yi dari kalangan para pembesar Sahabat dan Tabi’in.

Orang-orang besar dan generasi dahulu, telah mengetahui kecerdasan dan kecerdikan Syuraih yang sangat tajam, akhlaknya yang mulia dan pengalaman hidupnya yang lama dan mendalam.

Dia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan keturunan Kindah, mengalami hidup yang tidak sebentar pada masa Jahiliyah.

Ketika jazirah Arab telah bersinar dengan cahaya hidayah, dan sinar Islam telah menembus bumi Yaman, Syuraih termasuk orang-orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayah dan kebenaran. Waktu itu mereka telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dan keistimewaannya.

Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita andaikata dia ditakdirkan untuk datang ke Madinah lebih awal sehingga bertemu Rasulullah sebelum beliau kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliau yang jernih bersih secara langsung, bukan melalui perantara dan supaya beruntung mendapatkan predikat “sahabat” setelah mengenyam nikmatnya iman. Dengan begitu, dia akan dapat menghimpun segala kebaikan. Akan tetapi dia sudah ditakdirkan untuk tidak bertemu dengan Rasulullah.

Umar al-Faruq radliyallâhu ‘anhu tidaklah tergesa-gesa, ketika menempatkan seorang Tabi’in pada posisi besar di peradilan, sekalipun pada waktu itu langit-langit Islam masih bersinar-sinar dengan bintang-bintang sahabat Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Waktu telah membuktikan kebenaran firasat Umar dan ketepatan tindakannya dimana Syuraih menjabat sebagai hakim di tengah kaum muslimin sekitar enam puluh tahun berturut-turut tanpa putus.

Pengakuan terhadap kapasitasnya dalam jabatan ini dilakukan secara silih berganti sejak dari pemerintahan Umar, Utsman, Ali hingga Muawiyah radliyallâhu ‘anhum.

Begitu pula dia diakui oleh para khalifah Bani Umayyah pasca Muawiyah, hingga akhirnya pada zaman pemerintahan al-Hajjaj dia meminta dirinya dibebaskan dari jabatan tersebut.

Dan pada waktu itu dia telah berumur seratus tujuh tahun, dimana hidupnya diisi dengan segala keagungan dan kebesaran.

Sejarah Peradilan Islam telah bergelimang dengan sikap Syuraih yang menawan dan berkibar dengan ketundukan kalangan elit dan awam kaum Muslimin terhadap syari’at Allah yang ditegakkan Syuraih dan penerimaan mereka terhadap hukum-hukum-Nya. Buku-buku induk penuh dengan keunikan, berita, perkataan dan tindakan tokoh langka satu ini.

Di antara contohnya adalah, bahwa suatu hari Ali bin Abi Thalib kehilangan baju besinya yang sangat disukainya dan amat berharga baginya. Tidak lama dari itu, dia menemukannya berada di tangan orang kafir dzimmi. Orang itu sedang menjualnya di pasar Kufah. Ketika beliau melihatnya, beliau mengetahui dan berkata, “Ini adalah baju besiku yang jatuh dari ontaku pada malam anu, i tempat anu.”

Lalu kafir Dzimmi itu berkata, “Ini adalah baju besiku dan sekarang ada di tanganku, wahai Amirul mu’minin.”Lalu Ali berkata,“Itu adalah baju besiku, aku belum pernah menjualnya atau memberikannya kepada siapapun, hingga kemudian bisa jadi milik kamu.”

Lalu orang kafir itu berkata, “Mari kita putuskan melalui seorang Hakim kaum Muslimin. ”Lalu Ali berkata, “Kamu benar, mari kita ke sana. ”Kemudian keduanya pergi menemui Syuraih al-Qadli, dan ketika keduanya telah berada di tempat persidangan, Syuraih berkata kepada Ali, “Ada apa wahai Amirul mu’minin?.”

Lalu Ali menjawab, “Aku telah menemukan baju besiku di bawa orang ini, baju besi itu telah terjatuh dariku pada malam anu dan di tempat anu. Kini ia telah berada di tangannya tanpa melalui jual beli ataupun hibah.”

Lalu Syuraih berkata kepada orang kafir itu, “Dan apa jawabmu, wahai orang laki-laki?.”

Lalu dia menjawab, “Baju besi ini adalah milikku dan ia ada di tanganku tapi aku tidak menuduh Amirul mu’minin berdusta. ”Maka Syuraih menoleh ke arah Ali dan berkata, “Aku tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang jujur dalam perkataanmu, wahai Amirul mu’minin, dan bahwa baju besi itu adalah milikmu, akan tetapi anda harus mendatangkan dua orang saksi yang akan bersaksi atas kebenaran apa yang anda klaim tersebut.”

Lalu Ali berkata, “Baiklah! Budakku Qanbar dan anakku al-Hasan akan bersaksi untukku.”

Maka Syuraih berkata,“Akan tetapi kesaksian anak untuk ayahnya tidak boleh, wahai Amirul mu’minin.”

Lalu Ali berkata, “Ya Subhanallah!! Orang dari ahli surga tidak diterima kesaksiannya!! Apakah anda tidak mendengar bahwasanya Rasulullah bersabda, “al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemuda ahli surga.”

Lalu Syuraih berkata, “Benar wahai Amirul mu’minin! namun aku tidak menerima kesaksian anak untuk ayahnya.”Setelah itu Ali menoleh ke arah orang kafir itu dan berkata,“Ambillah, karena aku tidak mempunyai saksi selain keduanya.”Maka kafir Dzimmi itu berkata,“Akan tetapi aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu, wahai Amirul mu’minin.”

Kemudian dia meneruskan perkataannya, “Ya Allah! Kok ada Amirul mu’minin menggugatku di hadapan hakim yang diangkatnya sendiri, namun hakimnya malah memenangkan perkaraku terhadapnya!! Aku bersaksi bahwa agama yang menyuruh ini pastilah agama yang haq. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Hamba dan utusan Allah.”

Ketahuilah wahai Qadli, bahwa baju besi ini adalah benar milik Amirul mu’minin. Aku mengikuti tentara yang sedang berangkat ke Shiffin (Suatu daerah di Siria, di sana terjadi peperangan besar antara Ali dan Muawiyah ) lalu menemukan baju besi terjatuh dari onta berwarna abu-abu, lalu memungutnya.”

Maka Ali berkata kepadanya, “Karena engkau telah masuk Islam, maka aku menghibahkannya kepadamu, dan aku memberimu juga seekor kuda.”

Dan belum lama dari kejadian ini, orang kafir itu ternyata ditemukan mati syahid saat ikut berperang melawan orang-orang Khawarij di bawah bendera Ali, pada perang Nahrawan. Orang itu amat bersemangat dalam berperang hingga dia mati syahid.”

Di antara sikap menawan yang ditunjukkan juga oleh Syuraih adalah bahwa pernah suatu hari, putranya berkata kepadanya, “Wahai ayahku, sesungguhnya antara aku dan kaum kita ada perselisihan, maka telitilah perkaranya; jika kebenaran ada di pihakku, aku akan menggugat mereka ke pengadilan dan jika kebenaran ada di pihak mereka, aku akan mengajak mereka berdamai.” Kemudian sang putra menuturkan kisahnya kepada ayahnya.

Lalu ayahnya berkata kepadanya, “Kalau begitu, pergilah dan ajukan mereka ke pengadilan.”

Lalu putranya menemui lawannya dan mengajak mereka memperkarakannya ke pengadilan. Mereka pun menyetujuinya.

Dan ketika mereka telah berada di hadapan Syuraih, Syuraih memenangkan perkara mereka terhadap putranya.

Ketika syuraih dan putranya telah pulang ke rumah, sang putra berkata kepada ayahnya, “Engkau telah mempermalukanku, wahai ayahku!” Demi Allah seandainya aku tidak mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepadamu, tentu aku tidak akan mengecammu seperti ini.” Maka syuraih berkata, “Wahai anakku, Sungguh engkau memang lebih aku cintai daripada bumi dan seisinya, akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla lebih Mulia dan berharga bagiku daripada dirimu. Bila aku beritahukan kepadamu bahwa kebenaran berada di pihak mereka, aku khawatir engkau akan mengajak mereka berdamai dimana hal ini akan menghilangkan sebagian hak mereka.

Karenanya, aku mengatakan kepadamu seperti itu tadi.”

Pernah terjadi bahwa anak Syuraih menjadi jaminan seseorang, dan Syuraih menerimanya, ternyata orang itu kabur dari pengadilan. Maka Syuraih memenjarakan anaknya sebagai ganti jaminan orang yang kabur itu.

Akhirinya, Syuraih sendiri yang mengirimi makanannya setiap hari ke penjara.

Terkadang, Syuraih meragukan sebagian saksi. Namun dia tidak mendapatkan jalan untuk menolak kesaksiannya, karena syarat keadilan telah mencukupi mereka, maka dia berkata kepada mereka sebelum mereka menyatakan kesaksiannya,

“Dengarkanlah aku -mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada anda semua- Sesungguhnya yang menghakimi orang ini adalah kalian sendiri. Dan sesungguhnya aku hanya menjaga diri dari api neraka melalui kalian. Karena itu, bila kalian sendiri yang berlindung darinya adalah lebih utama lagi.”

Sekarang memungkinkan bagi kalian untuk tidak memberikan kesaksian dan berlalu.

Jika mereka bersikeras untuk bersaksi, Syuraih menoleh kepada orang yang mereka bersaksi untuknya, seraya berkata,
“Ketahuilah, wahai tuan, sesungguhnya aku mengadili anda melalui kesaksian mereka. Dan sesungguhnya aku melihat anda adalah orang yang dzalim. Akan tetapi aku tidak boleh memberikan putusan berdasarkan sangkaan, tetapi berdasarkan kesaksian para saksi. Dan sesungguhnya keputusanku, tidak menghalalkan sama sekali apa yang diharamkan Allah terhadapmu.”

Dan ungkapan yang sering diulang-ulang oleh Syuraih di ruang sidangnya adalah perkataannya,
“Besok orang dzalim akan mengetahui siapa yang rugi. Sesungguhnya orang yang dzalim sedang menunggu siksa. Sedangkan orang yang teraniaya menunggu keadilan. Dan sesungguhnya aku bersumpah kepada Allah, bahwa tidak ada seorangpun yang meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, kemudian dia merasa kehilangannya.”

Syuraih bukan hanya sebagai penasehat karena Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya saja, akan tetapi dia juga penasehat untuk kalangan awam dan kalangan khusus kaum muslimin semua.

Salah seorang dari mereka meriwayatkan, “Syuraih memperdengarkan kepadaku suatu ucapan saat aku mengadukan sebagian sesuatu yang meresahkanku karena ulah seorang kawanku.

Lantas Syuraih memegang tanganku dan menarikku ke pinggir seraya berkata,
“Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengadu kepada selain Allah Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya orang yang kamu mengadu kepadanya, bisa jadi dia adalah kawanmu atau musuhmu. Kalau dia kawan, berarti kamu akan membuatnya bersedih. Dan kalau dia musuh, maka kamu akan ditertawakannya.”

Kemudian dia berkata,

“Lihatlah mataku ini- dan dia menunjuk ke salah satu matanya- Demi Allah, aku tidak bisa melihat seseorang dan jalan karenanya sejak lima belas tahun lalu. Sekalipun demikian, aku tidak ceritakan kepada siapapun mengenainya, kecuali kepadamu sekarang ini. Tidakkah kamu mendengar ucapan seorang hamba yang shaleh (yakni Nabi Ya’qub ‘alaihi salam), ‘Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.’(Yusuf:86). Maka jadikanlah Allah Azza wa Jalla sebagai tempat mengadu dan melampiaskan kesedihanmu setiap kali musibah menimpamu. Karena Dia adalah Dzat Yang paling Dermawan dan Yang paling dekat untuk diseru.”

Pada suatu hari, dia melihat ada seseorang sedang meminta sesuatu kepada orang lain, lalu dia berkata kepadanya,
“Wahai anak saudaraku, siapa yang memohon hajat kepada manusia, maka dia telah menjerumuskan dirinya ke dalam perbudakan. Jika orang yang diminta itu memberinya, maka dia telah menjadikannya budak karena pemberian itu.

Dan jika orang itu tidak memberinya, maka keduanya akan kembali dengan kehinaa. Yang satu, hina karena bakhil sedangkan yang satu lagi hina karena ditolak.Maka jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan, memohonlah pertolongan kepada Allah.

Dan ketahuilah, bahwa tidak ada upaya, kekuatan dan pertolongan kecuali dengan Allah.

Saat suatu ketika, di Kufah telah mewabah penyakit Tha’un, lalu salah seorang sahabat Syuraih kabur dari sana menuju ke Najef untuk menyelamatkan diri dari penyakit tersebut, maka Syuraih mengirim surat kepadanya,

“Amma ba’du, Sesungguhnya daerah yang kamu tinggalkan tidak mendekatkan kematianmu dan tidak juga merampas hari-harimu.Dan sesungguhnya daerah yang kamu pindah ke sana adalah berada dalam genggaman Dzat Yang tidak bisa dikalahkan dengan usaha dan tidak akan luput pelarian itu dari-Nya.

Dan sesungguhnya kami dan kamu juga berada di atas hamparan Raja Yang Satu.Dan sesungguhnya Najef adalah sangat dekat dari Dzat Yang Maha Kuasa.”Di samping hal itu semua, Syuraih juga seorang penyair, mudah dicerna, manis penyampaiannya dan tema-temanya begitu memikat.

Menurut suatu riwayat, dia mempunyai seorang anak berumur sekitar sepuluh tahun, dan anak itu lebih suka meghabiskan waktu untuk bermain dan berhura-hura.Pada suatu hari dia kehilangan anak itu, dan ternyata anak itu tidak masuk sekolah dan menggunakan wakut tersebut untuk melihat anjing-anjing.

Dan ketika anak itu pulang, dia bertanya kepadanya, Apakah kamu sudah shalat?Maka anak itu menjawab, Belum. Lalu Syuraih meminta kertas dan pena, lalu menulis surat kepada guru anak itu dalam untain berikut:

Anak ini meninggalkan shalat karena mencari anjing-anjing Mengincar kejelekan bersama anak-anak nakal
Sungguh dia akan menemuimu besok membawa secarik lembaran
Dituliskan untuknya seperti lembaran pemohon (minta dieksekusi)
Jika dia datang kepadamu, maka obatilah dengan celaan
Atau nasehati dengan nasehat orang bijak lagi cerdik
Jika ingin memukulnya, maka pukullah dengan alat
Jika pukulan telah sampai tiga kali, maka hentikanlah
Ketahuilah bahwa anda tidak akan mendapatkan sepertinya
Apapun yang diperbuatnya, ia adalah jiwa yang paling berharga bagiku

Mudah-mudahan Allah meridhai Umar al-Faruq yang telah menghias wajah peradilan Islam dengan permata yang mulia lagi asli. Mutiara yang putih dan tampak menawan.

Beliau telah memberikan lentera terang kepada kaum muslimin yang hingga sekarang mereka masih mengambil sinar kefiqihannya terhadap syariat Allah.

Berpetunjuk dengan cahaya kefahamannya terhadap Sunnah Rasulullah.

Dan berbangga dengannya terhadap umat-umat lain pada hari kiamat.

Mudah-mudahan Allah merahmati Syuraih aql-Qadhli.

Dia telah menegakkan keadilan di tengah manusia selama enam puluh tahun, tidak pernah berbuat dzalim terhadap siapapun, tidak pernah melenceng dari kebenaran serta tidak pernah membedakan antara raja dan masyarakat biasa.

Sumber :

- Ath-Thabaqat al-Kubra, oleh Ibnu Sa’d, 6/11, 34, 94, 108, 109, 170, 206, 268, dan 7/151, 194, 453 dan 8/ 494,

- Shifat ash-Shafwah, oleh Ibnu Al-Jauzi (cetakan Halb), 3/38.

- Hilyatu al-Auliya, oleh Al-Ashfahani, 4/256-258.

- Tarikh ath-Thabari, oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jilid 4,5,6 (Lihat daftar isi di jilid 10),

- Tarikh Khalifah Ibnu Khayyath, 129, 158, 184, 217, 251, 266, 298, 304.

- Syadzarat adz-Dzahab, 1/85-86.

- Fawat al-Wafayat, 2/167-169.

- Kitab al-Wafayat, oleh Ahmad bin Hasan bin Ali bin Al-Khathib, 80-81.

KISAH SYURAIH AL-QADHI DAN ISTERINYA



Syuraih Al-Qadhi  pernah menceritakan kehidupan rumah tangganya kepada seorang sahabat, Asy-Sya’bi. “Selama 20 tahun aku tidak melihat isteriku berbuat sesuatu yang membuatku marah.” Asy-Sya’bi bertanya, “Mengapa demikian?”
Syuraih berkata, “Mulai malam pertama yang aku lihat padanya adalah keindahan dan kecantikan belaka. Di malam pertama aku berniat dalam hati untuk solat dua rakaat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah s.w.t. Ketika aku menoleh untuk melakukan salam, aku melihat mendapati isteriku menunaikan solat denganku.”
Isteri Syuraih mengulurkan tangannya seraya berkata, ‘Selamat datang wahai Abi Umayah. Alhamdulillah aku memuji dan memohon pertolonganNya. Semoga selawat dan salam atas Nabi Muhammad dan keluarganya. Sesungguhnya aku adalah wanita asing bagimu. Aku sama sekali tidak mengetahui akhlakmu. Maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai sehingga aku akan melakukannya dan apa yang tidak engkau sukai sehingga aku meninggalkannya.’
“Aku yakin,” Isteri Syuraih melanjutkan, ‘di antara kaummu pasti ada orang yang ingin mengahwinkan wanitanya denganmu. Begitu pula kaumku terdapat lelaki yang sekufu denganku. Akan tetapi apa yang telah ditetapkan Allah harus dilaksanakan. Sekarang aku telah menjadi milikmu. Lakukanlah sesuai dengan  apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Aku ucapkan sampai di sini saja, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untukmu.’
Syuraih berkata, “-Demi Allah wahai Asy-Sya’bi-, ia membuatku berhajatkan kepada khutbah seperti yang diucapkan isteriku,” Kata Syuraih pada sahabatnya itu.
Maka Syuraih menjawab ungkapan isterinya ‘Alhamdulillah segala puji bagi Allah, selawat dan salam untuk Nabi Muhammad dan keluarganya. Sesungguhnya engkau mengatakan suatu pembicaraan yang bila engkau teguh di atasnya, maka itu menjadi keberuntunganmu, dan jika engkau meninggalkannya, maka itu menjadi hujjah atasmu. Aku menyukai demikian dan demikian, dan tidak menyukai demikian dan demikian. Apa yang engkau lihat baik, maka sebarkanlah, dan apa yang engkau lihat buruk, maka tutupilah!’
Ia mengatakan, ‘Bagaimana kesukaanmu dalam mengunjungi keluargaku?’
 ‘Aku ingin suami anak perempuanku tidak membosankanku,” jawab Syuraih.
 Ia bertanya, ‘Siapa yang engkau sukai dari para tetanggamu untuk masuk ke rumahmu sehingga aku akan mengizinkannya, dan siapa yang tidak engkau sukai sehingga aku tidak mengizinkannya masuk?’ Maka Syuraih pun menghabiskan malam pertama tersebut dengan perbincangn penuh kelembutan dan kebahgian.
Syuraih berkata, “Aku hidup bersamanya selama setahun pertama itu, aku tidak pernah melihat kecuali yang menenangkan” Demikian Syuraih menceritakan kebahagiaan keluargnya kepada Asy-Sya’bi.
Demikianlah lembutnya penampilan isteri Syuraih pada malam pertama itu. Ia tampak memiliki kematangan emosional yang amat bagus, tenang, tidak tergesa-gesa dan mampu berbicara lancer. Sikap ini terbangunnya suasana yang indah dan menyebabkan Syuraih pun mengambil sikap yang sama, tenang, lembut dan tidak tergesa-gesa.

 dalam jalur lain juga di dicritakan

Setelah Syuraih (seorang tabiin) menikah dengan seorang wanita bani Tamim, dia berkata kepada Syabi (seorang tabiin), Wahai Syabi menikahlah dengan seorang wanita bani Tamim karena mereka adalah wanita. Syabi bertanya, Bagaimana hal itu?
Syuraih bercerita, Aku melewati kampung bani Tamim. Aku melihat seorang wanita duduk di atas tikar, di depannya duduk seorang wanita muda yang cantik. Aku meminta minum kepadanya.
Wanita itu berkata kepadaku, Minuman apa yang kamu sukai? Aku menjawab, Seadanya. Wanita itu berkata, Beri dia susu. Aku menduga dia orang asing.
Syuraih berkata, Selesai minum aku melihat wanita muda itu. Aku mengaguminya. Aku bertanya kepada ibunya tentang wanita itu. Si ibu menjawab, Anakku. Aku bertanya, Siapa? (maksudnya siapa ayahnya dan bagaimana asal usulnya).
Wanita itu menjawab, Zaenab binti Hadhir dari bani Hanzhalah.
Aku bertanya, Dia kosong atau berisi? (maksudnya bersuami atau tidak).
Wanita itu menjawab, Kosong.
Aku bertanya, Kamu bersedia menikahkanku dengannya?
Wanita itu menjawab, Ya, jika kamukufu(sepadan).
Aku meninggalkannya pulang ke rumah untuk beristirahat siang, tetapi aku tidak bisa tidur. Selesai shalat aku mengajak beberapa orang saudaraku dari kalangan orang-orang yang terhormat. Aku shalat ashar bersama mereka. Ternyata pamannya telah menunggu.
Pamannya bertanya, Wahai Abu Umayyah, apa keperluanmu?
Aku menjelaskan keinginanku, lalu dia menikahkanku. Orang-orang memberiku ucapan selamat, kemudian acara selesai. Begitu sampai di rumah aku langsung menyesal. Aku berkata dalam hati, Aku telah menikah dengan keluarga Arab yang paling keras dan kasar. Aku ingat kepada wanita-wanita bani Tamim dan mereka keras hatinya.
Aku berniat menceraikannya, kemudia aku berubah pikiran. Jangan ditalak dulu, jika baik. Jika tidak, barulah ditalak.
Berapa hari setelah itu para wanita Tamim datang mengantarkannya kepadaku. Ketika dia didudukkan di rumah, aku berkata kepadanya, Istriku, termasuk sunnah jika laki-laki bersatu dengan istrinya untuk shalat dua rakaat dan dia pun demikian.
Aku beridiri shalat, kemudian aku menengok ke belakang, ternyata dia juga shalat. Selesai shalat para pelayannya menyiapkan pakaianku dan memakaikan jubah yang telah dicelup dengan minyak zafaran.
Manakala rumah telah sepi, aku mendekatinya. Aku menjulurkan tangan ke arahnya. Dia berkata, Tetaplah di tempatmu.
Aku berkata kepada diriku, Sebuah musibah telah menimpaku. Aku memuji Allah dan membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Dia berkata, Aku adalah wanita Arab. Demi Allah, aku tidak melangkah kecuali untuk perkara yang diridhai Allah. Dan kamu adalah laki-laki asing, aku tidak mengenal akhlak kepribadianmu. Katakan apa yang kamu sukai, sehingga aku bisa melakukannya. Katakan apa yang kamu benci, sehingga aku bisa menjauhinya.
Aku berkata kepadanya, Aku suka ini dan ini (aku menyebut ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan makanan-makanan yang aku sukai) dan juga membenci ini dan ini.
Dia bertanya, Jelaskan kepadaku tentang kerabatmu. Apakah kamu ingin mereka mengunjungimu?
Aku menjawab, Aku seorang hakim. Aku tidak mau mereka membuatku jenuh.
Aku melalui malam yang penuh kenikmatan. Aku tinggal bersamanya selama tiga hari. Kemudian aku pergi ke majlis pengadilan (mulai bekerja kembali). Tidak ada hari yang aku lalui tanpa kebaikan darinya.
Satu tahun kemudian (setelah pernikahan kami), tatkala aku pulang ke rumah, aku melihat seorang wanita tua yang memerintah dan melarang, ternyata itu adalah ibu mertuaku.
Aku berkata kepada ibu mertuaku, Selamat datang.
Ibu mertua berkata, Wahai Abu Umayyah, apa kabarmu?
Aku menjawab, Baik, alhamdulillah.
Ibu mertua bertanya, Bagaimana istrimu?
Aku menjawab, Wanita terbaik dan teman yang menyenangkan. Ibu telah mendidiknya dengan baik dan mengajarkan budi pekerti dengan baik pula kepadanya.
Ibu mertua berkata, Seorang wanita tidak terlihat dalam suatu keadaan dimana prilakunya paling buruk kecuali dalam dua keadaan. Jika dia telah memperoleh tempat di sisi suaminya dan jika dia telah melahirkan anak. Jika kamu melihat sesuatu yang membuatmu marah darinya, maka pukullah (dengan pukulan yang membimbing, tidak membekas). Karena laki-laki tidak memperoleh keburukan di rumahnya kecuali dari wanita bodoh dan manja.
Syuraih berkata, Setahun sekali ibu mertuaku datang, dia pulang setelah bertanya kepadaku, Bagaimana menurutmu jika kerabatmu ingin mengunjungimu? Kujawab, Terserah mereka.
Dua puluh tahun aku bersamanya. Aku tidak pernah mencelanya atau marah kepadanya.
Pelajaran dari kisah:
Seorang laki-laki harus religius dan teguh dalam beragama.
Seorang laki-laki harus cepat-cepat menikah jika hatinya telah mencintai seorang wanita, karena dikhawatirkan ia akan terfitnah.
Memilih wanita sebagai istri dan meneliti keluarganya sebelum menikah.
Bertawakkal kepada Allah, tidak takut menghadapi masa depan dan optimistis terhadap suksesnya pernikahan.
Menggunakan sarana dialog dan berlemah lembut terhadap istri, terlebih di awal-awal pernikahan untuk mewujudkan saling mencintai di antara suami istri dan menghilangkan rasa takut seorang gadis.
Hendaknya suami istri memperhatikan penampilannya, agar cinta keduanya tetap langgeng dan keduanya terjaga dari hal-hal yang diharamkan yang menggoda mata dan hati.
Perkara penting: Hendaknya seorang wanita mempunyai akal jernih, karena hal itu membantu pemahaman dan mengimbangi suami dalam segala sesuatu yang sesuai dengan tabiat akhlaknya.
Hendaknya suami istri saling memahami semenjak dimulainya kehidupan suami istri. Karena hal itu bisa mewujudkan ketentraman, ketenangan, terhindar dari problem dan perselisihan. Dan hal itu bisa dicapai bila suami menjelaskan kepada istri tentang:
Sifat-sifat buruk yang tidak ingin dimiliki oleh seorang istri.
Prilaku-prilaku yang tidak disukainya pada diri wanita secara umum, agar sang istri menghindarinya sebisa mungkin.
Siapa saja dari teman-temannya yang boleh berhubungan dengannya, baik dari keluarga, tetangga atau teman-teman. Suami memiliki hak penuh dalam menentukan siapa yang boleh masuk rumahnya dan siapa yang dikunjungi oleh istrinya atau berhubugan dengannya.
Hendaknya istri berusaha memasak makanan kesukaan suami dan menjauhi apa yang tidak disukainya. Memakai warna yang dia sukai dan menjauhi yang dibencinya. Karena istri berbusana untuk suami dan itu termasuk berhiasnya seorang wanita bagi suaminya.
Hendaknya istri memperhatikan ucapan suami dengan sebaik-baiknya. Hal itu akan membantunya untuk memahami dan mengerti maksudnya, sehingga dia bisa menunaikan perintahnya dengan baik.
Kewajiban istri untuk taat kepada suami dalam setiap perintahnya, tanpa membantah, selama suami tidak memerintahkannya kepada apa yang menyelisihi perintah AllahTabaraka wa Taaladan Rasul-Nyashallallah alaihi wa sallam.
Keluarga istri mempunyai kedudukan dan penghormatan dari pihak suami. Hanya saja hal itu bukan alasan yang membolehkan mereka untuk mengunjungi anak mereka tanpa izin dan ridha suaminya. Oleh karena itu, hendaknya istri mengetahui sejauh mana kesediaan suami menerima kunjungan salah seorang keluarganya di rumah suaminya. Perkaranya tidak memerlukan pertanyaan, orang berakal bisa mengerti, walaupun dari ucapan yang tidak berterus terang. Karena sebagian istri marah jika suami menyatakan keberatannya secara terang-terangan atas keluar masuknya salah seorang keluarganya. Suami pulang hendak mencari ketenangan di rumahnya, dia memendam hal ini karena takut istrinya marah. Suami diam, tetapi ia tertekan. Ini jelas-jelas mempengaruhi keharmonisan hubungan suami istri dan menjadi penyebab terjadinya sengketa di antara mereka berdua setelah kunjungan sanak kerabat tersebut.
Ibu yang shalehah dan wanita pendidik yang berhasil, pengaruhnya membekas pada diri putrinya. Seorang ibu berusaha agar rumah tangga putrinya langgeng dan berhasil. Karena hal itu termasuk kewajibannya yang penting setelah anaknya pindah ke rumah suaminya, ibu tidak berpartisipasi dalam rumah tangga putrinya kecuali dalam keadaan darurat dan demi meraih kebaikan hubungan suami istri. Dalam hal ini, sang ibu harus menghindari perasaan yang tidak sepatutnya dalam setiap perselisihan yang didengannya dari pernikahan anaknya.
Ancaman memukul tidak secara otomatis digunakan dalam memperbaiki hubungan suami istri.
Seorang wanita yang lulus dari rumah yang mendidiknya dengan baik dengan nilai-nilai luhur dan pemahaman-pemahaman bisa membantu membangun kehidupan rumah tangga yang sehat dan tentram.
Jika suami dan istri berprilaku seperti yang dijelaskan, niscaya keduanya akan mengenyam kehiduapan rumah tangga yang bahagia. Istri tidak menemui hal-hal yang mengotori kebahagiannya. Suami berbahagia dengan istrinya yang shalehah dan bisa membahagiakannya.
Hendaknya suami tidak memanjakan istri dan mencari ridhanya secara berlebih-lebihan. Karena jika seorang wanita melihat kedudukannya dan posisinya di sisi suaminya begitu dimanja, niscaya dia akan tinggi hati dan sombong, dan mungkin saja menjadikannya tidak menggubris ucapan suami yang marah kepadanya karena kesalahannya. Hendaknya suami bisa menata perasaannya kepada istri dengan baik.
Suami yang berbahagia di rumah akan berhasil pula dalam pekerjaannya.
Inilah pedoman yang harus dimengerti dan dipahami dengan baik oleh seorang wanita, sebagai pijakan cahaya dalam hidupnya. Mengabdilah dengan baik kepada suamimu, niscaya kamu berbahagia dan mendapatkan suami yang berbahagia dan berhasil dalam pekerjaannya.

Kamis, 18 Desember 2014

DOSA RIBA


Sebagaimana kita ketahui sebuah realita yang sangat menyedihkan terjadi di negeri ini yaitu menyebarnya berbagai kemaksiatan yang hal itu menjadi sebab turunnya adzab Allah. Dan diantara kemaksiatan yang menjadi sebab turunnya adzab Allah kepada kita adalah kemaksiatan riba, hal ini sebagaimana dalam sebuah hadist, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Apabila telah nampak zina dan riba disebuah kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan adzab Allah (kepada mereka -penj) “ (HR. Al Hakim dan Ath Thabrani di shahihkan oleh Syaikh Al Al Bani di dalam Shahihul Jami)


Mengambil harta dari hasil riba adalah sebuah dosa besar yang sangat membahayakan bagi kehidupan dunia dan akhirat seseorang, tapi sangat memprihatinkan sebagian besar kaum muslimin meremehkan dosa ini dengan ringan mereka melakukan pratik-pratik riba. Allahu Musta’an. Berikut ini adalah diantara bahaya kemaksiatan riba, semoga dengan sebab ini orang tergugah untuk meninggalkan riba karena takut kepada Allah.

Pertama : Riba perbuatan dosa yang sangat besar yang mengakibatkan kecelakaan pelakunya didunia dan diakhirat

Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadist, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda “ Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” Para sahabat bertanya : “ apa itu wahai Rasulullah “ Beliau menjawab : “ … (diantaranya –penj)… memakan harta riba… “ (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu)

Berkata Al Allamah Asy Syaikh Shalih Al Fauzan Hafidzahullah : “ Dari hadist ini diambil faeadah haramnya riba dan besar bahayanya “ ( Al Mulakhos syarh Kitabut tauhid : 202)

Bahkan dalam sebuah hadist digabungkan didalam penyebutan riba dengan dosa yang paling besar yaitu syirik, sebagaimana dalam sebuah hadist Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Riba memiliki dari tujuh puluh pintu dan syirik juga demikian(HR. Al Bazzar dan Ibnu Majah dishahihkan oleh syaikh Al Al Bani )

Kedua : Orang yang memakan riba tidak bisa berdiri pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukkan syaithan

Hal ini sebagaimana Firman Allah Ta’ala :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ المَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“ orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperi berdirinya orang yang kemasukkan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…“ (Qs. Al Baqarah : 275)
Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menjadikan pelaku riba tidak dapat berdiri pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang kemasukkan syaithan lantaran penyakit gila, yakni dia seperti orang yang kerasukkan syaithan. Keadaan seperti ini salah satu bentuk hukuman bagi mereka, merupakan kehinaan dan keburukan yang jelas.

Ketiga : Allah mengumandangkan perang bagi para pelaku riba

Allah Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang – orang yang beriman. Maka jika kamu tidak menegrjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (pula) dianiaya.” (Qs. Al Baqarah : 278 – 279 )

Ayat-ayat ini merupakan ancaman yang sangat keras lagi berbahaya kepada para pelaku riba, yaitu tunggulah perperangan dari Allah dan RasulNya wahai para pemakan riba, siapakah yang mampu melawan Allah Dan Rasul Nya. Kita memohon kepada Allah keselamatan dan penjagaan.

Keempat : Balasan bagi para pelaku riba adalah dimasukkan kedalam api neraka

Allah Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

“ Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan melipat ganda dan dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat “ (Qs. Ali Imran : 130-131)

Dalam ayat lain Allah juga berfirman


وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“ Orang – orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya” (Qs. Al Baqarah : 275)

Berkata Al Imam Adz Dzahabi Rahimahullah : “ Ini adalah ancaman yang sangat besar dengan dikekalkan didalam neraka orang yang makan dari hasil riba, sebagaimana yang kamu saksikan bagi orang yang kembali memakan riba setelah peringatan. Tidak ada daya dan upaya kecuali karena pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung ” (Al Kabaair Imam Adz Dzahabi : 35 )

Kelima : Dosa riba lebih parah daripada dosa zina

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang dan ia tahu itu (riba), maka lebih besar disisi Allah daripada berzina tiga puluh enam kali “ (HR. Imam Ahmad dan Ath Thabrani dishahihkan oleh syaikh Al Al Bani didalam shahihul jami’) Bahkan dalam sebuah hadist disebutkan seakan-akan seperti menzinahi ibunya sendiri. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Riba itu memiliki tujuh puluhan pintu, yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menggauli ibunya sendiri “ (Hadist ini dishahihkan syaikh Al Al Bani di shahihul jami’)

Keenam : Allah melaknat para pelaku riba dan orang yang terlibat didalamnya

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Allah melaknat orang yang memakan (hasil) riba, yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya” (HR. Imam Muslim dari Abdullah Bin Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu)

Berkata Al Allamah Asy Syaikh Shalih Al Fauzan Hafidzahullah : “ Sungguh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam telah melaknat orang yang makan riba dan memberi  riba, dua orang saksinya dan pencatatnya. Riba dosa yang paling besar setelah dosa syirik “ ( Iaanatul Mustafiid Syarh Kitabut Tauhid : )
Wahai kaum muslimin itulah diantara bahaya memakan harta dari hasil riba, cukuplah kalau kita tahu perbuatan riba adalah perbuatan maksiat kepada Allah segera kita untuk meninggalkan perbuatan dosa itu karena takut kepada Allah, apalagi dengan berbagai macam bahaya yang telah disebutkan diatas.
Agar kita terhindar dari riba penting bagi kita untuk mengetahui apa itu riba macam dan pembagiannya
Riba secara bahasa adalah tambahan, dari firman Allah “ Kemudian apabila Kami turunkan air (hujan) diatasnya hiduplah bumi itu dan subur “ (Qs. Alhajj : 5) yaitu tambahan.
Adapun secara syar’i : Tambahan didalam akad antara sesuatu yang mewajibkan didalamnya kesamaan (timbangan/takaran –penj) dan adanya tempo didalam akad antara sesuatu yang wajib didalamnya serah terima ditempat “ ( Al Qaulul Mufiid ala Kitabit Tauhid : 320)

Dijelaskan bawasanya riba ada beberapa macam :

1. Riba Dain (riba dalam hutang) Riba ini disebut juga riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang dilakukan pada masa jahiliyah. Dan riba jenis ini ada dua bentuk.

Pertama : Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo. 

Misalnya : Si A punya hutang kepada si B 10 juta dengan tempo tiga bulan, saat jatuh tempo si A tidak bisa bayar, sehingga temponya ditambah dengan menambah hutangnya menjadi 11 juta.

Kedua : Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad

Misalnya : Si A hendak berhutang kepada si B. maka si B mensyaratkan diawal akadnya (ketika mau hutang) : kamu saya hutangi 10 juta dengan tempo 3 bulan dengan syarat diganti 11 juta. Hal ini seperti yang banyak terjadi di bank-bank kovesional.

2. Riba Nasi’ah (tempo)

Yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima ditempat). Yaitu pada barang-barang yang terkena hukum riba. Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam  bersabda :
“ Emas dengan emas, perak dengan perak, bur (suatu jenis gandum -penj) dengan bur, sya’ir (suatu jenis gandum -penj)  dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam harus sama (timbangannya), serah terima ditempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau meminta tambah maka dia telah terjatuh kedalam riba, yang mengambil dan yang memberi dalam hal ini sama “ (HR. Muslim dari Abu Said Al Khudri Radiyallahu ‘anhu)

Contoh untuk riba nasi’ah :

Tidak boleh menjual atau menukar (barter) 2kg garam dengan 1kg kurma, secara nasi’ah (tempo), harus serah terima ditempat. Tapi boleh tafadhul (selisih timbangan) karena berbeda jenis tidak disyaratkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan).

3. Riba fadhl (tambahan)

Yaitu adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan tamatsul (sama) secara syar’i.
Contoh untuk riba fadhl :
Tidak boleh seseorang menukar 1 kg garam dengan dengan satu 1 1/2 kg garam, ini namanya riba fadhl. Karena garam termasuk perkara yang diwajibkan secara syar’i tamatsul (kesamaan timbangan) maka tidak boleh adanya tafadhul (selisih timbangan)
Itulah penjelasan sederhana dari bahaya makan dari hasil harta riba dan macam-macam riba, semoga penjelasan ini bermanfaat untuk kaum muslimin. Semoga Allah menjauhi kita dan kaum muslimin dari bahaya riba.

Jumat, 12 Desember 2014

Perkembangan Syiah di Indonesia



Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun 2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni; bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun anehnya di Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima dengan welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian Corner yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/ 27 Maret 2009.
Rektor UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar rupiah, di antaranya Iranian Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang terhadap Islam Sunni, maka barangkali mau mengingat Allah, mengakui bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan kesesatan dan penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah tidak besar madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai Universitas Muhammadiyah itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya buku-buku dari Iran, sedang buku-buku dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun 1995-an. Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika Menteri Agama yang lalu, dr Tarmidzi Taher, datang ke kampus Universias Muhammadiyah Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah Hidayatullah April 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta (alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red) Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah (?). Tampaknya Muhammadiyah ini tidak kapok-kapoknya. Dulu yang menyambut baik kedatangan aliran sangat sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau belakangan mengakui kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan Ahmadiyah. Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh generasi belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah bersama Muslimin yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah dibubarkan. Bahkan sebagian orang Muhammadiyah tampak bersuara membela. Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya, justrunyerempet-nyerempet hal yang tidak berguna, dan mengandung masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar Muhammadiyah di Jogjakarta mendatang, akan dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal dengan mempercayakan sebagai supervisinya kepada sutradara yang sedang bermasalah dengan Ummat Islam yakni Hanung Bramantyo. Acara itu sebagai berikut:
Menandai kesiapan Kota Jogja menyambut kegiatan akbar itu, 18 Juli mendatang, panitia akan menggelar pagelaran kolosal Langen Carita dengan tema ”Sumunaring Surya Cahyaning Nagari”.
Rencananya, gelaran itu akan disajikan di Stadion Mandala Krida dengan melibatkan 3.000 pemain dari beberapa kelompok masyarakat. “Selain siswa-siswa SD, SMP,dan SMA, juga diikuti ortom Muhammadiyah diantaranya , IRM, IPM, Tapak Suci, Hisbul Wathan, Aisyiyah, NA, AMM, Pemuda Muhammadiyah,” terang Ketua Pelaksana Kegiatan Herman “Doddy” Isdarmadi.
Masyarakat, lanjut dia, juga akan diundang dalam acara ini. Setidaknya akan ada 60 ribu audience yang diundang. Kepada peserta diwajibkan berpakaian santri zaman dulu. Dalam pergelaran itu, akan digambarkan perjalanan Muhammadiyah. Pagelaran ini disutradarai Harsoyo dengan supervisi Hanung Bramantyo. (Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Sementara itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik kesuksesan film Ayat-ayat Cinta. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan Ayat-ayat Cinta mencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena itu, Hanung pun bergegas membuat film Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar hutangnya, dengan membuat film yang turut memperjuangkan tema-tema feminisme yang content-nya sejalan dengan materi perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam bahasa sederhana, Hanung didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung –kalu berdaya nalar yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film Perempuan Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang pernah diterbitkan oleh Yayasan Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia, Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999. Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur penting bagi International Center for Islam and Pluralism (ICIP). Antara lain donasi yang pernah disalurkan Ford Foundation kepada ICIP adalah berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$ 1,000,000), yang ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent and adult Muslims in poor communities to continue their secular education. (Kursus jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan orang Islam dewasa yang berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama di pondok-pondok pesantren, juga aktif menyebarkan paham kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah Syai’i Anwar.
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat filmPerempuan Berkalung Sorban ini adalah mereka yang selama ini aktif membela-bela kesesatan, antara lain Musdah Mulia. Sebagai aktivis kesetaraan gender, Musdah tidak setuju dengan seruan boikot yang dikumandangkan Ali Mustafa Yakub. Karena, menurut Musdah, film Perempuan Berkalung Sorban justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan mengatas-namakan agama. (nahimunkar.com,February 10, 2009 8:46 pm admin Artikel,Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran, kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti ditulis MajalahHidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak gereja. (lihat nahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja, January 15, 2009 3:51 am admin Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H, al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat Masjid At-Taqwa di Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan akan diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu menghadirkan seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama), Said Agil Siraj. Namun acara itu tetap diselenggarakan dengan dialihkan ke Keraton Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah dengan adanya pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari adalah orang yang tidak mau adanya Haul (peringatan tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf Hasyim) putera Hasyim Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya (Hasyim Asy’ari) memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang, generasi belakangan, justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan berbau-bau Syi’ah lagi. Ini mestinya dari kalangan NU perlu meluruskannya kembali, agar tidak semakin kebablasan. Yakni bid’ah plus aliran sesat, itu saja Syi’ah ini adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi Ulama Sunni, menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di Indonesia justru lembaga-lembaga perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah mendirikan Iranian Corner di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya yang justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak mengais-ngais proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah bahwa ada tradisi-tradisi NU yang dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Semoga Allah menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin menegakkan agama-Nya yang bersifat memberantas kesesatan, apalagi induk kesesatan yang membenci kebenaran. Dan semoga Allah menghindarkan Muslimin yang teguh dari aneka bujukan dan rayuan para penyesat yang kini di Indonesia merasa mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI, perguruan tinggi Islam, ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya.

Biodata Ta’aruf



Banyak yang masihhh bingung kalo diminta Biodata sama Murrabi…
tentang data pribadi yang lengkap,, apalagi kalo tujuannya untuk ta’aruf ^_^
Karena ternyata, Biodata untuk ta’aruf itu harus bener2 jelas dan terperinci…
Hmmmm… mungkin contoh di bawah ini bisa dijadiin referensi u/ yang mau dan akan menjalani  proses ta’aruf^_^v
Sebelumnya, mw share dikit tentang ta’aruf … Ta’aruf tuh apaan siiih????
Taaruf adalah proses pengenalan tanpa pacaran dengan tujuan untuk menikah dan Membangun keluarga yang sakinah, mawadah, n warahmah. nah untuk mencapai tujuan itu kamu juga harus mengawalinya juga dengan cara yang baik/ahsan. tuk menjawab keinginan kamu itu Islam sudah memberikan jalan keluarnya. yaaa ta’aruf itu…
Dalam surat cintanya, Alloh menganjurkan kita untuk saling ta’aruf,
(Surat Al Hujuraat ayat 13) ” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “
Biasanya ta’aruf itu hanya 3-6 bulan. Ko dibatasinn?
karena di khawatirkan klo lebih dari itu bisa aja tujuan kamu tuk menikah menjadi sirna atau malah bisa terjerumus ke yang namanya pacaran, semakin lama kamu berinteraksi dengan si dia semakin rentan kebersihan hatimu.
Apa aja yg harus disiapkan??
  • Mental
  • Finansial
  • Ilmu
  • Perantara ta’aruf
  • Kriteria
  • Komunikasi yang baik dg Keluarga besar
Pertanyaan yang sering dilontarkan dalam ta’aruf :
1. Tujuan menikah, coba pikirkan kira2 apa jawaban kmu atas pertanyaan tsb.
2. Pemahaman ttg agama/Tsaqofah Islamiyah,
3. Pengenalan thp Allah, Rasulallah &Al Quran
4. Masa2 sulit & cara menyikapinya
5. Bagaimana sikapnya jika tidak suka thp sesuatu
6. Tugas suami/istri
7. Jika istri bekerja mana yang lebih penting
8. Cara mengelola keuangan(pertanyaan buat akhwat)
9. Semangat meraih maisyah(pertanyaan buat ikhwan)
dll…..
(Untuk penjelasan lebih lanjut.. bisa baca buku yang satu ini ,,Penulisnya Leyla Imtichanah “Ta’aruf Kereen Pacaran Sorry Men!” Penerbitnya Lingkar pena publishing)
Contoh Biodata Ta’aruf
Data Pribadi
Nama Lengkap
Nama Panggilan
Tempat & Tanggal Lahir
Tinggi Badan
Berat Badan
Pekerjaan
Agama
Suku
Status
Status dalam keluarga
Nama Ayah
Nama Ibu
Alamat
Hobby
Telepon
HP
Email
FB
Twitter
Web
Riwayat Pendidikan
Diklat dan Training
Pengalaman Berorganisasi
Pengalaman Kepanitiaan
Pengalaman Kerja
Lebih Jauh tentang saya…… Ini misalnya yaaaaa ^_^
TENTANG SAYA
Makanan favorit Rendang, bakso, soto ayam, salad, ice cream
Minuman favorit Susu coklat, juice buah
Hal yang disuka Diperhatiin, Diajari dan dimengerti
Hal yang tidak disuka Di bohongin, Dicuekin, Dibentak/dimarahin
 Karakter (+) Pengertian, jujur, suka dengan hal yang baru, mudah bersosialisasi, rajin
 Karakter (-) Mudah terpengaruh, manja, suka keras kepala
Riwayat penyakit Alhamdulillah ga ada
Afiliasi Tarbiyah
KELUARGA SAYA
Ayah
Ibu
Kakak
Adik
KEBIASAAN SAYA SEHARI-HARI
Makan
Minum
Sholat
Tilawah
Tidur
VISI DAN MISI PERNIKAHAN SAYA
Visi Menjadikan pernikahan sebagai kunci gerbang untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat dan untuk mencapai tingkatan ketaatan kepada Allah SWT
Misi -         Berusaha menjadi pribadi yang sholihah, cerdas dan dewasa agar dapat membina keluarga yang bahagia-         Memperdalam ilmu agama dan duniawi sebagai bekal dalam perjalanan rumah tangga nanti-         Memperbanyak menerima nasihat dari orang2 yang sudah berpengalaman dalam rumah tangga -         Mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk masa depan
KRITERIA CALON SUAMI
Kriteria non fisik

Kriteria fisik

RENCANA SAYA PASCA PERNIKAHAN
Rumah tangga

Keturunan

Pekerjaan

Tempat tinggal

DATA TAMBAHAN
Kira-kira begituuuu….. sukses ya yang mw coba bikin biodata ta’aruf..
Harus diperhatikan.. bahwa data yang dibuat adalah data sebenarnya tanpa melebih2kan.. karena disini kita tidak sedang mencari kesempurnaan tapi mencari keridhoan Allah

tujuh-hal-yang-perlu-diketahui-seputar-biodata-atau-cv-taaruf



“Dan nikahkanlah orang-orang yang membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan Karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur 24: 32)
Anjuran dalam Islam bukan hanya ‘menikahlah’, tapi juga ‘nikahkanlah’, bisa dalam bentuk orang tua yang menikahkan anaknya, maupun orang di sekitar si bujangan/gadis tersebut yang membantu si bujangan/gadis untuk menemukan pasangannya. Ikhtiar mempertemukan si bujangan/gadis dengan pasangannya melalui aktivitas ta’aruf pranikah (dalam tulisan ini saya tulis ‘ta’aruf’ saja), bisa memakai bermacam-macam metode, salah satunya adalah dengan proses tukar menukar biodata/CV ta’aruf.
Berikut ini 7 hal yang perlu diketahui seputar biodata/CV ta’aruf tersebut:
1. Manfaat Biodata/CV Ta’aruf
Biodata/CV ta’aruf berfungsi sebagai pertimbangan awal sebelum melanjutkan proses ta’aruf. Bagi rekan-rekan yang memiliki kesulitan dalam penyampaian profil diri secara lisan dalam ta’aruf secara langsung (face to face) tentunya metode ini akan sangat membantu. Pemilik biodata bisa mendeskripsikan dirinya secara lengkap dalam tulisan di biodata tersebut sehingga terlihat gambaran profil dirinya. Tidak perlu bicara panjang lebar, cukup dituliskan dalam beberapa lembar biodata.
Seseorang yang apabila setelah membaca dan mempertimbangkan profil biodata ta’aruf ini sudah tidak ada kecocokan, maka tidak perlu berlanjut prosesnya ke ta’aruf ‘face to face’. Apabila tidak cocok dengan profil yang tertulis di biodata akan lebih mudah memutuskan untuk tidak lanjut proses karena sama sekali tidak mengenal secara personal (kecuali sudah sama-sama kenal sebelumnya). Beda rasanya apabila sudah bertemu dan berkomunikasi secara langsung sebelumnya, kemungkinan akan ada rasa ‘tidak enak’ untuk memutuskan dan akan ada rasa canggung pada interaksi setelahnya.
2. Mediator/perantara Proses Tukar Menukar Biodata
Agar lebih terjaga, proses tukar menukar biodata ta’aruf tak lepas dari adanya mediator/perantara. Kalaupun tidak menginginkan adanya perantara dalam proses,  setidaknya ada orang yang menjadi pendamping yang berfungsi sebagai ‘orang ketiga’ dalam proses ta’aruf yang dijalani.
Dari Jabir Bin Samurah Radhyallahu’anhu, dari Rasulullah bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, karena syaitan akan menjadi ketiganya” (Hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzi)
Bagi seorang akhwat, ayah/walinya-lah yang sebaiknya menjadi mediator/perantara proses tersebut, karena menjadi tugasnya untuk mencarikan sosok yang terbaik bagi putrinya. Namun karena satu dan lain hal, tak sedikit orang tua yang akhirnya memberikan amanah ke sang anak untuk mencari sendiri si calonnya, alternatifnya bisa minta bantuan saudara, guru ngaji, sahabat dekat, atau pihak lain yang tepercaya untuk menjadi mediator.
Mediator ta’aruf sebaiknya yang sudah menikah, dapat dipercaya, dan tahu adab-adab dalam ta’aruf. Dengan pengalaman ta’aruf yang sudah dijalani sang mediator diharapkan bisa mengarahkan ta’aruf agar sejalan  dengan syariat, juga memberikan saran dan solusi seandainya ada masalah selama proses berjalan. Apabila sudah memiliki guru ngaji sendiri tentunya perlu diprioritaskan karena yang bersangkutan adalah pihak yang tentunya mengetahui banyak hal mengenai pribadi binaannya setelah pihak keluarga, namun apabila belum punya maka bisa minta bantuan pihak lainnya untuk menjadi mediator.
Lalu, bagaimana bila mediatornya belum menikah? Saya sarankan dijadikan pilihan terakhir saja, asalkan masih mahramnya, dapat dipercaya, tahu adab-adab dalam ta’aruf, dan tentunya tidak ‘lintas gender. Misalnya seperti ini:
– Kakak laki-laki yang belum menikah menjadi mediator ta’aruf adik perempuannya dengan seorang ikhwan.
– Adik perempuan yang belum menikah menjadi mediator ta’aruf kakak laki-lakinya dengan seorang akhwat.
Dengan demikian tidak ada kemungkinan seseorang yang diperantarai justru pada akhirnya malah berproses dengan perantaranya, yang tentunya dapat meninggalkan prasangka buruk bagi pihak lain yang diperantarai.
3. Format Biodata/CV Ta’aruf
Ada banyak format biodata/CV ta’aruf yang bisa digunakan, isiannya pun beragam sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Bisa berupa Data pribadi, Riwayat pendidikan, Pengalaman organisasi, Pengalaman kerja, Profil diri dan keluarga, Kebiasaan sehari-hari, Visi dan misi pernikahan, Kriteria calon pasangan, Rencana pasca pernikahan, dan lain-lain. Di akhir biodata, tambahkan juga pernyataan semisal: ‘Demi Allah, saya menyatakan bahwa informasi yang saya sampaikan di biodata ini adalah informasi yang sebenar-benarnya” sebagai sumpah dengan nama Allah bahwa data-data yang ada di biodata tersebut valid dan dapat dipercaya.
Contoh format biodata/CV Ta’aruf yang biasa saya gunakan dapat di-download di link ini: www.biodata.myQuran.net. Biodata dalam bentuk softcopy akan lebih mudah diproses karena bisa saling ditukarkan lewat email mediator, dan membutuhkan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan tukar menukar biodata dalam bentuk hardcopy.
4. Data-data Pribadi Tidak Disampaikan
Saat proses tukar menukar biodata, tidak semua data yang ada di format biodata tersebut disampaikan secara langsung. Beberapa data yang belum perlu disampaikan di antaranya Nama Lengkap (bisa dituliskan dengan inisial, atau tidak dicantumkan sama sekali), Alamat Lengkap (cukup ditulis setingkat kabupaten/kotamadya & propinsi), Info Kontak Pribadi (Nomor HP, alamat email, website pribadi, Facebook, dll.), dan data-data lain yang sekiranya mudah ditelusuri.
Data-data pribadi hanya boleh diketahui mediator ta’aruf. Nama pemilik biodata & data-data pribadi lain tidak disampaikan dulu demi menjaga privasi si pemilik biodata, dan menutup celah komunikasi langsung
antara kedua belah pihak yang berta’aruf karena membaca informasi yang tertulis jelas di biodata. Dengan demikian hal-hal negatif yang dapat timbul akibat komunikasi secara langsung dapat dihindarkan, semua proses dan komunikasi tetap dalam pantauan mediator.
5. Biodata Akhwat Disampaikan Terlebih Dulu
Saat proses tukar menukar biodata, biodata akhwat sebaiknya disampaikan dulu ke pihak ikhwan tanpa sepengetahuan pihak akhwat, baru kalau pihak ikhwan cocok maka biodata pihak ikhwan disampaikan ke pihak akhwat. Pertimbangannya karena karakter ikhwan yang lebih ‘tegar’ bila menerima ‘penolakan’ dibanding bila pihak akhwat yang menerima penolakan, sehingga posisi ‘penolak’ ada di sisi akhwat.
Apabila disampaikan secara bersamaan/pihak akhwat melihat duluan, tentunya akan mengecewakan bagi si akhwat apabila beliau merasa cocok dan berharap bisa lanjut, namun di sisi ikhwan merasa tidak cocok dengan profil si akhwat. Karena itu, biodata yang diajukan ke pihak akhwat adalah biodata ikhwan yang memang sudah cocok dengan profil si akhwat, tinggal pihak akhwat yang giliran mempertimbangkannya. Terkecuali bila pihak akhwat yang memang menginginkan untuk melihat biodata ikhwan terlebih dulu dan siap menerima apapun jawaban pihak ikhwan, maka urutan penyampaian biodata bisa diubah.
6. Biodata Diproses Satu-satu
Dalam mengemban amanahnya, tak jarang seorang mediator mendapat banyak biodata ta’aruf yang perlu diproses. Request ta’aruf yang masuk pun tidak sedikit, sehingga mediator perlu memastikan bahwa tidak ada ‘proses ganda’ dalam tukar menukar biodata tersebut. Saat salah satu biodata diproses, maka biodata tersebut tidak bisa diproses dengan yang lainnya hingga ada konfirmasi cocok/tidaknya si pe-request dengan biodata tersebut. Apabila satu biodata diproses ke tiga pihak sekaligus dan ternyata ketiga-tiganya cocok dengan biodata tersebut tentunya akan membingungkan mediator, mana yang diprioritaskan. Karena itu, biodata diproses satu-satu untuk menghindarkan kekecewaan salah satu pihak karena biodata yang dirasa cocok ternyata diproses juga dengan rekan yang lain.
7. Tindak Lanjut Proses
Biodata ta’aruf berfungsi sebagai pertimbangan awal sebelum lanjut proses ta’aruf, dan tentunya akan ada proses lanjutan setelah kedua belah pihak sama-sama cocok dengan biodata pihak lain. Seperti halnya tahapan dalam seleksi perusahaan, seleksi CV pelamar pekerjaan ada di tahap awal, setelah lolos seleksi CV baru lanjut ke tahap wawancara oleh perusahaan maupun tes-tes tambahan lainnya. Demikian juga peran biodata dalam proses ta’aruf, fungsinya sebagai pertimbangan awal saja dan tentunya perlu proses lanjutan untuk lebih mengetahui profil kedua belah pihak.
Setelah kedua belah pihak sama-sama cocok dengan biodata masing-masing, kedua belah pihak dapat diberikan kesempatan untuk bertanya jawab terlebih dulu lewat email dengan perantara email mediator untuk lebih memantapkan hati, karena tak jarang dari diskusi dan tanya jawab lewat email ini ada ketidakcocokan yang dirasakan masing-masing pihak. Bila memang sudah sama-sama yakin maka bisa dilanjutkan ta’aruf langsung dengan pendampingan mediator sebagai sarana melihat fisik masing-masing secara langsung sekaligus sebagai sarana diskusi dan tanya jawab lebih lanjut sesuai anjuran Nabi Muhammad SAW.
Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bahwasannya beliau melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad SAW pun berkata kepadanya “Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan di antara kalian berdua.”
Beberapa hal yang perlu diperhatikan seputar Proses Ta’aruf Offline sebagai lanjutan dari proses ta’aruf dengan tukar menukar biodata di atas (saya menyebutnya Proses Ta’aruf Online) insya Allah akan saya sampaikan dalam tulisan terpisah.