Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun 2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama Sunni yang dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama Sunni,
Masjid-masjid Sunni; bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/referensi) Sunni
pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun anehnya di Indonesia, perguruan
tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima dengan welcome
terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah memiliki 12 Iranian
Corner di perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah di
Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi Islam di
Indonesia yang berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah dimusnahkan
oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian Corner yaitu di UMJ (Universitas
Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya tanggul Situ
Gintung di Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir
1430H/ 27 Maret 2009.
Rektor UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar
rupiah, di antaranya Iranian Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang
terhadap Islam Sunni, maka barangkali mau mengingat Allah, mengakui
bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan kesesatan dan
penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun
Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah
tidak besar madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai
Universitas Muhammadiyah itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan
rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya buku-buku dari Iran,
sedang buku-buku dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun
1995-an. Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika Menteri Agama
yang lalu, dr Tarmidzi Taher, datang ke kampus Universias Muhammadiyah
Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut
Majalah Hidayatullah April 2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Universitas Muhammadiyah Jakarta (alhamdulillah Iranian Corner di UMJ
ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red) Universitas
Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang
satu UIN, yang dua Muhammadiyah (?). Tampaknya Muhammadiyah ini tidak
kapok-kapoknya. Dulu yang menyambut baik kedatangan aliran sangat sesat,
Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau belakangan mengakui
kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan Ahmadiyah.
Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh generasi
belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah
bersama Muslimin yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah
dibubarkan. Bahkan sebagian orang Muhammadiyah tampak bersuara membela.
Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya,
justrunyerempet-nyerempet hal yang tidak berguna, dan mengandung
masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar Muhammadiyah di
Jogjakarta mendatang, akan dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal
dengan mempercayakan sebagai supervisinya kepada sutradara yang sedang
bermasalah dengan Ummat Islam yakni Hanung Bramantyo. Acara itu sebagai
berikut:
Menandai kesiapan Kota Jogja menyambut kegiatan akbar itu, 18 Juli
mendatang, panitia akan menggelar pagelaran kolosal Langen Carita dengan
tema ”Sumunaring Surya Cahyaning Nagari”.
Rencananya, gelaran itu akan disajikan di Stadion Mandala Krida dengan
melibatkan 3.000 pemain dari beberapa kelompok masyarakat. “Selain
siswa-siswa SD, SMP,dan SMA, juga diikuti ortom Muhammadiyah diantaranya
, IRM, IPM, Tapak Suci, Hisbul Wathan, Aisyiyah, NA, AMM, Pemuda
Muhammadiyah,” terang Ketua Pelaksana Kegiatan Herman “Doddy” Isdarmadi.
Masyarakat, lanjut dia, juga akan diundang dalam acara ini. Setidaknya
akan ada 60 ribu audience yang diundang. Kepada peserta diwajibkan
berpakaian santri zaman dulu. Dalam pergelaran itu, akan digambarkan
perjalanan Muhammadiyah. Pagelaran ini disutradarai Harsoyo dengan
supervisi Hanung Bramantyo. (Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Sementara itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik
kesuksesan film Ayat-ayat Cinta. Sebagian besar dari mereka adalah
perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan Ayat-ayat Cinta
mencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena
itu, Hanung pun bergegas membuat film Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar
hutangnya, dengan membuat film yang turut memperjuangkan tema-tema
feminisme yang content-nya sejalan dengan materi perjuangan para
liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam bahasa sederhana, Hanung
didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung –kalu berdaya nalar
yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film Perempuan Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel karya Abidah El
Khalieqy yang pernah diterbitkan oleh Yayasan Kesejahteraan Fatayat dan
the Ford Foundation. Menurut Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur
mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia, Ford Foundation pernah
ikut menerbitkan sebuah buku berjudul Gagasan Islam Liberal di
Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi,
Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama
antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999. Buku tersebut
aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan
pemikiran liberal di kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur
penting bagi International Center for Islam and Pluralism (ICIP). Antara
lain donasi yang pernah disalurkan Ford Foundation kepada ICIP adalah
berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$ 1,000,000), yang
ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent
and adult Muslims in poor communities to continue their secular
education. (Kursus jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan
orang Islam dewasa yang berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan
pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama
di pondok-pondok pesantren, juga aktif menyebarkan paham kesetaraan
gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah Syai’i Anwar.
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat filmPerempuan Berkalung
Sorban ini adalah mereka yang selama ini aktif membela-bela kesesatan,
antara lain Musdah Mulia. Sebagai aktivis kesetaraan gender, Musdah
tidak setuju dengan seruan boikot yang dikumandangkan Ali Mustafa Yakub.
Karena, menurut Musdah, film Perempuan Berkalung Sorban justru
mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan
mengatas-namakan agama. (nahimunkar.com,February 10, 2009 8:46 pm admin
Artikel,Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra
Islam).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki
lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center),
berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah
didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada
orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah
yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC
itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI
–Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan rector
IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang
tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem
penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga
sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar
al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk
berkunjung ke Iran, kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap
perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan principal dan sebagainya.
Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah
pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan
kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia
berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik
ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda
untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an
mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada
200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun
mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti ditulis
MajalahHidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham
Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga
pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi
di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff
yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan
Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan
Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus
wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM
Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan
43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di
tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat
kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar
dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr,
hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah
telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah
Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak
gereja. (lihat nahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja,
January 15, 2009 3:51 am admin Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H,
al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat Masjid At-Taqwa di
Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan akan
diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu
menghadirkan seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama), Said Agil Siraj.
Namun acara itu tetap diselenggarakan dengan dialihkan ke Keraton
Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah dengan adanya
pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari
adalah orang yang tidak mau adanya Haul (peringatan tahunan orang
meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf Hasyim) putera Hasyim Asy’ari
sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya (Hasyim Asy’ari)
memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang, generasi belakangan, justru
bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan berbau-bau Syi’ah lagi.
Ini mestinya dari kalangan NU perlu meluruskannya kembali, agar tidak
semakin kebablasan. Yakni bid’ah plus aliran sesat, itu saja Syi’ah ini
adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi
Ulama Sunni, menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan
kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di Indonesia justru lembaga-lembaga
perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah mendirikan Iranian Corner
di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya yang
justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak
mengais-ngais proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah
bahwa ada tradisi-tradisi NU yang dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar