Rabu, 26 Juni 2013

KEUTAMAAN TAUHID




Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah (penulis Syarah Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah) mengatakan,“Ketahuilah.

             Tauhid merupakan seruan pertama dakwah para rasul. Ia adalah fase perjalanan pertama dan maqam awal yang harus dipijak oleh seorang yang menempuh jalan menuju Allah ‘azza wa jalla.

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Dia menyerukan ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang hak) bagi kalian selain Dia’”.QS. Al-A’raaf  : 59.

Huud ‘alaihis salam mengatakan kepada kaumnya,

Sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang hak) bagi kalian selain Dia . QS. Al A’raaf  : 65.
Shalih ‘alaihis salam mengatakan kepada kaumnya,

“Sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang hak) bagi kalian selain Dia. QS Al- A’raaf : 73

Tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum engkau melainkan Kami telah wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak kecuali Aku. Maka sembahlah Aku saja”. QS Al Anbiya : 25

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Aku diperintahkan untuk memerangi seluruh manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”

            Oleh sebab itu maka sesungguhnya pendapat yang benar ialah yang menyatakan bahwa kewajiban pertama yang ditanggung oleh setiap hamba adalah bersaksi la ilaha illallah, sehingga tauhid itulah kewajiban yang pertama. Bahkan dia juga menjadi kewajiban terakhir. Hal ini sebagaimana tercantum dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Barangsiapa yang perkataan terakhirnya la ilaha illallah pasti masuk surge.

BUAH TAUHID


         Ibnul Qayyim mengatakan,Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jamjam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah
buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (hari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surge yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu.

           Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.”




TAUHID DI ATAS SEGALA-GALANYA.


           Kepentingan manusia untuk bertauhid sungguh jauh berada di atas kepentingan mereka terhadap makanan, minuman atau tempat tinggal. Kalau seseorang tidak makan atau minum, akibat terburuk yang dialami hanyalah sekedar kematian. Namun, kalau seseorang tidak bertauhid barang sekejap saja dan pada saat itu dia meninggal dalam keadaan musyrik, maka siksaan yang kekal di neraka sudah siap menantinya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya),”Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah (dalam beribadah) maka sungguh Allah telah mengharamkan atasnya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka…” QS. Al Ma’idah  : 72.

         Bahkan amalnya yang bertumpuk-tumpuk selama hidup pun akan menjadi sia-sia apabila di akhir hidupnya dia telah berbuat syirik kepada Rabb-nya dan belum bertaubat darinya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya)

,Sungguh, jika kamu berbuat syirik, akan lenyaplah semua amalmu, dan kamu pasti akan tergolong orang yang merugi.” QS. Az Zumar  : 65

           Terkait dengan pentingnya tauhid ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,“Ketahuilah, sesungguhnya kebutuhan hamba untuk senantiasa beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya merupakan kebutuhan yang tak tertandingi oleh apapun yang bisa dianalogikan dengannya. Akan tetapi dari sebagian sisi ia bisa diserupakan dengan kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman. Di antara keduanya sebenarnya terdapat banyak sekali perbedaan.

           Karena sesungguhnya jati diri seorang hamba terletak pada hati dan ruhnya. Padahal, tidak ada kebaikan baginya (hati dan ruh) kecuali dengan (pertolongan) Tuhannya, yang tiada ilah (sesembahan) yang haq selain Dia. Sehingga ia tidak akan bisa merasakan ketenangan kecuali dengan mengingat-Nya
.

          Seandainya seorang hamba bisa memperoleh kelezatan dan kesenangan dengan selain Allah maka hal itu tidak akan terus menerus terasa. Akan tetapi ia akan berpindah dari satu jenis ke jenis yang lain, dari satu individu ke individu yang lain. Adapun tuhannya, maka dia pasti membutuhkan-Nya dalam setiap keadaan dan di setiap waktu. Di mana pun dia berada maka Dia (Allah) senantiasa menyertainya.”

HIKMAH PENCIPTAAN.


          Kalaulah kita mau merenungkan untuk apa kita diciptakan di alam dunia ini niscaya kita akan memahami betapa agung kedudukan tauhid dalam hidup ini. Allah ta’ala berfirman yang artinya,

”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyat  : 56.

        Makna beribadah kepada Allah di sini adalah mentauhidkan Allah.

         Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan,”Ketahuilah, semoga Allah membimbingmu untuk taat kepada-Nya; sesungguhnya hakekat Al Hanifiyah yaitu agama yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim adalah engkau beribadah kepada Allah dengan ikhlas dalam melakukan ketaatan (tidak berbuat syirik)

              Dan dengan hal itulah Allah memerintahkan seluruh manusia dan untuk itulah Allah menciptakan mereka semua...”

             Imam Al Baghawi meriwayatkan di dalam tafsirnya bahwa Ali bin Abi Thalib menafsirkan ayat ini : (tidaklah mereka diciptakan) melainkan untuk Aku perintah beribadah kepada-Ku dan Ku-seru mereka untuk menyembah-Ku.

            Tafsiran Ali ini didukung oleh firman Allah 'azza wa jalla,"Dan tidaklah mereka disuruh melainkan untuk beribadah kepada ilah yang esa." QS. At Taubah  :
31.

             Beliau (Imam Al Baghawi) juga membawakan riwayat dari Mujahid yang menafsirkan ayat ini dengan (tidaklah mereka diciptakan) melainkan supaya mereka mengenal-Ku. Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazaa'iri mengatakan bahwa makna ‘supaya mereka beribadah kepada-Ku’ ialah 'Aku ciptakan mereka supaya tunduk beribadah kepada-Ku, maka barangsiapa yang beribadah kepada-Ku maka akan Aku muliakan, dan barangsiapa yang meninggalkan ibadah kepada-Ku maka akan Aku hinakan.' Imam Ibnu Katsir berkata : Tidaklah mereka Aku (Allah) ciptakan kecuali untuk Kuperintah beribadah kepada-Ku, bukan karena kebutuhan diri-Ku kepada mereka.

           Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan mengatakan : Ayat yang agung ini telah menerangkan hikmah penciptaan jin dan manusia yaitu untuk beribadah. Karena sesungguhnya Allah jalla wa 'ala tidaklah menciptakan makhluk kecuali untuk Allah perintahkan beribadah….

MISI DAKWAH PARA RASUL.


           Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata,”Tauhid merupakan perkara paling agung yang diperintahkan Allah disebabkan ia menjadi pondasi seluruh ajaran agama. Oleh karena itu dengan tauhid lah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dakwahnya mengajak kepada agama Allah, demikian juga beliau memerintahkan utusan dakwahnya supaya memulai dakwah dengan perkara ini.”

           Dan tidaklah salah jika kita katakan bahwa sesungguhnya dakwah tauhid adalah dakwah paling pertama dan paling penting yang diserukan oleh semua Rasul. Syaikh Shalih Al Fauzan berkata,“Semua Rasul mengatakan seruan pertama kali yang ditujukan kepada kaumnya yaitu,Sembahlah Allah, tidak ada bagi kalian satu sesembahan pun (yang haq) selain Dia (QS. Al A’raaf  ayat 59, 65, 73 dan 85), seruan itulah yang dikatakan oleh Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh nabi kepada kaum mereka”

SYARI’AT ISLAM NOMOR WAHID.


           Tauhid tidak layak untuk dikesampingkan. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam saja orang yang paling bijak dalam berdakwah tidak memerintahkan da’i utusannya untuk mendakwahkan tetek bengek ajaran syari’at sebelum dakwah tauhid ditegakkan. Hal ini dikisahkan oleh Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma.

            Beliau menceritakan,”Ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpesan,”Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu
kaum dari kalangan Ahli Kitab. Hendaknya perkara yang pertama kali engkau dakwahkan adalah supaya mereka mentauhidkan Allah...”
HR. Al Bukhari dan Muslim.

            Di dalam riwayat Muslim dengan lafazh,"Hendaknya perkara paling pertama yang harus engkau sampaikan kepada mereka adalah ibadah kepada Allah." Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah di sini adalah bertauhid.

           Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali menjelaskan,”Hadits ini menjelaskan langkah-langkah dakwah yang wajib ditempuh oleh seorang da’i yang (mengajak orang) kepada (agama) Allah. Perkara pertama yang harus didakwahkan terlebih dulu adalah dakwah (mengajak umat manusia) kepada tauhid, beribadah kepada Allah saja serta menjauhi kesyirikan; yang kecil maupun yang besar. Dan hal itu akan terwujud dengan mewujudkan syahadat laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadar Rasulullah. Maksud dari syahadat ini adalah segala macam ibadah harus dipersembahkan kepada Allah saja, tidak ada sesuatupun selain-Nya yang berhak untuk mendapatkannya barang sedikitpun. Entah dia malaikat yang dekat, Nabi yang diutus, orang shalih, batu, pohon, matahari, ataupun bulan.”


SELURUH AL QUR’AN BERBICARA TENTANG TAUHID!



         Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah mengatakan,

         Mayoritas isi surat-surat yang ada di dalam Al Qur’an mengandung kedua macam tauhid tersebut, bahkan seluruh surat yang ada di dalam Al Qur’an demikian. Hal itu disebabkan isi Al Qur’an terkadang berbicara tentang Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Inilah kandungan tauhid ilmi khabari (tauhid fil itsbat wal ma’rifah). Bisa juga berbicara tentang seruan supaya makhluk beribadah kepada-Nya saja, tidak boleh ada sekutu bagi-Nya serta mencampakkan segala sesembahan selain Allah. Inilah yang kandungan tauhid iradi thalabi (tauhid fi thalab wal qashd).”
“Dan ia juga berisi perintah dan larangan serta pembebanan kewajiban untuk tunduk dan patuh kepada-Nya. Maka yang demikian itu adalah bagian dari hak tauhid dan penyempurnanya. Ia juga berisi informasi tentang kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang bertauhid. Begitu pula Allah menyebutkan balasan yang mereka dapatkan sewaktu di dunia dan kelak di akherat. Maka itulah balasan atas ketauhidannya. Dan ia juga berisi informasi tentang keadaan yang dialami oleh orang-orang musyrik, hukuman yang mereka terima di dunia serta siksaan yang mereka alami kelak di akherat. Maka itulah hukuman bagi orang-orang yang membangkang dari hukum tauhid.”


INTISARI AJARAN ISLAM.


         Syaikhul Islam mengatakan,Dan telah diketahui dengan pasti suatu prinsip yang termasuk ajaran agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga disepakati oleh seluruh umat yaitu : pokok ajaran Islam dan perintah pertama yang diberikan kepada manusia ialah syahadat la ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah. Dengan itulah seorang kafir berubah menjadi muslim, musuh menjadi teman, yang semula darah dan hartanya boleh diambil berubah menjadi terpelihara darah dan hartanya…”

         Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata, “Simpul ajaran agama (Islam) ada pada dua prinsip :

(1) Kita tidak menyembah kecuali kepada Allah
(2) Dan kita tidak menyembah-Nya kecuali dengan syari’at-Nya, bukan dengan kebid’ahan

Hal ini sebagaimana terkandung dalam firman Allah ta’ala (yang artinya)

Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatupun (berbuat syirik) dalam beribadat kepada Rabbnya. QS Al-Kahfi : 110

         Itulah perwujudan dua kalimat syahadat. Syahadat la ilaha illallah dan syahadat anna Muhammadar Rasulullaah. Pada (syahadat) yang pertama terkandung prinsip ; kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Sedangkan pada (syahadat) yang kedua terkandung prinsip bahwa Muhammad lah utusan-Nya yang menyampaikan wahyu dari-Nya. Oleh sebab itu kita wajib membenarkan beritanya dan mentaati perintahnya…”


FIKIH YANG PALING AGUNG

      
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 



Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, Allah akan menjadikan dia fakih dalam urusan agama HR. Al Bukhari dari sahabat Mu’awiyah radhiyallahu’anhu

             Maka tanda baiknya seseorang adalah ketika dia diberikan kefakihan (kepahaman) dalam masalah agama.

             Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,”Kesimpulan hukum dari hadits ini adalah barang siapa yang tidak mendalami ilmu agama –tidak mempelajari kaidah-kaidah Islam dan cabang-cabang ilmu yang terkait dengannya- maka sesungguhnya dia telah diharamkan untuk mendapatkan kebaikan”

             Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa pengertian fikih dalam syari’at adalah mengetahui hukum-hukum Allah yang berupa akidah ataupun amalan. Maka dalam pengertian syari’at fikih tidaklah hanya terbatas pada urusan amal perbuatan orang yang dibebani syari’at atau hukum amaliyah semata. Akan tetapi, fikih itu juga mencakup hukum-hukum akidah. Bahkan sebagian ulama mengatakan : sesungguhnya ilmu akidah itulah fikih yang terbesar (al fiqhu al akbar). Ini adalah pernyataan yang benar. Sebab anda tidak mungkin bias beribadah dengan benar kepada al ma’bud (Allah)

kecuali setelah mengetahui keesaan-Nya dalam hal rububiyah, nama-nama, sifat-sifat, dan uluhiyah-Nya.

           Kalau tidak demikian, maka bagaimana mungkin anda beribadah kepada sesuatu yang tidak dimengerti ? Oleh sebab itu asas yang pertama adalah tauhid, dan memang pantas ia disebut sebagai fikih yang terbesar


KEADILAN YANG PALING ADIL.


          Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu'adz,"Wahai Mu'adz tahukah engkau apakah hak Allah yang wajib ditunaikan hamba dan hak hamba yang pasti dipenuhi Allah ?" Mu'adz menjawab,"Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui."

Rasulullah bersabda,

"Hak Allah yang wajib ditunaikan hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun."
. HR. Al Bukhari dan Muslim.

           Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata,”Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala memiliki hak yang harus ditunaikan oleh para hamba.
Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka sesungguhnya dia telah terjatuh dalam sikap menyianyiakan hak yang paling agung.”


Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keteranganketerangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan” QS. Al Hadiid  : 25

          Setelah menyebutkan ayat ini, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,"Allah subhanahu wa ta'ala memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al qisth yaitu keadilan.

          Salah satu di antara nilai-nilai keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok terbesar keadilan dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil..”


           Saudaraku, apabila engkau hendak menunaikan hak seseorang tentunya engkau akan melihat siapakah orang yang akan kau tunaikan haknya. Semakin mulia orang itu dalam pandanganmu niscaya haknya pun akan semakin terhormat dan agung di dalam hatimu. Jelas berbeda antara hak guru dengan hak murid, antara hak orang tua dengan hak anak, sebagaimana berbedanya hak penguasa dengan hak rakyatnya. Lalu sekarang bagaimana apabila pemilik hak itu adalah penguasa dan pencipta seluruh alam semesta? Apakah engkau akan menunda-nunda menunaikan haknya? Apakah engkau akan melalaikannya, sementara setiap jengkal bumi dan langit berada di bawah kekuasaan dan pengawasan-Nya?

         Akankah kita lalaikan dan nomor duakan dakwah tauhid? Ataukah dengan sombong kita mengaku telah paham dan pandai tentang tauhid?

         Lihatlah Nabi shallallahu ‘laihi wa sallam. Berapa lama waktu yang beliau butuhkan untuk membina masyarakat Mekkah dalam hal tauhid? Apakah hanya dengan sekali atau dua kali ‘daurah’, atau kuliah agama satu semester? Atau dengan pendidikan setara S-1 selama empat atau lima tahun? Lihatlah. Bukankah untuk membina mereka saja beliau membutuhkan waktu 13 tahun. Tahun-tahun yang panjang dan penuh cobaan, ujian serta tekanan. Sampai-sampai sebagian kaum muslimin ketika itu harus berhijrah ke Ethiopia. Beliau bersihkan akidah paganisme dari kehidupan mereka dan beliau ajarkan akidah tauhid yang mulia.

             Tiga belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Terlebih lagi beliau adalah sosok da’i paling hebat seantero dunia. Bukan itu saja, bahkan beliau adalah seorang Nabi yang malaikat pun siap untuk menimpakan gunung demi membantu dakwahnya. Belum lagi, beliau harus menghadapi keadaan waqi’ (realitas) masyarakatnya yang diselimuti oleh pekatnya kabut kejahiliyahan.

               Lihat pula Abul Anbiya’ (bapak para nabi) Ibrahim ‘alaihis salam, seorang imamul hunafa’ (pemimpin orang-orang yang hanif), seorang pahlawan tauhid yang telah menghancurkan berhala-berhala kaumnya yang oleh karena itu beliau dibakar dengan tungku api yang sangat besar, seorang anak yang sangat menginginkan ayah dan kaumnya mendapatkan hidayah, seorang ayah yang merelakan puteranya untuk disembelih demi menjalankan perintah Dzat yang paling dicintai-Nya (Allah ta’ala), seorang manusia yang telah diangkat sebagai kekasih oleh Ar Rahman yang menguasai seluruh alam semesta. Dengan kedudukan beliau yang begitu tinggi dan mulia ini beliau tetap menaruh perhatian besar terhadap perkara tauhid dan sangat khawatir terseret ke dalam praktek kesyirikan yang telah beliau perangi dengan segenap jiwa dan raganya. Allah ta’ala mengisahkan do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim di dalam ayat-Nya,“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.” QS. Ibrahim : 35

            Ibrahim At Taimi mengatakan,Lalu siapakah orang selain Ibrahim yang bisa merasa aman dari ancaman bencana (kesyirikan)?!” Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata,“Maka tidak ada lagi yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan kecuali orang yang bodoh tentangnya dan juga tidak memahami sebabsebab yang bisa menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik terhadapnya.”

            Lalu bagaimana mungkin kita yang miskin ilmu ini merasa lebih pintar dan lebih piawai dalam menjaga kemurnian tauhid dan mendakwahkannya daripada para nabi dan rasul? Padahal, kita baru saja belajar Tauhid kemarin sore. Apakah kita juga akan mengatakan bahwa kita lebih banyak makan asam garam kehidupan dan lebih lama malang melintang di dunia dakwah daripada Rasulullah dan para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum dan menjuluki pengikut mereka sebagai da’I ‘ingusan’ yang masih miskin pengalaman?!! Wallahul musta’aan, tauhid awwalan yaa du’aatal Islaam!!

Kalau demikian..

            Dari pembahasan dalam bab ini jelaslah bagi kita bahwa dakwah tauhid adalah dakwah paling penting yang harus diprioritaskan oleh semua kalangan dan setiap gerakan ishlah (perbaikan). Maka setiap orang yang ingin merasakan nikmatnya buah ketauhidan di dunia dan di akherat, setiap orang yang ingin selamat dari siksa neraka, setiap orang ingin mengisi sisa hidupnya dengan ketaatan setelah sebelumnya dia kotori dengan lumpur kemaksiatan, setiap orang yang ingin melanjutkan estafet perjuangan dakwah para nabi dan rasul, setiap orang yang ingin memperjuangkan tegaknya syari’at Islam di bumi Allah, setiap orang yang ingin memasyarakatkan ajaran-ajaran Al Qur’an, setiap cendekiawan yang ingin mendalami intisari ajaran Islam, setiap orang yang ingin mendalami ilmu fikih Islam, dan juga setiap orang yang bertekad kuat untuk bekerja keras menegakkan nilai-nilai keadilan di masyarakat atau sebuah negara, maka sudah seharusnya mereka semua (dan ini pun mencakup setiap individu muslim; baik ayah, ibu, ataupun anak) untuk mempelajari tauhid dan memprioritaskan tauhid di atas segala-galanya.

Tidak ada komentar: